Jumat, 26 April 24

Inilah Spekulasi Tinggi Politik Jokowi Ketemu Prabowo

Inilah Spekulasi Tinggi Politik Jokowi Ketemu Prabowo

Jakarta, Obsessionnews – Direktur PolcoMM Institute Heri Budianto menilai, pertemuan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor, Jawa Barat kemarin (29/1), merupakan pertemuan sarat makna dan menimbulkan spekulasi politik yang tinggi.

“Pertama, Jokowi ingin menunjukkan, jika KIH (Koalisi Indonesia Hebat) tetap menginginkan pelantikan Komjen Budi Gunawan, maka KMP (Koalisi Merah Putih) menjadi kekuatan politik yang dapat membantunya apabila tidak melantik Komjen BG,” ujarnya di Hotel Grand Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (30/1/2015).

Kedua, lanjut Heri, Presiden Jokowi ingin menunjukkan bahwa dirinya perlu back-up politik luas, terkait apa yang akan menjadi putusannya soal pengangkatan Kapolri.

“Ketiga, ekstrimnya jika KIH nanti tidak sejalan maka harapannya KMP dapat menerimanya, itu yang dibaca kemungkinannya oleh Jokowi,” ungkapnya.

Dalam situasi seperti ini, lanjut Heri, mestinya Presiden Jokowi bisa menahan diri untuk tidak ketemu Prabowo, agar publik tidak mencium aroma bahwa sedang ada masalah dirinya dengan KIH, khususnya PDIP.

“Ketika Jokowi melakukan itu, maka membuat ruang-ruang politik baru yang bisa menimbulkan gesekan makin tajam,” tuturnya.

Menurut dia, Jokowi mesti bisa menahan laju pergerakan politik, dari awal bersikap tegas dengan melantik atau tidak melantik. Karena, Presiden punya hak Prerogatif yang dapat dilakukan kapan saja terkait pengangkatan pejabat Kapolri.

“Sangat disayangkan adalah justru presiden Jokowi memulai ‘Political Game’ yang tanpa disadarinya membuka celah banyaknya pihak memanfaatkan situasi polemik ini,” pungkasnya.

Nampaknya, dugaan bahwa Presiden Jokowi menunda atau tidak segera melantik Komjen Pol BG sebagai Kapolri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, mungkin bisa dimaklumi. Pasalnya, jika dipaksakan melantik BG, maka Presiden dinilai telah menabrak Undang Undang (UU).

Dalam Pasal 1 Angka 6 UU No.28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), disebutkan bahwa asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari KKN.

“Asas tersebut wajib dipatuhi pejabat pemerintahan dalam melaksanakan wewenangnya sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 8 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” tegas Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting.

Menurutnya, kompromi dalam praktik politik menjadi tidak wajar ketika menyangkut nilai-nilai dan prinsip dasar. Oleh karena itu, keberpihakan pada pemberantasan korupsi seharusnya menjadi salah satu nilai dan prinsip dasar seorang pemimpin yang tidak bisa ditawar.

“Pilihan Presiden Joko Widodo untuk menunda, bukan membatalkan pengangkatan tersangka Budi Gunawan, tidak mencerminkan ketegasan dan keberpihakan kepada gerakan antikorupsi di Indonesia. Pilihan penundaan juga menyisakan permasalahan hukum,” tuturnya.

Ada kemungkinan, Komjen Pol BG bakal dijadikan terdakwa. Karena, Pasal 40 UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3). “Oleh karena itu, kami mendorong KPK untuk menuntaskan pengusutan kasus tersangka Budi Gunawan ke tahap penuntutan dan pemeriksaan di muka pengadilan,” desak Peneliti PSHK. (Purnomo)

Related posts