Sabtu, 27 April 24

Kejahatan Hindu Radikal di India ‘Kesetanan’ Serang Muslim

Kejahatan Hindu Radikal di India ‘Kesetanan’ Serang Muslim
* Aksi kekerasan di India terhadap Muslim

Kejahatan terorganisir Hindu radikal ekstrim terhadap Muslim terus berlanjut dalam kekerasan di ibukota India, New Delhi, dengan perilaku ‘kesetanan’ dan keberingasan.

Menurut surat kabar The Guardian, menyusul protes luas terakhir di India sebagai protes atas Undang Undang Kewarganegaraan yang kontroversial terhadap warga Muslim, kekerasan warga Hindu fanatik terhadap Muslim meningkat tajam pada hari Minggu, 1 Maret.

Berdasarkan laporan ini, publikasi gambar seranga satu kelompok Hindu di New Delhi terhadap seorang pria Muslim berusia 37 tahun yang kembali dari sebuah masjid ke rumahnya telah memicu banyak reaksi.

Laporan The Guardian ini menambahkan, warga Hindu fanatik memukul pria muslim ini dengan tangan, kaki, kayu dan potongan besi.

Dalam empat hari bentrokan di timur laut New Delhi, sejumlah masjid telah dibakar dan sejumlah umat Islam dibakar hidup-hidup di rumahnya atau dipukuli di jalan-jalan.

Menurut laporan The Guardian, polisi Hindu dalam banyak kasus hanya berdiri menyaksikan dan atau bahkan membantu warga Hindu fanatik dan ikut terlibat melakukan kejahatan ini terhadap umat Islam.

Pada bulan Desember, parlemen India mengeluarkan undang-undang yang memberikan kewarganegaraan kepada imigran non-Muslim dari negara-negara tetangga, yang menurut para kritikus adalah bagian dari agenda pemerintah India untuk memarginalkan Muslim dan menghina prinsip-prinsip kesetaraan dalam konstitusinya.

Persaudaraan dua mahasiswa beda agama tercipta saat bersama-sama meliput konflik Hindu Muslim India berdarah yang mengguncang New Delhi karena pro kontra Undang-undang Kewarganegaraan India yang baru.

Sreekanth Sivadasan menyadari teman baiknya Abdulla Shaheen dipaksa untuk menyembunyikan agamanya karena takut perusuh Hindu akan membunuhnya.

“Seandainya mereka tahu dia adalah seorang Muslim, dia akan terbunuh di sana. Situasinya sama buruknya dengan itu,” kata Sivadasan, seorang Hindu, seperti dikutip dari NBC News, 2 Maret 2020.

Persahabatan antar agama telah mendorong mereka untuk bersama-sama mendokumentasikan kekerasan berdarah yang mengguncang India.

Setidaknya 30 orang tewas dan lebih dari 200 lainnya luka di ibu kota India selama tiga hari kerusuhan terkait undang-undang kewarganegaraan yang diusulkan awal pekan ini. Ketegangan mencapai titik didih selama kunjungan Presiden Donald Trump Selasa pekan lalu.

Sivadasan dan Shaheen, keduanya berusia 24 tahun, telah mencatat gelombang kekerasan sejak Desember, ketika polisi memaksa masuk ke kampus universitas Jamia Millia Islamia, tempat keduanya mempelajari jurnalisme. Polisi menembakkan gas air mata ke perpustakaan dan menyerang mahasiswa di dalam masjid kampus.

Sejak itu, Shaheen mengatakan dia telah ditangkap lima kali saat meliput protes. Dia baru saja dibebaskan pada Rabu setelah ditahan semalam karena meliput protes di depan rumah seorang menteri kabinet.

“Saya merasa mati rasa. Kami berusaha untuk tidak memiliki lebih banyak korban. Kami mengatakan kepada polisi, ‘Jangan pukul para mahasiswa yang datang.’ Kami memberi tahu para mahasiswa untuk tidak membalas. Saya agak seperti koordinator massa,” katanya sembari tertawa.

Senin kemarin, Sivadasan mengatakan dia dihentikan dan diancam oleh massa saat meliput.

“Saya dibuntuti oleh gerombolan yang membawa tongkat dan meneriakkan ‘Jai Shri Ram’,” katanya. Ungkapan bahasa Hindi tersebut berarti “Kemenangan bagi Dewa Ram,” dan sering digunakan sebagai salam di India sehubungan dengan Ram Dewa Hindu terkasih, tetapi juga dipakai untuk seruan intimidasi oleh perusuh nasionalis Hindu.

Kerusuhan mulai melanda India setelah pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi yang Hindu radikal ekstrim mengusulkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan, yang akan memberikan peluang kewarganegaraan India bagi non-Muslim.

Pemerintah Modi menegaskan undang-undang itu diperlukan untuk membantu melindungi hak-hak minoritas teraniaya dari Afganistan, Bangladesh, dan Pakistan yang mayoritas Muslim yang menetap di India sebelum 2015, seperti yang dilaporkan Reuters.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia seperti Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengecam undang-undang itu sebagai “diskriminatif secara fundamental” terhadap Muslim India, yang mengisi sekitar 14 persen dari populasi India, atau 180 juta orang. Protes mendukung atau anti undang-undang terpecah dan menjadi konflik sektarian antara Hindu dan Muslim.

Sivadasan telah meliput warga sipil yang diserang karena berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. Satu foto memperlihatkan seorang pemuda dengan cedera kepala serius yang dipukuli saat bersepeda pulang kerja. Yang lain seorang remaja muda tiarap di ranjang troli dalam perjalanan ke rumah sakit setelah ditembak di bagian pinggang.

Dalam gambar lain, seorang pekerja pabrik berdiri dengan syok, berlumuran darah setelah dia ditembak di wajahnya saat duduk di depan rumahnya di Kabir Nagar, sebuah kawasan industri di New Delhi. Istri pria itu menangis ngeri di sebelahnya. Dia mengatakan penyerangnya adalah petugas polisi. Namun, klaim ini tidak dapat diverifikasi NBC News.

Dalam tweet Rabu kemarin, Modi meminta ketenangan. “Kedamaian dan harmoni adalah pusat dari etos kami. Saya memohon kepada saudara dan saudari saya di Delhi untuk menjaga perdamaian dan persaudaraan setiap saat,” tulisnya.

Dalam video yang dibagikan di media sosial dan dianalisis oleh NBC, pengunjuk rasa nasionalis Hindu India terlihat memanjat menara masjid di lingkungan kota Ashok Nagar, merusak simbol bulan sabit di menara dan mengibarkan bendera yang menggambarkan dewa Hindu. (ParsToday/Tmp)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.