Sosialisasi 4 Pilar, Sarmuji Jelaskan Ekonomi Pancasila

Sosialisasi 4 Pilar, Sarmuji Jelaskan Ekonomi Pancasila

Obsessionnews.com - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI M. Sarmuji melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, kepada jajaran pemuda pemudi dan masyarakat Blitar, Jawa Timur yang merupakan daerah pemilihannya.

Menurut Sarmuji Pancasila adalah norma fundamental negara dalam mengurus kepentingan rakyat. Pancasila merupakan falsafah yang sudah semestinya menjadi menjadi pedoman bagi negara dalam mengambil keputusan.

"Hal itu tentu harus tercermin dalam setiap kebijakan yang diambil oleh negara. Tetapi isi Konstitusi kita sudah tidak nyambung dengan Pancasila, terutama sejak Amandemen 1999-2002 silam," ujar Sarmuji di Desa Tawang Rejo, Kecamatan Wonodadi, Blitar pada 10 Juni 2022.

Namun, ia menyebut dari hasil penelitian akademik sejumlah Profesor di UGM, di antaranya Prof. Kaelan dan Prof. Sofian Effendi, Pancasila sudah tak lagi menjadi spirit bagi konstitusi bangsa ini sejak tahun 2002 hingga hari ini.

"Sejak saat itu, Pancasila tak lagi menjadi dasar penyelenggaraan bangsa ini. Ekonomi kita bukan lagi ekonomi Pancasila, namun telah berubah menjadi ekonomi berwatak kapitalistik. Pun halnya dengan demokrasi, tak lagi mengedepankan demokrasi Pancasila, namun demokrasi liberal ala Barat," katanya.

Buktinya, bangsa ini membiarkan ekonomi tersusun oleh mekanisme pasar, bukan disusun untuk kemakmuran rakyat. Dalam mengambil keputusan, bangsa ini juga mengedepankan suara terbanyak, bukan lagi musyawarah mufakat seperti norma dari sila keempat Pancasila.

"Akibatnya oligarki ekonomi semakin kuat dalam menguras kekayaan bangsa ini. Dan demokrasi one man one vote menghasilkan polarisasi di masyarakat, karena suara profesor, sama dengan suara provokator," tukasnya.

"Oleh karenanya, saya mengajak semua pihak untuk untuk kembali kepada jati diri bangsa yakni Pancasila. Kita juga harus kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk kemudian disempurnakan dengan cara yang benar tanpa mengubah sistem demokrasi Pancasila," tegasnya.

Imbas dari Pancasila yang tak lagi menjadi spirit UUD 1945, Sarmuji menilai hal itu berimbas pada semangat persatuan kebangsaan yang melemah.

"Di tingkat akar rumput terjadi perpecahan. Muncul istilah-istilah yang tak pantas seperti cebong dan kampret, kadrun dan lain-lain. Tentu hal ini tak boleh dibiarkan terus menerus, karena sama sekali tidak bermanfaat bagi bangsa," katanya.

Sarmuji menilai menyelesaikan problematika bangsa tak bisa secara parsial pada tingkat hilir. "Harus kita selesaikan di hulunya, yakni konstitusi kita," ujarnya. (Al)