Jumat, 26 April 24

LSI: Mayoritas Publik Dukung Kepala Daerah Dipilih Langsung

LSI: Mayoritas Publik Dukung Kepala Daerah Dipilih Langsung

Jakarta – Hasil temuan dan analisis survei nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network menyatakan mayoritas publik menolak hak politiknya untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan kepada DPRD.

Peneliti LSI, Adjie Alfaraby mengatakan sebesar 81.25 % menyatakan setuju bahwa kepala daerah harus tetap dipilih secara langsung seperti yang telah berjalan hampir 9 tahun. Hanya 10.71 % yang menyetujui kepala daerah dipilih oleh parlemen di daerah masing-masing.

“Dan sebesar 4.91 % menyatakan bahwa kepala daerah sebaiknya ditunjuk oleh Presiden,” ujar Adjie di kantor LSI Jl. Pemuda, Jakarta Timur, Selasa (9/9/2014).

Adjie menyampaikan, survei ini dilakukan melalui quick poll  pada tanggal 5 – 7 September. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/- 2,9 %. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia.

“Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview,” katanya.

Adjie menambahkan, bahwa publik  menyatakan menolak Pilkada oleh DPRD atau setuju dengan Pilkada langsung merata di semua segmen masyarakat.

Rata-rata di semua segmen masyarakat yang setuju dengan Pilkada langsung dukungan berkisar antara 73 % sampai dengan 95 %. Namun demikian, lanjut dia, publik  yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi menengah atas lebih tinggi penolakannya dibanding dengan mereka yang tinggal di desa dan ‘wong cilik’.

Adjie juga mengatakan, tingginya penolakan kelas menengah perkotaan ini disebabkan karena umumnya kelompok masyarakat ini lebih sensitif terhadap isu demokratisasi. Selain itu, kelompok kelas menengah memiliki akses media massa yang luas dan variatif. Kampanye “Tolak RUU Pilkada oleh DPRD” yang digaungi oleh berbagai kelompok civil society melalui berbagai media sosial juga meningkatkan skala resistensi kelompok kelas menengah.

Jika mayoritas partai atau fraksi di DPR menyetujui pemilihan kepala daerah oleh DPRD, justru sebaliknya mayoritas konstituen partai-partai tersebut mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung dan menolak pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Tak ada satupun partai yang mayoritas pemilihnya mendukung pemilihan oleh DPRD.

“Rata-rata dukungan terhadap pilkada langsung oleh pemilih partai politik berkisar antara 78 % sampai dengan 86 %. Para pemilih partai yang partainya tergabung dalam koalisi merah putih pun setuju bahwa sebaiknya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat,” pungkas Adjie.

Ditempat yang berbeda, menanggapi Rancangan Undang-Undang Pilkada, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) mengatakan bahwa pilkada sekarang lebih banyak menghabiskan uang pada partai politik.

Dirinya memberikan contoh ketika menjadi bupati yang menghabiskan uang Rp500 juta, itu sudah makan dan segala macam. Tapi sayangnya partai-partai politik yang dibayar lebih mahal jatuhnya.

“Ini bukan alasan uang, bukan bicara substansi. Kalau mau kita ukur, dengan adanya pilkada rakyat tambah sejahtera gak. Kalau memang tidak sejahtera substansinya apa?” Ungkap Ahok

Menurutnya, jika ingin mensejahterakan rakyat, pejabat jangan korup. Ahok menganggap setiap tahun kepala daerah bisa diperas oleh anggota DPRD.

“Kalau kamu gak mau kasih service, saya tolak laporan anda, bisa dipecat. Jadi nanti kerjanya kepala daerah kerjanya menservis anggota DPRD aja,” jelas Ahok

Ahok sempat terpikir kalau ini sampai diberlakukan Ahok akan keluar dari partai politik. Namun nyatanya partai Gerindra di mana Ahok berasal setuju dengan rancangan undang-undang ini.

“Ngapain maen di partai politik, saya mau keluar saja dari partai politik kalau seperti gitu,” pungkas Ahok. (Pur)

 

Related posts