Jumat, 26 April 24

Jadi Ketum Demokrat, Anas Ketiban Sial

Jadi Ketum Demokrat, Anas Ketiban Sial

Jakarta – Terdakwa kasus suap proyek Hambalang, Anas Urbaningrum mengungkapkan kekecewaannya pernah menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Anas meyakini bahwa ia jadi tersangka bukan karena melakukan Tindak Pidana Korupsi tapi karena menjadi Ketum Demokrat.

‎Menurut Anas, andaikata dirinya tidak dicalonkan menjadi Ketua Demokrat, mungkin nasibnya kedepan tidak seperti ini. Hal itu didasari dengan melihat seluruh isi dakwaannya yang dianggap imajiner dan politisi, bukan berdasarkan pada fakta hukum.

“Menyesal bersedia didorong jadi ketua umum waktu itu. Kenapa waktu itu saya bersedia didorong jadi calon ketum Partai Demokrat. Dalam situasi dinamika internal seperti saya gambarkan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), andaikan saya menolak teman-teman mendorong saya, barangkali tidak ada kejadian,” ujar Anas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (4/9/2014).

Namun, ibarat nasi sudah menjadi bubur, ini adalah kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh Anas untuk berhadapan dengan penyidik, kepada Jaksa dan juga majlis hakim di pengadilan. Rangkaian proses itu, ia anggap sebagai bagian dari episode baru dalam hidupnya.

“Satu hal yang saya syukuri ketemu jaksa dan majelis hakim yang mulia. Ini bagian dari episode hidup yang saya hadapi dan harus saya jalani,” ucapnya.‎

Jika diliat dari masa lalunya, Anas mengaku tidak pernah punya cita-cita untuk menjadi politisi apa lagi menjadi Ketua Demokrat, dan calon presiden. Bekerja menjadi seorang politisi lahir karena dorongan dari teman-temanya yang sejak dulu aktif dalam dunia pergerakan mahasiswa. Namun, secara hati kecil Anas lebih menginginkan untuk menjadi dosen di Jawa Timur.

“Saya lulusan terbaik, saya merasa punya hak jadi dosen, karena itu saya daftar jadi tenaga pengajar dua kali, saya gagal, setelah itu saya tidak punya definisi soal cita-cita,” ujar dia.

Diketahui, dalam surat dakwaannya Anas disebut menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya menghimpun dana untuk kepentingan dirinya.

Kemudian, untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana. Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusahaan Permai Group.

Anas lalu disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116, 525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu. Uang itu berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group. (Abn)

 

Related posts