Ini Kriteria Pengganti Ma'ruf Amin di MUI

Jakarta, Obsessionnews.com - Musyawarah Nasional (Munas) ke-10 Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan digelar pada 25- 27 November 2020. Baca juga:Setelah Gedung Diresmikan, Ini Pesan Wali Kota Tangsel kepada MUIPeringati Tahun Baru 1 Muharam 1442, Ini Pesan MUI Munas merupakan permusyawaratan tertinggi organisasi yang memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: Pertama, menilai pertanggungjawaban pengurus MUI periode 2015 - 2020. Kedua, menyusun Garis-garis Besar Program Kerja Nasional 2020 - 2025. Ketiga, menetapkan perubahan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI. Keempat, menetapkan fatwa dan rekomendasi. Kelima, memilih pengurus MUI untuk masa bakti 2020 - 2025. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, ada hal yang berbeda pada penyelenggaraan Munas kali ini, yakni diselenggarakan pada saat pandemi Covid 19 masih belum melandai. Untuk hal tersebut teknis penyelenggaraan dilakukan secara blanded system, yaitu on line dan off line, serta dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Misalnya semua peserta off line harus ditest swab, menggunakan masker, masing-masing peserta disiapkan 1 mic, dan tempat persidangan yang berjarak 1 - 1,5 meter. Halaman selanjutnya "Munas akan membahas rekomendasi dan fatwa antara lain terkait human diploid cell pada vaksin, penggunaan masker saat berihram haji dan umrah, pendaftaran haji melalui utang dan pembiayaan, dan pendaftaran haji pada usia dini," ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya yang diterima obsessionnews.com, Senin (23/11/2020). Ia menambahkan, Munas juga akan memilih Ketua Umum MUI pengganti KH Ma'ruf Amin yang sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden RI. "Dari aspirasi yang kami serap dari berbagai daerah untuk Ketua Umum MUI diharapkan dijabat oleh seorang ulama yang memiliki kriteria sebagai berikut: Memiliki kedalaman ilmu agama (mutafaqqih fiddin), dapat menjaga muru'ah atau harga dirinya (mutawarri'), memiliki kemampuan menggerakkan organisasi (muharrik), tertib dalam memimpin organisasi (munadzdzim), aspiratif dan diterima oleh semua kalangan serta bisa bekerja sama dengan semua pihak," tutur Zainut yang juga Wakil Menteri Agama. Halaman selanjutnya Menurutnya, MUI ke depan akan terus memantapkan peran dan fungsinya dalam melaksanakan tugas amar ma'ruf nahi munkar atau mengajak ke jalan kebaikan (ma'ruf) dan mencegah hal-hal yang dilarang oleh agama (munkar). "Orang sering memahami tugas mulia tersebut secara keliru, seakan-akan kalau mengajak kebaikan itu dengan cara yang lemah lembut, sedangkan kalau mencegah kemungkaran itu harus dengan cara yang keras dan kasar," ujar Zainut. Pemahaman seperi itu, lanjutnya, adalah keliru dan tidak dibenarkan menurut agama. Baik amar ma'ruf maupun nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, santun, berakhlak mulia dan tidak melanggar hukum dan norma susila. "Tidak boleh atas nama mencegah kemungkaran (nahi munkar) dengan kata-kata yang kasar, menebarkan ujaran kebencian, hoax, fitnah, ghibah, namimah dan teror atau membuat ketakutan pihak lain," tegasnya. Halaman selanjutnya Dalam Al-Qur'an umat Islam diperintahkan untuk mengajak atau berdakwah dengan penuh kebijaksanaan (bilhikmah), contoh yang baik (mau'idhotil hasanah) dan berdiskusi dengan cara yang baik (wajadilhum billati hia ahsan). "Jadi amar ma'ruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara-cara yang ma'ruf (baik) bukan dengan cara-cara yang munkar (dilarang agama)," ucap Zainut. Untuk hal tersebut diharapkan Munas ke-10 MUI dapat merumuskan panduan etika dakwah yang dapat dijadikan panduan oleh para dai, muballigh dan tokoh masyarakat dalam menunaikan tugas mulia. (arh)





























