Senin, 29 April 24

Pasal 158 Jadi Masalah Utama Sengketa Pilkada di MK

Pasal 158 Jadi Masalah Utama Sengketa Pilkada di MK

Jakarta, Obsessionnews – Setelah Pemilihan Kepala Daerah selesai pada 9 Desember tahun lalu, muncul gugatan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Kebanyakan mereka mempersoalkan Pasal 158 Undang-Undang No. 8/2015 tentang syarat selisih suara. Pasal ini sebagian dianggap merugikan bagi pihak yang merasa kalah.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun‎ menilai, pasal tersebut perlu dievaluasi lagi. Sebab, batasan pengajuan gugatan hasil Pilkada dengan selisih suara 0,5 – 2 persen seperti yang diatur dalam pasal 158 UU Pilkada belum tentu benar. Bisa jadi selisih suara itu terjadi karena ada kecurangan seperti money politik, keterlibatan PNS dan lainnya.

“Aturan bisa disampingkan, MK sebagai penjaga konstitusi. Maka, dia bisa-bisa asal dengan alasan yang subtansitif pasal 158 UU Pilkada,” kata ‎Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun di Jakarta, Rabu (20/1/2016).

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menambahkan, MK harus masuk ‎memeriksan pokok permohonan di dalam mempertimbangkan, apakah dalil pelanggaran terstruktur, sitematis dan massif dapat di dalilkan dengan oleh pemohon atau tidak.

“‎Meminta MK betul-betul menjadi peradilan yang mampu melindungi demokrasi dan menjaga integritas pelaksanana pemilihan kepala daerah secara keseluruhan dan tidak hanya menjadi lembaga yang mengkonfirmasi hasil penghitungan KPU,” kata Ray Rangkuti.

Dia mengatakan, MK telah menerima 147 gugatan hasil Pilkada yang pada sidang pertama pada 18 Januari lalu sudah ada 5 penetapan dan 35 putusan sela yang dibacakan oleh MK. Artinya, sudah ada kejelasan terhadap 40 permohonan yang terdaftar di MK. ‎Dari 5 penetapan yang dibacakan MK, berisi tentang penerimaan penerikan permohonan yang disampaikan oleh pemohon.

Lima daerah ini terdiri dari Kab. Bulu Kumba, Kab. Kota Baru, Kab. Pesisir Barat, Kab. Boven Digoel, dan Kab. Toba Samosir. Selebihnya, 35 permohonan lainnya sudah dipastikan tidak diterima oleh MK karena permohonan diajukan terlambat, diluar 3 x 24 jam sesuai dengam ketentuan peraturan perundang-undangan. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.