Sabtu, 27 April 24

Jangan Balas Fitnah dengan Fitnah

Jangan Balas Fitnah dengan Fitnah

Oleh: Irwan Prayitno*)

Kita tentu sudah tahu, bahkan mungkin sudah pernah merasakan bahwa fitnah itu sangat fatal akibatnya. Gara-gara fitnah dunia bisa terbalik, yang baik bisa dianggap buruk, yang benar bisa dianggap salah, yang hitam bisa menjadi putih.

Yang dimaksud fitnah (arti umum) di sini adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang dan sejenisnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Fitnah juga bisa didefinisikan sebagai komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang dapat mempengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.

Suatu ketika di zaman pemerintahan khalifah Usman bin Affan, masyarakat Mesir dan Irak (saat itu berada di bawah pemerintahan Islam) terkena fitnah dan akhirnya terprovokasi untuk menyampaikan ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Usman. Sejumlah utusan dari Mesir dan Irak lalu mendatangi khalifah Usman di Madinah dan menyampaikan keluhannya. Usman lalu menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Keterangan Usman masuk akal dan dipahami oleh utusan tersebut, mereka puas lalu pulang kembali ke daerah masing-masing dengan hati lega.

Namun dalam perjalanan pulang tersebut mereka bertemu dengan seorang pengendara onta yang sedang tergesa-gesa dengan gerak-gerik mencurigakan. Rombongan lalu mencegat si pengendara onta, lalu menginterogasinya.

Ia mengaku sebagai utusan amirul mukminin Usman Bin Affan yang membawa sepucuk surat untuk disampaikan kepada Amir Mesir. Surat tersebut berisi perintah agar Amir Mesir menyalib, membunuh, dan memotong-motong tangan orang-orang Mesir yang baru saja kembali menghadap khalifah Usman di Madinah. Surat itu seperti asli, karena memakai atribut dan cap khalifah Usman.

Tentu saja hal ini kembali membakar kemarahan dan kebencian sejumlah masyarakat Mesir dan Irak yang imannya lemah dan mudah terprovokasi. Mereka tidak percaya bahwa surat itu palsu, walaupun Usman bersumpah bahwa surat itu bukan berasal darinya. Kelompok pembenci Usman lalu meminta Usman untuk meletakkan jabatan bahkan mengancam akan membunuh Usman.

Menanggapi para pemberontak tersebut, khalifah Usman menyatakan siap mengundurkan diri dan melepaskan jabatannya. Namun para sahabat melarang dan mencegahnya. Lalu terjadilah peristiwa malam kelabu itu. Kota Madinah dikepung oleh kaum bughat. Dua orang pemberontak berhasil menyelinap memasuki rumah khalifah melalui rumah tetangganya. Khalifah Usman terbunuh malam itu, tangannya dipenggal.

Sungguh tragis peristiwa itu. Tangan dan jari Usman dipenggal, padahal tangan dan jari-jari itulah yang selalu setia menemani Nabi Muhammad SAW menuliskan setiap wahyu yang diterima Nabi. Ia adalah seorang tokoh kaya raya namun rendah hati, pemalu dan dermawan.

Tanpa fikir panjang beliau mengeluarkan pundi-pundi emasnya untuk membiayai 30.000 tentara yang diturunkan saat terjadi Perang Tabuk, lengkap dengan onta dan perlengkapannya. Beliau pula yang membeli sumur Ar-Rumah, sumber air utama kota Madinah dengan uang pribadinya dengan harga mahal untuk kemudian diserahkan bagi kepentingan umum.

Itulah bahaya fitnah. Gara-gara fitnah dan provokasi, orang sebaik Usman bin Affan menjadi korban pembunuhan. Mungkin karena itulah Allah sedari dini memperingatkan besarnya bahaya fitnah.

Nabi SAW mengatakan dosa besar yaitu syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh orang dan berkata bohong/fitnah.

Dalam QS 85: 10 Allah S.W.T. berfirman yang artinya,“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang sangat pedih.”

Menyimak ayat-ayat di atas dan memperhatikan realita banyaknya dampak buruk yang disebabkan oleh fitnah, tentulah sangat merugi dan sangat rendah derajat orang-orang yang melakukan fitnah, begitu juga mereka yang membalas fitnah dengan fitnah.

Karena itu jangan balas fitnah dengan fitnah. Biarlah Allah yang membalas dan menghukumnya. Tiada satupun yang terjadi di dunia ini tanpa sepengetahuan Allah dan hukum Allah adalah yang maha adil.

Mulailah segala sesuatu itu dengan cara-cara yang baik, maka ia akan berakhir dengan cara-cara dan hasil yang baik pula. Jika sesuatu dilakukan dengan cara yang salah dan tidak baik, pastilah ujungnya dan hasilnya tidak baik pula.

Pilkada adalah sebuah metode untuk mendapatkan pemimpin yang baik, sesuai dengan aspirasi rakyat yang diharapkan mampu membawa kebaikan bagi daerah ini di masa datang. Mari kita sikapi hasil Pilkada dengan cara-cara yang baik. Hindari fitnah, hindari perpecahan, hindari cara-cara kotor, terlarang dan melanggar aturan. Jika kita lakukan dengan cara yang baik, insya Allah Sumatera Barat menuju kebaikan di masa depan. Amin YRA.

*) Calon Gubernur Sumatera Barat

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.