Ini Alasan Mengapa Indonesia Harus Miliki Omnibus Law

Ini Alasan Mengapa Indonesia Harus Miliki Omnibus Law
Gorontalo, Obsessionnews.com - Kebijakan pemerintah mengeluarkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law adalah untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa maju. Hal itu disampaikan oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Isu Strategis Daerah, pada Rabu (18/11/2020). “Secara obyektif, saya menyadari kepentingan pemerintah untuk mengejar ketertingalan dari bangsa-bangsa maju di dunia," ujar LaNyala. Apalagi, lanjut dia, di era persaingan bebas yang global dan border-less ini, Indonesia ingin keluar dari status negara yang terjebak dalam negara berpenghasilan menengah. "Indonesia harus mencari jalan keluar agar defisit neraca APBN tidak harus ditutupi dengan terus menerus menambah hutang negara," ungkap LaNyalla. Karena negara tidak akan bisa membebaskan biaya pendidikan jika berada dalam kondisi defisit neraca. Negara juga tidak akan bisa membebaskan biaya pengobatan jika berada dalam kondisi defisit neraca. "Dan yang paling penting, jika kita terus menerus dalam kondisi seperti ini, defisit neraca APBN, maka kita tidak akan bisa mencapai apa yang menjadi tujuan negara ini berdiri," ucapnya. LaNyalla mengungkapkan, salah satu tujuan negara tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat. Yaitu, ‘Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial’. “Karena itu, semangat UU Cipta Kerja ini adalah untuk mendorong pertumbuhan kinerja industri dalam negeri di semua sektor. Terutama pada sektor-sektor yang menjadi prioritas pemerintah,” katanya. Dia menambahkan, kajian akademis RUU Cipta Kerja saat itu, sangat jelas mendalilkan tujuan tersebut. Jika dirangkum, ada 9 tujuan, mengapa Indonesia harus memiliki Omnibus Law. Yang pertama, pencari kerja bertambah 2 sampai 3 juta setiap tahun. 82 persen diantaranya lulusan SMA, SMK dan sektor informal. "Kedua, tentu untuk bisa menyerap pencari kerja baru, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus digenjot ke level 6 persen. Ketiga, diperlukan perluasan usaha dengan investasi Rp. 4.800 triliun. Mengingat setiap satu persen pertumbuhan ekonomi, butuh investasi sekitar Rp. 800 triliun," jelasnya. Tujuan keempat, hambatan terbesar perluasan usaha adalah tumpang tindih aturan atau regulasi. Yang menyebabkan birokrasi tidak efisien. Dan kelima, izin usaha yang rumit dan berlapis-lapis perlu disederhanakan. Sedangkan tujuan keenam, dengan disahkannya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Indonesia punya instrumen untuk memberi kemudahan siapa saja untuk berusaha, termasuk UMKM dan koperasi. Sehingga bisa menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi. "Dan ketujuh, UU Cipta Kerja hadir untuk menyerap tenaga kerja baru dan pengangguran. Sekaligus melindungi warga negara yang saat ini sudah bekerja," terangnya. Tujuan kedelapan adalah penyederhanaan izin usaha juga mengurangi peluang korupsi dan pungli. Dan kesembilan, dengan begitu, Indonesia akan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Dan akan bertransformasi menjadi Indonesia Maju. “Itulah kajian akademis dari UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR bersama Presiden," pungkasnya. (Poy)