PNS Pajak Anak Buah Menkeu Ditangkap KPK Lagi

PNS Pajak Anak Buah Menkeu Ditangkap KPK Lagi
Jakarta, Obsessionnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap lagi pegawai negeri sipil (PNS) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas dugaan pidana korupsi. Hal ini disampaikan oleh Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis (11/11/2021). Ali menyampaikan oknum tersebut merupakan hasil pengembangan perkara korupsi perpajakan oleh terdakwa Angin Prayitno A. "Benar, informasi yang kami peroleh Rabu, 10/11/2021, tim penyidik KPK menangkap 1 orang pegawai pajak terkait pengembangan perkara dugaan korupsi perpajakan dg terdakwa Angin Prayitno A," jelasnya. Penangkapan dilakukan di Sulawesi Selatan. Sejauh ini, menurut Ali terduga tidak kooperatif dalam proses pemeriksaan. "Yang bersangkutan kami nilai tidak kooperatif selama proses penyelesaian penyidikan perkara yang saat ini sedang KPK lakukan," jelasnya.   Pegawai Ditangkap KPK, Ini Tanggapan DItjen Pajak! KPK menangkap PNS dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diduga melakukan tindak pidana korupsi. Pihak DJP masih menunggu pemberitahuan dari KPK mengenai perihal tersebut. Demikianlah disampaikan Neilmaldrin Noor Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/11/2021) "Dapat kami sampaikan bahwa saat ini belum banyak informasi yang dapat kami berikan kepada rekan media massa. Hal ini dikarenakan kami juga masih menunggu konferensi pers yang rencananya akan diadakan bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujarnya. Hal yang serupa diungkapkan oleh Yustinus Prastowo selaku Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis. Yustinus meminta agar menunggu pengumuman resmi dari KPK. Diketahui Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri sebelumnya sudah mengkonfirmasi penangkapan tersebut. Dia menjelaskan oknum merupakan hasil pengembangan perkara korupsi perpajakan oleh terdakwa Angin Prayitno A yang menerima suap Rp 57 miliar. "Tim penyidik KPK menangkap 1 orang pegawai pajak terkait pengembangan perkara dugaan korupsi perpajakan dg terdakwa Angin Prayitno A," jelasnya dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Penangkapan dilakukan di Sulawesi Selatan. Sejauh ini, menurut Ali terduga tidak kooperatif dalam proses pemeriksaan. "Yang bersangkutan kami nilai tidak kooperatif selama proses penyelesaian penyidikan perkara yang saat ini sedang KPK lakukan," jelasnya. Diketahui dalam sidang yang berlangsung September lalu, jaksa menyebut Angin menerima suap dari PT Gudang Madu Plantations (GMP), PT Bank Pan Indonesia (Panin), dan PT Jhonlin Baratama (JB). Ketiganya memberikan suap dengan jumlah yang berbeda. Terdakwa dibantu oleh tim pemeriksa pajak pada Direktorat P2 Ditjen Pajak. Mereka adalah Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.   Pengembangan Korupsi Rp57 Miliar PNS dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diduga melakukan tindak pidana korupsi. PNS tersebut kini telah ditahan KPK. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan oknum tersebut merupakan hasil pengembangan perkara korupsi perpajakan oleh terdakwa Angin Prayitno A yang menerima suap Rp 57 miliar. "Tim penyidik KPK menangkap 1 orang pegawai pajak terkait pengembangan perkara dugaan korupsi perpajakan dengan terdakwa Angin Prayitno A," jelasnya dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis (11/11/2021). Penangkapan dilakukan di Sulawesi Selatan. Sejauh ini, menurut Ali terduga tidak kooperatif dalam proses pemeriksaan. "Yang bersangkutan kami nilai tidak kooperatif selama proses penyelesaian penyidikan perkara yang saat ini sedang KPK lakukan," jelasnya. Diketahui dalam sidang yang berlangsung September lalu, jaksa menyebut Angin menerima suap dari PT Gudang Madu Plantations (GMP), PT Bank Pan Indonesia (Panin), dan PT Jhonlin Baratama (JB). Ketiganya memberikan suap dengan jumlah yang berbeda. Terdakwa dibantu oleh tim pemeriksa pajak pada Direktorat P2 Ditjen Pajak. Mereka adalah Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.   Beda Sama Swasta, PNS Dapat Rumah-Mobil Dinas Tak Kena Pajak! Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengecualikan fasilitas barang yang bersumber dari APBN/APBD dari objek pajak. Artinya semua fasilitas dari uang negara seperti rumah, mobil hingga laptop tidak dikenakan pajak. Ini tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengenai pengenaan pajak atas natura. Natura adalah fasilitas barang bukan yang uang diberikan pemberi kerja kepada pegawainya. Dalam hal ini, maka Presiden, Menteri, pejabat negara lainnya serta para PNS yang mendapatkan fasilitas barang dari negara tidak dikenakan pajak. Sebab, tidak dihitung sebagai penghasilan bagi penerima. "Yang dikecualikan dalam pemberian natura adalah yang bersumber dari APBN/APBD, penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai hingga natura karena keharusan pekerjaan seperti alat keselamatan kerja atau seragam," tulis paparan Menkeu mengenai UU HPP yang dikutip Senin (8/11/2021). Sementara itu, pekerja swasta yang mendapatkan fasilitas natura atau kenikmatan akan dikenakan pajak. Sebab, semua barang yang diterima dari kantor seperti rumah, mobil, laptop hingga hp akan dijadikan sebagai objek pajak baru sehingga masuk dalam perhitungan penghasilan. "Selama ini bagian yang tidak dibayar dalam bentuk uang disebut dengan aturan natura, yang pemajakannya bagi yang menerima bukan objek penghasilan, jadi nggak di lapor SPT dan nggak dipotong pajak juga. Jadi sekarang itu (fasilitas) dijadikan penghasilan," ujar Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal pekan lalu. Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo pun menjelaskan alasan pemerintah mengenakan pajak untuk fasilitas ini, karena ingin memberikan keadilan bagi wajib pajak Indonesia. Menurutnya, selama ini banyak pekerja kelas atas yang mendapatkan gaji tidak hanya dalam bentuk uang tunai yang masuk dalam hitungan PPh, tetapi juga dalam bentuk fasilitas kenikmatan dari perusahaan. Sehingga yang dikenakan pajak atas hasil kerjanya hanya sebagian. Sedangkan pekerja menengah ke bawah yang tidak mendapatkan fasilitas kenikmatan, semua penghasilannya dikenakan pajak. Di sinilah terjadi ketidakadilan yang perlu untuk diubah. "Mengapa natura (imbalan dalam bentuk non uang) menjadi objek pajak? Begini ya, selama ini high level employee yang menikmati fasilitas ini (mobil, rumah) dan tidak dikenai pajak. Sedangkan karyawan biasa (menengah-bawah) justru seluruh penghasilan menjadi objek pajak. Tidak adil kan?," kata dia. Dari data DJP, pekerja dengan penghasilan di atas Rp 500 juta setahun, porsi pengeluaran pajak (kontribusi tax expenditure) dari natura begitu besar yakni mencapai 51,17% dari jumlah wajib pajak dalam kelompok tersebut. Ini adalah jumlah yang selama ini tidak ditagih atau lost income ke penerimaan negara. (CNBC/Red)