Selasa, 23 April 24

Pengamat: Dirut PLN Harus Paham Masalah Listrik

Pengamat: Dirut PLN Harus Paham Masalah Listrik
* Pengamat ekonomi-politik dan Direktur Eksekutif Global Future Indonesia (GFI) Hendrajit. (foto: dok. pribadi)

Jakarta, Obsessionnews.comSofyan Basir dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Pembangkit Lstrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 di Provinsi Riau.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kemudian mengangkat Sripeni Inten Cahyani sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PLN, sekaligus merangkap sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1. Keputusan ini berlaku sejak 2 Agustus 2019.

Belum lama menjabat Plt Dirut PLN Sripeni menjadi sorotan publik terkait padamnya listrik di Jawa pada Minggu (4/8). Sripeni dinilai tidak pas menduduki posisi Plt Diut PLN, sementara kursi Dirut PLN masih kosong.

 

Baca juga:

Komisi VII DPR Sebut Soal Listrik Padam Bukan Urusan Kementerian ESDM

Polri Selidiki Penyebab Listrik Padam

Listrik Padam, HIPMI Minta Menteri BUMN Dicopot

 

Lalu bagaimana Dirut PLN yang ideal? Pengamat ekonomi-politik dan Direktur Eksekutif Global Future Indonesia (GFI) Hendrajit mengatakan Dirut PLN yang ideal adalah harus paham kelistrikan dan manajemen kelistrikan. Serta harus punya sikap jelas, bahwa PLN hakekatnya adalah untuk pelayanan publik. Bukannya berorientasi komersial dan mengejar keuntungan bisnis.

“Masalahnya adalah yang memegang skema pengelolaan sektor-sektor strategis seperti kelistrikan adalah Menteri BUMN. Sehingga Dirut PLN tunduk pada arahan Menteri BUMN. Alhasil, siapa pun dirut baru baru PLN harus tunduk pada skema kebijakan Menteri BUMN Rini Soemarno. Sebab dirut adalah organ penggerak mesin. Jadi nggak mungkin Rini memasang dirut yang bertentangan dengan skemanya,” kata Hendrajit ketika dihubungi obsessionnews.com, Rabu (7/8).

Ia menambahkan, adapun skema Rini bertumpu pada skema swastanisasi BUMN. Sehingga negara bukan subjek ekonomi yang memihak kepentingan publik. Tapi kepentingan pebisnis.

“Dalam situasi demikian, PLN tetap jadi objek persekutuan aparat pemerintah dan pengusaha. Sementara kepentingan publik dikorbankan,” tandasnya.

Dalam situasi demikian, lanjutnya, Dirut PLN harus tunduk pada kolusi birokrasi dan pengusaha.

“Namun pada saat yang sama, setiap saat Dirut PLN bisa jadi dikorbankan sebagai kambing hitam,” tegasnya. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.