PKS Minta Jokowi Harus Segera Bersikap dalam Kasus Tambang di Wadas

PKS Minta Jokowi Harus Segera Bersikap dalam Kasus Tambang di Wadas

Jakarta, obsessionnews.com -  Kasus status penambangan batuan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendapat perhatian dari politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Dia minta Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera bertindak dalam kasus ini.

Baca juga:

Jokowi Apresiasi Peran Pers Bangun Optimisme Hadapi Pandemi Covid-19

Fraksi PKS DPR Desak Pemerintah Klarifikasi Lahan Hutan untuk IKN

Mulyanto menegaskan, Jokowi jangan membiarkan kasus ini berlarut-larut hingga menimbulkan dampak sosial yang lebih besar.

“Sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi Presiden perlu menentukan sikap. Jangan sampai masalah penambangan batuan andesit di Wadas ini merembet pada pembangunan Bendungan Bener yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN),” ujar Mulyanto, dikutip dari website resmi Fraksi PKS DPR RI, Minggu (28/2/2022).

Dia menilai tambang Wadas dan pembangunan Bendungan Bener adalah dua proyek berbeda. Lokasi kedua proyek itu terpisah sehingga Pemerintah tidak bisa serta-merta menyebut kegiatan penambangan andesit di Desa Wadas merupakan bagian dari PSN Bendungan Bener.

Karena itu, tuturnya, Pemerintah harus bijak menyikapi penolakan penambangan andesit oleh warga Wadas. Pemerintah jangan memaksakan kehendak sehingga terjadi bentrokan massa yang fatal.

“Mulanya Pemerintah hanya ingin membangun Bendungan Bener sebagai PSN. Namun ‘kebetulan’ di Desa Wadas, yang jaraknya hanya 10-11 km dari lokasi PSN Bendungan Bener, ditemukan tampungan batu andesit dengan jumlah cukup besar yaitu sekitar 40 juta meter kubik. Padahal kebutuhan untuk Bendungan Bener hanya 8,5 juta meter kubik. Melihat kondisi ini maka Pemerintah serta-merta memasukan penambangan andesit di Wadas sebagai PSN,” kata Mulyanto.

Awalnya, lanjutinya, tambang batuan untuk Bendungan Bener ini akan diambil dari desa lain. Selisih jarak sekitar 5 km bila dibandingkan dengan jarak lokasi Desa Wadas. Bahkan sudah ada lima penambang yang memiliki izin usaha penambangan di kecamatan tersebut. Tetapi, karena di Wadas terdapat kandungan andesit yang besar dan jaraknya lebih dekat Pemerintah langsung mengubah lokasi penyedia batuan andesit itu.

“Dengan pertimbangan efisiensi-ekonomis maka diputuskan untuk mengambil batuan andesit dari Desa Wadas dengan cara menetapkan IPL (Izin Penetapan Lokasi) Desa Wadas menjadi satu-kesatuan dengan PSN Bendungan Bener dan berbagai langkah administratif lainnya. Sayangnya proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan partisipasi masyarakat tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga memunculkan penolakan masyarakat,” terang Mulyanto.

Karena itu Mulyanto minta Pemerintah jangan sekadar memikirkan aspek efisien-ekonomis untuk mendapatkan batuan andesit murah. Namun perlu juga mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan dan lingkungannya.

“Beda dengan kasus penambangan gas di Blok Masela, di Lapangan Gas Abadi di Kepulauan Aru, Maluku. Pemerintah meskipun lebih mahal, karena desakan masyarakat, akhirnya menetapkan penambangan melalui ‘on-shore’ ketimbang ‘off-shore’. Tujuannya agar dampak penambangan gas ini terhadap perekonomian masyarakat menjadi lebih besar. Ini yang menjadi inti persoalan,” ujar Mulyanto.

“Pembangunan adalah pilihan-pilihan. Persoalannya adalah apakah pilihan yang diambil, sekadar pembangunan fisik yang efisiensi-ekonomis meskipun dipaksakan dengan cara represif-intimidatif security approach atau pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dengan pendekatan prosperity approach. Filosofi kita mengamanatkan, bahwa pembangunan pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya,” imbuh Mulyanto.

Dia mengutip Pasal 33 UUD NRI 1945 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3). Yang dilaksanakan dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Ayat 4).

“Konstitusi kita sama sekali tidak mengamanatkan pembangunan yang sekadar mengejar kemajuan fisik dengan prinsip efisien-ekonomis, apalagi dengan represi dan intimidasi kepada rakyat. Yang ada adalah prinsip efisiensi berkeadilan, bahkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tandas Mulyanto. (red/arh)