Jumat, 26 April 24

Pilkada 2018 Ujian Terberat Netralitas Polri

Pilkada 2018 Ujian Terberat Netralitas Polri

Oleh: Pradipa Yoedhanegara, Pengamat Sosial

Di tahun ini dalam pelaksanaan pilkada serentak 2018, publik merasakan ketidak netralan petinggi Polri di sejumlah daerah yang saat ini sedang melangsungkan pemilihan kepala daerah, baik di level pemilihan gubernur, walikota maupun bupati di seluruh indonesia.

Tentu pilkada di tahun politik ini, akan menjadi ujian paling berat terkait netralitas para petinggi Polri, karena banyaknya para mantan pejabat Polri yang terlibat dalam sejumlah Kontestasi Pilkada tersebut untuk memperebutkan kursi sebagai kepala daerah.

Tentu saja dengan adanya hal tersebut, publik mengharapkan netralitas polisi tetap dapat terjaga dengan baik. Hal ini mengingatkan publik kedalam keadaan Pilpres 2014, yang ditengarai ada segelintir elite polisi aktif yang diduga membantu menyukseskan calon presiden dari partai tertentu (salah satunya persoalan noken di papua), yang hingga saat ini masih meninggalkan kesan yang tidak baik di mata masyarakat, akibat polemik Noken tersebut.

Memang tidak mudah bagi elit polisi aktif melepaskan diri dari kontestasi politik yang bisa membius dirinya ikut serta dalam kancah politik praktis. Selain faktor pribadi; yakni syahwat ingin menjadi penguasa, masalah regulasi dan kompetisi antarpartai politik yang tidak sehat dalam pilkada 2018 ini, juga cenderung menjadi pokok persoalan yang banyak menjadi bahasan publik.

Idealnya dalam sebuah negara demokrasi, keterlibatan institusi polisi dalam politik praktis tentu tidak dibenarkan dengan dalih dan alasan apa pun juga. Hal tersebut dilakukan agar tetap dapat menjaga “wibawa supremasi hukum” diera sosial digital, agar tidak dicampuri oleh kepentingan politik praktis para elit yang menjadi penunggang gelap di institusi tersebut.

Para elit politik sipil zaman now, seharusnya tidak mencoba-coba menarik Pimpinan ataupun anggota Polri dalam kehidupan politik praktis. Para elit politik sipil ini sepertinya terkena “sindrom haus akan kekuasaan”, apabila terus menerus menarik narik Polri dan para pimpinan Polri keranah politik praktis.

Seharusnya para pimpinan Polri menempatkan institusi polisi tetap dalam fungsi dan peran aslinya, di mana Polri berfungsi sebagai alat negara, yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban hukum di masyarakat, penegakkan hukum , serta dapat memberikan perlindungan bagi publik, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat luas.

UU Polri No 2/2002 di dalam Pasal 28 Ayat 1 menyebutkan secara jelas; bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis” , Kemudian di dalam Pasal 28 Ayat 3 UU Polri No 2/2002 menyebutkan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian”.

Netralitas Polri dalam sistem politik saat ini di massa pemerintahan rezim Jokowi tampaknya memang sulit untuk dapat diwujudkan. Netralitas dalam institusi polri yang benar seharusnya tidak boleh memihak di antara yang pro dan yang kontra dalam pilkada 2018 ini, meski banyak purnawirawan Polri yang terlibat dalam Pilkada tersebut.

Akan tetapi, seharusnya netralitas ditubuh polri adalah memihak kepada sebuah kebenaran, yang sesuai dengan keadaan didalam masyarakat yang dituntun oleh pertimbangan ilmiah dan suara hati nurani rakyat, bukan malah mengikuti syahwat berpolitik penguasa.

Untuk itu Kapolri sebaiknya bisa menyikapi keinginan publik yang menginginkan netralitas para anggotanya yang terlibat dalam Pilkada di tahun Politik 2018 ini, dengan cara memecat atau menonaktifkan seluruh anggota yang ketahuan oleh publik melakukan kegiatan memihak dalam pilkada serentak 2018 ini, agar supremasi hukum dan wibawa institusi Polri tetap terjaga di era kepemimpinan Jendral. Tito Karnavian.

Sebagai pesan penutup, pemimpin di tingkat lokal maupun di tingkat nasional, akan silih berganti sesuai dengan keinginan masyarakat. Tapi yang paling penting adalah sebagai pemimpin Polri saat ini Jendral Tito Karnavian harus bisa meninggalkan kesan yang baik bagi Institusi Polri dan publik dengan tetap menjadi hakim garis yang baik dalam pilkada serentak di 2018 ini.

Tangsel, 26 Juni 2018

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.