Sabtu, 27 April 24

KPK Minta Menkumham Kaji Ulang Remisi Koruptor

KPK Minta Menkumham Kaji Ulang Remisi Koruptor

Jakarta, Obsessionnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengkaji ulang rencana pemberian remisi bagi koruptor. Karena remisi itu diniali sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

“Kami minta dan berharap agar tidak dipermudah, pemberian remisi diperketat. Ini bertabrakan dengan semangat pemberantasan korupsi, tetapi ini domain Menkumham,” ujar Plt Wakil Ketua KPK, Johan Budi di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (16/3/2015).

Johan mengatakan pihaknya siap bantu memberikan masukan terkait pengetatan remisi kepada Menkumham. Hal itu supaya bisa memberikan efek jerah bagi pejabat lain.

“Kami siap kalau diminta masukan. Ini memang domainnya di Kemenkumham. Kalau KPK diajak diskusi, kenapa tidak,” kata Johan.

Ia mengakui KPK tidak pernah dilibatkan oleh Kemenkumham terkait rencana kebijakan tersebut. Bahkan undangan yang disebut-sebut Menkumham telah dikirim ke KPK beberapa waktu lalu tak pernah diterima.

“Katanya sudah diundang, tapi pimpinan KPK belum terima undangannya. Nggak tahu ke mana kalau sudah dikirim,” ucap dia.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna H Laoly tidak sepakat dengan Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2012 tentang pembatasan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi tindak pidana kejahatan luar biasa.

Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus diberikan haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain.

“Jadi napi punya hak remisi, punya hak pembebasan bersyarat, punya hak pendidikan untuk mendapat pelayanan. Hak itu ada,” kata Yasonna.

PP yang ada itu, sebut dia, justru menimbulkan diskriminasi dan bertentangan dengan undang-undang. Yasonna mencontohkan pelaku teror yang harus mendapat persetujuan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) apabila ingin mendapat remisi.

Demikian juga terpidana korupsi dan narkoba yang harus mendapat pertimbangan dari penegak hukum. Syaratnya harus menjadi whistleblower.

Menurutnya, saat seseorang sudah menjalani hukuman pidana, maka itu menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Konsep penahanan yang dilakukan kementeriannya, adalah melakukan pembinaan, bukan pembalasan.

“Jadi kalau sekarang orang sudah ditahan dan memperbaiki (diri) tidak ada gunanya apa-apa, kan diskriminatif,” imbuh dia.

Karena itu, Yasonna mengaku berusaha mengundang berbagai pihak untuk mengkaji kembali keberadaan PP 99/2012 itu. Politisi PDIP itu berpandangan, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah mengembalikan keputusan ke pengadilan.

Apabila memang ingin memperberat hukuman pelaku terorisme, korupsi, atau pun narkoba, sebaiknya diputuskan oleh majelis hakim. “Saya katakan kalau mereka memang mau diberatkan, beratkan pada hukuman, dia tidak whistleblower misalnya,” tandasnya. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.