Sabtu, 27 April 24

Mayoritas Warga AS Tolak Pelarangan Masuk Muslim

Mayoritas Warga AS Tolak Pelarangan Masuk Muslim

Amerika – Berdasarkan sejumlah jajak pendapat terbaru, mayoritas warga Amerika Serikat menentang pelarangan masuk Muslimin ke negaranya.

Seperti diolansir ParsToday, salah satu jajak pendapat itu dilakukan oleh lembaga jajak pendapat Amerika, Public Policy Polling, PPP. Hasil jajak pendapat yang dilakukan PPP menunjukkan, 65 persen warga Amerika menentang pelarangan masuk Muslim ke wilayah Amerika dan hanya 26 persen responden yang setuju dengan pelarangan tersebut.

Amerika termasuk salah satu negara yang mayoritas penduduknya adalah pendatang dan berbeda dengan negara-negara yang memiliki peradaban sejarah sendiri. Amerika terbentuk setelah warga Eropa bermigrasi ke wilayah itu dengan berbagai alasan seperti politik, budaya, sosial dan ekonomi.

Dalam struktur masyarakat yang seperti ini, langkah pemerintah Amerika yang anti-keberagaman sosial baik itu keberagaman etnis, ras, agama atau yang lainnya, tidak selaras dengan semangat masyarakat migran yang merupakan ciri khas masyarakat Amerika dan selalunya kebijakan semacam itu mendapat penentangan dari masyarakat.

Mayoritas penduduk Amerika percaya bahwa toleransi budaya dan keagamaan merupakan fondasi asli masyarakat Amerika.

Poin sangat penting yang harus diperhatikan adalah, menguatnya isu Islamfobia di Amerika dalam dua dekade terakhir yang dipicu oleh aktivitas pusat-pusat kekuatan atau gerakan anti-Islam.

Donald Trump, Presiden Amerika pada 27 Januari 2017 lalu mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang warga dari tujuh negara Muslim dunia termasuk Iran, untuk masuk ke Amerika selama 90 hari.

Perintah tersebut membangkitkan protes luas dari sejumlah banyak politisi dan organisasi-organisasi Islam serta hak asasi manusia di negara-negara dunia.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang melarang masuknya warga negara dari tujuh negara ini selama 90 hari: Iran, Irak, Libia, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman.

Seperti dilansir bbc.com, Pembatasan ini merupakan bagian dari berbagai pengontrolan keimigrasian yang juga mencakup penundaan penerimaan pengungsi. Tampakya pembatasan yang berlaku selama pemerintahan Obama menjadi dasar daftar negara yang dilarang oleh Trump.

Negara-negara itu sudah masuk ke dalam kategori “negara-negara yang diwaspadai” setelah disahkan undang-undang oleh Kongres yang didominasi anggota dari Partai Repubik pada 2015 mengubah program penerimaan visa.

Program Bebas Visa memungkinkan warga negara dari 38 negara masuk ke wilayah Amerika Serikat selama 90 hari tanpa visa. Inggris, Prancis dan Jerman termasuk negara-negara yang dicakup dalam program itu.

Pengunjung dari negara-negara itu mengajukan Electronic System for Travel Authorization (ESTA) atau Sistem Elektronik untuk Otorisasi Perjalanan.

Baca Juga:

Pada Desember 2015 Kongres mengesahkan undang-undang -yang disusun oleh senator dari dua partai, dan didukung serta ditandatangani oleh Gedung Putih – yang mencabut fasilitas bebas visa bagi warga negara asing yang pernah berkunjung ke negara-negara tertentu sejak Maret 2011.

Negara-negara itu diidentifikasi memiliki organisasi teroris yang beroperasi secara signifikan di kawasan, atau negara itu dianggap sebagai “tempat berlindung” bagi teroris.

Setelah Libia, Somalia dan Yaman dimasukkan ke dalam daftar pada Februari 2016, maka jumlah “negara yang diwaspadai” bertambah menjadi tujuh sebagaimana tercantum dalam daftar perintah eksekutif Trump. (*/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.