Jumat, 26 April 24

Larangan Bercadar Bagi Mahasiswi, Bagian dari Clash of Civilizations

Larangan Bercadar Bagi Mahasiswi, Bagian dari Clash of Civilizations
* Cadar - ilustrasi. (eramuslim)

Oleh: Priyo Yuwanto Atmojo, Aktivis

Dunia perkuliahan gempar setelah heboh adanya larangan bagi mahasiswi untuk bercadar. Dua kampus yang baru-baru ini jadi sorotan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) dan Unpam (Universitas Pamulang) menerapkan kebijakan larangan bercadar bagi mahasiswinya. Sebenarnya, sebelum ini sudah ada beberapa kampus di Indonesia yang juga mengeluarkan kebijakan serupa. Hanya saja kurang mendapat perhatian media. Namun kemudian isu ini tenggelam, dan kini muncul lagi. Jika kita merujuk pada alasan beberapa rektor yang mengeluarkan kebijakan, pelarangan cadar ini bisa didasarkan pada aspek ideologis dan teknis.

Dalam tataran ideologis, menurut rektor UIN Suka, Yudian Wahyudi, kebijakan pelarangan tersebut ditempuh untuk memberi kesan UIN Suka sebagai kampus Islam yang moderat. Menurutnya, cadar yang dikenakan para mahasiswi di lingkungan kampusnya dianggap mengikuti aliran Islam radikal, yang bertentangan dengan Islam moderat. Terlebih lagi, di lingkungan kampusnya sering berkibar bendera HTI (baca: bendera Rasulullah shalallahu alaihi wa salam). Hal ini menimbulkan kesan bahwa UIN Suka dikuasai HTI sehingga Yudian (secara berlebihan mengungkapkan) merasa dikudeta. Ini dalam tataran ideologis.

Sementara dalam tataran teknis, pelarangan ini terkait dengan aktivitas kegiatan belajar mengajar. Menurutnya, jika dalam kegiatan belajar mengajar terdapat mahasiswi yang memakai cadar, maka hal itu akan menimbulkan ketidaknyamanan. Terlebih dalam kondisi ujian, menurut Yudian, para staf pengajar bisa saja tidak mengetahui apakah mahasiswi yang ikut ujian tersebut benar peserta ujian terdaftar ataukah orang lain.

Sebenarnya alasan pelarangan ini berangkat dari satu alasan atau satu dasar, yaitu alasan ideologi saja. Adapun alasan teknis, itu adalah alasan yang kurang penting dan terkesan dibuat-buat. Misalnya, bahwa akan mengganggu kegiatan belajar mengajar. Pada kenyataannya, sebagian korban kebijakan ini diperbolehkan memakai masker penutup wajah. Kalau sama-sama wajahnya tertutup, lantas mengapa pemakaian masker atau penutup wajah diperbolehkan sedangkan pemakaian cadar tidak diperbolehkan? Tentu ini merupakan hal yang aneh dan terkesan dibuat-buat. Karena itu, alasan utama sebenarnya adalah pada alasan ideologis, bukan teknis.

Alasan ideologis adalah alasan yang mendasari kebijakan pelarangan ini. Munculnya istilah Islam radikal, Islam moderat (dan istilah lain yang sejenis) bukanlah dari dalam Islam itu sendiri. Istilah ini sengaja dimunculkan kaum kafir untuk melemahkan Islam dan kaum muslim dengan cara dipecah belah, agar Islam terbagi menjadi dua, yaitu yang radikal dan yang moderat. Islam moderat dipakai untuk umat Islam yang mau berkawan dekat dengan kaum kafir atau mau mengambil pandangan hidup orang kafir, sedangkan Islam radikal dilekatkan kepada umat Islam yang tidak mau berkawan dekat dengan kaum kafir dan tidak mau mendukung pandangan hidup orang kafir.

Inilah model pecah belah yang ditujukan untuk melemahkan orang Islam. Padahal, tidak ada istilah Islam radikal atau Islam moderat. Bahkan sekarang dibuat lagi Islam Nusantara, yaitu Islam yang ‘disesuaikan’ dengan budaya Indonesia. Karena itu, UIN Suka (kampus yang konon katanya adalah kampus Islam) kini sudah tidak lagi cocok dengan iklim keilmuan yang Islami, karena lebih mencondongkan diri dengan pemahaman yang justru memecah belah umat, yaitu mengadopsi pemahaman adanya istilah Islam radikal dan Islam moderat.

Seharusnya, sebagai sebuah lembaga keilmuan, UIN Suka bisa bersikap lebih profesional dan intelaktual dalam mengelola khazanah keilmuan dalam Islam. Bukan secara politis malah menceburkan diri dalam kubangan pemahaman orang-orang kafir yang ingin memecah belah umat Islam. Hanya ada satu Islam, yaitu Islam yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah. Adapun yang menyimpang dari al-Quran dan as-Sunah, itu bukanlah Islam. Jadi, sekali lagi hanya ada satu Islam.

Karena itu, kepentingan apa yang sebenarnya berada di balik kebijakan-kebijakan seperti ini? Jawabannya, adalah kepentingan ideologi. Yaitu tegaknya ideologi sekuler yang disusupkan ke dalam wacara Islam moderat, Islam Nusantara. Hal ini terlihat dari sikap rektor UIN Suka, yang dirinya siap dipecat gara-gara kebijakannya ini. Artinya, rektor UIN Suka sebagai pemegang pemahaman Islam moderat memang siap dipecat dari jabatannya, untuk mempertahankan pandangannya.

Konsep Islam moderat yang diadopsi UIN Suka dan juga universitas-universitas Islam lainnya, sebenarnya adalah pemahaman khas yang merupakan pencampuradukan antara pemahaman Islam dengan pemahaman ideologi sekuler, yang berbasis pada ide tentang liberalisme (kebebasan). Sebagai contoh adalah ide tentang demokrasi. Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam bukunya Demokrasi Sistem Kufur, ide demokrasi berpijak pada empat pilar kebebasan, yaitu kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan berpendapat (freedom of speech), kebebasan berperilaku (personal freedom), dan kebebasan memiliki (freedom of ownership). Tetapi pada praktiknya, negara penganut demokrasi, tidak benar-benar menerapkan prinsip-prinsip demokrasi ini.

Muslimah bercadar, menurut prinsip demokrasi, seharusnya bisa diberikan ruang kebebasan di dalamnya, karena hal tersebut merupakan freedom of religion. Namun, adanya kebijakan pelarangan terhadap pakaian muslimah bercadar, ini merupakan bentuk sikap hipokrit dari para penganut demokrasi, khususnya para rektor berbagai universitas yang melarang penggunaan cadar. Padahal, bagi sebagian muslimah yang mengenakan cadar, itu dipandang sebagai suatu keharusan (terlepas dari adanya ikhtilaf di dalamnya). Sehingga ketika hal tersebut dilarang, maka hal itu akan mencederai hak-hak berkeyakinan (freedom of religion). Padahal, demokrasi sendiri selalu menyerukan bahwa hendaknya negara tidak mengurusi persoalan personal warga negara. Tetapi prinsip ini dilanggar sendiri oleh negara demokrasi dengan berbagai macam alasannya. Inilah bentuk sikap hipokrit negara demokrasi.

Sikap serupa juga sering terjadi di banyak negara Barat yang merupakan pengasong utama ide kebebasan. Tahun 2010, mantan Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw melontarkan pendapat negatif soal hijab dan burqa (cadar) dan ingin melarangnya di Inggris. Padahal Inggris adalah negara tempat dimana ide-ide tentang kebebasan dilahirkan. Pada tahun yang sama, di Prancis, jilbab sempat akan dilarang dipakai di ruang publik dengan alasan bahwa itu adalah simbol-simbol agama, sedangkan simbol-simbol agama hanya boleh dipakai di ruang non-publik.

Hal ini kemudian mendapat kecaman keras dari Dr. Nazreen Nawaz, aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Eropa. Menurutnya, jilbab bukanlah simbol agama, tetapi merupakan kewajiban di dalam agama. Jadi, melarang pemakaian jilbab bagi muslimah, sama artinya dengan mencederai hak-hak beragama. Tahun 2012, di Belanda juga muncul wacana untuk melarang cadar dipakai di tempat publik. Hal ini mendapat tentangan keras dari para muslimah di sana.

Semua ini adalah bentuk clash of civilization, benturan peradaban antara peradaban Barat dengan peradaban Islam. Teori tentang benturan peradaban (clash of civilization) dikemukakan oleh Samuel Huntington pada tahun 1992. Teori clash of civilization dikemukakan sebagai tanggapan dari tulisan The End of History karya Francis Fukuyama, bahwa berdirinya peradaban Barat-Kapitalis sebagai pemenang Perang Dingin adalah akhir dari sejarah pertarungan ideologi.

Samuel Huntington menyatakan bahwa benturan peradaban akan terus terjadi. Termasuk ketika Barat dengan Kapitalismenya menang melawan Sosialis-Komunis, maka tantangan terbesarnya adalah revivalisme (kebangkitan) Islam dan peradaban Cina. Perseteruan antara Barat dengan Cina dan Islam semakin terjadi, dimana Barat akan berhadap-hadapan dengan kelompok-kelompok penyeru kebangkitan Islam, dan juga akan berhadapan dengan kepentingan-kepentingan Cina yang semakin lama semakin menggeser peran Barat. Bisa dikatakan, Indonesia termasuk salah satu ‘medan pertempuran’ untuk memperebutkan pengaruh antara Amerika dan Cina (sebagai negara kapitalis dari Timur, bukan sebagai negara komunis).

Tetapi ternyata di Indonesia tidak hanya Cina yang akan berkuasa, namun juga munculnya kelompok-kelompok revivalis Islam yang sering dicap sebagai kelompok-kelompok Islam radikal. Dan benturan peradaban antara Islam dan Barat inilah yang harus direspon oleh kaum muslim. Bahwa Barat mempunyai strategi untuk melemahkan Islam dan kaum muslim, bukan lagi menggunakan persenjataan atau kekuatan militer, namun dengan menyusupkan agen-agennya ke dalam diri umat, hingga kemudian ‘terciptalah’ istilah Islam moderat dan Islam radikal. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.