Sabtu, 27 April 24

PK Ahok Tidak Memenuhi Alasan Yuridis

PK Ahok Tidak Memenuhi Alasan Yuridis

Oleh: Dr H Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, Ahli Hukum Pidana

 

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan putusan pemidanaan selama 2 (dua) tahun penjara dalam perkara penodaan agama (Pasal 156a huruf a KUHP). Dalam memori PK, diketahui Ahok telah membandingkan putusan Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, yang memutus perkara Buni Yani dengan putusan terhadap dirinya pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

 

Pada prinsipnya, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa sama-sama bertujuan untuk mengoreksi dan meluruskan kesalahan yang terdapat dalam suatu putusan. Alasan pokok sebagai dasar permintaan PK harus merujuk pada ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yakni :

 

Pertama, apabila terdapat keadaan baru (novum), yang mempunyai sifat dan kualitas “menimbulkan dugaan kuat” dalam hal seandainya novum tersebut ditemukan dan dikemukakan pada waktu persidangan sebelumnya dapat menjadi alasan untuk menjatuhkan putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

 

Kedua, apabila dalam pelbagai putusan terdapat saling pertentangan. Ini menunjuk pada putusan yang diterapkan kepada Terpidana yang mengajukan PK. Bukan dimaksudkan disini adanya dua putusan yang berlainan antara orang yang satu – yang dalam hal ini sebagai pemohon PK (in casu Ahok) – dengan putusan orang lain

(in casu Buni Yani). Putusan yang saling bertentangan itu, misalnya menunjuk pada pertentangan antara putusan pidana dengan putusan perdata bagi seseorang yang mengajukan PK dan oleh karenanya dijadikan dasar alasan permohonan PK.

 

Ketiga, terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan. Dapat disampaikan di sini sebagai contoh misalkan, keterbuktian kesalahan Terpidana hanya semata-mata didasarkan pada petunjuk belaka. Padahal berdasarkan Pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk sebagai alat bukti hanya dapat ditarik dan diperoleh dari keterangan saksi, alat bukti surat, dan keterangan terdakwa. Baik dari keterangan saksi, maupun keterangan terdakwa dan alat bukti surat tidak satu pun yang dapat disimpulkan menjadi alat bukti petunjuk bahwa Terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum.

 

Dalil novum sebagai dasar permohonan PK yang diajukan oleh Ahok terkesan hanya berupa “tafsiran” belaka, konsekuensi novum yang hanya berupa tafsiran belaka tentulah tidak dapat diterima. Dikatakan demikian, oleh karena Ahok mendalilkan putusan Pengadilan Negeri Bandung terhadap Buni Yani sebagai novum, dan itu jelas tidak dapat diterima. Antara putusan Buni Yani dengan Putusan Ahok adalah dua perkara yang berbeda, tidak memiliki hubungan yuridis dalam kaitannya dengan permohonan PK yang diajukan oleh Ahok.

 

Buni Yani divonis dengan Pasal 32 ayat 1 jo Pasal 48 ayat 1 UU ITE, yakni tentang perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. Sedangkan Ahok divonis dengan Pasal 156a huruf a KUHP, yakni melakukan penodaan terhadap ajaran agama Islam yakni Surah al-Maidah ayat 51 terkait dengan ucapannya di Kepulauan Seribu. Atas putusan Pengadilan Negeri Bandung, Buni Yani melakukan upaya hukum Banding, dan tentunya belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

 

Kemudian, menyangkut alasan hukum yang tersebut kedua, “apabila dalam pelbagai putusan terdapat saling pertentangan.” Ketentuan Ini menunjuk pada putusan yang diterapkan kepada Terpidana yang mengajukan PK. Bukan dimaksudkan di sini adanya dua putusan yang berlainan antara orang yang satu yang dalam hal ini sebagai pemohon PK dengan putusan orang lain. Mendalilkan putusan Buni Yani yang dijadikan dalil sebagai putusan yang terdapat saling pertentangan dengan putusan Ahok adalah tidak dibenarkan.

 

Lebih lanjut, menyangkut alasan hukum yang tersebut ketiga, “terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan”. Disini penekanannya menunjuk keterbuktian kesalahan Terpidana. Contoh : keterbuktian kesalahan Terpidana hanya semata-mata didasarkan pada petunjuk belaka. Padahal berdasarkan Pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk sebagai alat bukti hanya dapat ditarik dan diperoleh dari keterangan saksi, alat bukti surat, dan keterangan terdakwa. Baik dari keterangan saksi, maupun keterangan terdakwa dan alat bukti surat tidak satu pun yang dapat disimpulkan menjadi alat bukti petunjuk bahwa Terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan.

 

Proses persidangan dalam permohonan PK Ahok, masihlah tahap awal. Pengadilan Negeri yang menerima permohonan PK, diharuskan membuat Berita Acara Pendapat. Terdapat dua kemungkinan dalam Berita Acara Pendapat Pengadilan Negeri yang menerima permohonan PK, yaitu :

 

Pertama, pendapat dan kesimpulan yang berisikan penjelasan dan saran Pengadilan Negeri agar Mahkamah Agung menerima permintaan PK karena alasan yang mendasari permohonan PK berkesesuaian serta memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

 

Kedua, pendapat dan kesimpulan yang berisikan penjelasan dan saran Pengadilan Negeri agar Mahkamah Agung menolak permintaan PK, karena alasan yang diajukan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP, maka sudah sepatutnya Berita Acara Pendapat Pengadilan Negeri menyatakan pendapat dan kesimpulan yang berisikan penjelasan dan saran Pengadilan Negeri agar Mahkamah Agung menolak permintaan PK Ahok. Oleh karena itu, Mahkamah Agung harus pula menolak PK yang diajukan oleh Ahok, karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan secara alternatif dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.