Sabtu, 27 April 24

Polemik Sumpah Pocong Wiranto-Kivlan, Komnas HAM: Lebih Baik Lewat Penegakan Hukum

Polemik Sumpah Pocong Wiranto-Kivlan, Komnas HAM: Lebih Baik Lewat Penegakan Hukum
* Menkopolhukam Wiranto dan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen. (Foto: Arrahmah.com)

Jakarta, Obsessionnews.com – Perdebatan Menkopolhukam Wiranto dengan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen terus berlanjut hingga membuat Komisioner Komnas HAM buka suara.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, perdebatan kedua mantan petinggi TNI itu lebih baik diletakkan dalam narasi penegakan hukum dimana ada mekanisme yang dapat dijalani oleh Wiranto dan Kivlan Zen.

Pertama, bisa langsung menemui Jaksa Agung HM Prasetyo dan meminta untuk memberikan keterangan kesaksian. Atau memberikan keterangan tertulis dan dikirimkan kepada Jaksa Agung.

“Kedua, bisa juga serta merta memberikan keterangan kepada Komnas HAM, walau pada akhirnya keterangan tersebut tetap akan dikirimkan kepada Jaksa Agung sebagai penyidik pelanggran HAM yang berat,” ujar Choirul Anam dalam keterangan tertulis yang diterima Obsessionnews.com, Kamis (28/2/2019).

Choirul yakin kalau kedua tokoh tersebut meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sehingga bisa memberikan kesaksian kepada Jaksa Agung Prasetyo.

“Kecuali bila perdebatan yang telah muncul di publik ini hanya bagian dari narasi politik sesasat dalam momentum pilpres. Ini sangat disayangkan,” ungkapnya.

Mekanisme lain yang dapat dijalani adalah, Jaksa Agung dapat memanggil kedua tokoh tersebut untuk memberikan keterangan, guna melengkapi berkas kasus yang telah dikirimkan oleh Komnas HAM.

“Langkah ini merupakan terobosan hukum untuk memastikan keadilan bagi korban dan hak atas kebenaran bagi publik luas,” katanya.

Atau menurutnya, jika Jaksa Agung enggan melakukan pemanggilan untuk periksaan kedua tokoh tersebut, Jaksa Agung dapat menerbitkan surat perintah penyidikan kepada Komnas HAM untuk melakukan pemeriksaan.

Kedua jalan di atas, merupakan jalan terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara, yang berdasarkan pada hukum dan HAM. 

“Daripada debat tanpa ujung dan tawaran mekanisme hanya bersifat jargon semata,” pungkasnya.

Hal senada diungkapkan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani. Yati menilai, polemik itu seharusnya dapat menjadi peluang bagi Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan.

Di sisi lain, Wiranto dan Kivlan Zen juga bisa memberikan kesaksian kepada Komnas HAM sebagai penyelidik.

“Masalah hukum selesaikanlah melalui mekanisme hukum yang ada. Caranya beri kesaksian ke Komnas HAM sebagai penyelidik dan Jaksa Agung sebagai penyidik untuk kemudian diadili kasusnya melalui pengadilan HAM,” ujar Yati.

Selain itu, lanjut Yati, Presiden Joko Widodo dapat menerbitkan keputusan presiden (keppres) pembentukan pengadilan HAM ad hoc. Dengan demikian, pemerintah dapat memulai penuntasan kasus pelanggaran berat HAM serta memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

“Pemerintah masih sangat mungkin menyelesaikan masalah ini. Presiden Jokowi jangan diam saja. Keluarkan segera kebijakan Keppres pengadilan HAM ad hoc peristiwa mei 98, kasus penghilangan paksa, Trisaksi, Semanggi I, dan II,” ujarnya.

Polemik keduanya itu bermula saat dalam sebuah diskusi, Kivlan Zen menyebut Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998. Wiranto diisukan sebagai dalang dari tumbangnya rezim Soeharto. Wiranto pun membantah pernyataan Kivlan tersebut. Ia menantang Kivlan melakukan sumpah pocong.

“Saya berani sumpah pocong saja. 1998 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu saya, Prabowo, Kivlan Zein. Sumpah pocong (saja) kita,” kata Wiranto.

Wiranto mengaku kesal. Sebab Kivlan kerap menggulirkan isu-isu yang disebutnya ngawur dan tidak sesuai fakta. Wiranto bilang, dengan melakukan sumpah pocong, maka masyarakat yang akan menilai siapa sebenarnya yang benar dan salah.

Menanggapi pernyataan Wiranto, Mayjen TNI (Purn), Kivlan Zen buka suara terkait tantangan yang diberikan untuk melakukan sumpah pocong. Kivlan mengaku ‘ogah’ menerima tantangan sumpah pocong dari Wiranto. Dia menginginkan tantangannya itu bersumpah atas nama Allah SWT. 

“Saya tidak mau sumpah pocong, saya maunya sumpah demi Allah. Kalau sumpah pocong demi si pocong. Masa sumpahnya di depan pocong, kemudian diikat pakai kain. Masa mau kayak gitu,” ujar Kivlan.

Bahkan Kivlan ‘blak-blakan’ menantang balik Wiranto untuk berdebat di televisi dan disiarkan langsung. Hal itu supaya masyarakat tahu kejadian sesungguhnya di 1998. Pasalnya dia bakal buka-bukaan mengenai kejadian yang sesungguhnya di era Orde Baru silam.

Publik menurut Kivlan perlu mengetahui apa yang diperbuat Wiranto saat menjabat sebagai Panglima ABRI silam. Pasalnya dia mengaku aneh saat Jakarta sedang dilanda ketegangan dan ada kerusuhan di berbagai tempat di tahun 1998. Namun Wiranto malah memerintahkan tidak mengirimkan pasukan untuk mengamankan ibu kota. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.