Jumat, 26 April 24

IMF, ‘Binatang’ Apakah Dia?

IMF, ‘Binatang’ Apakah Dia?
* Derek Manangka. (Foto: Facebook Derek Manangka)

Oleh: Derek Manangka, Wartawan Senior

 

“Saya sebenarnya mau memberitahu Pak Moerdiono. Tentang skenario berbahaya bagi Indonesia yang mau dibuat oleh para teknokrat IMF. Tapi pada waktu itu, Pak Moerdiono sudah tidak lagi menjadi anggota kabinet. Akhirnya……..”, begitu salah satu kutipan percakapan saya dengan Anthony Kwek, seorang ekonom Singapura yang pernah bekerja untuk Bank Pembangunan Asia tentang IMF.

Yang dimaksud Anthony Kwek adalah sebuah skenario paket penyelamatan Indonesia dari krisis moneter di tahun 1998. Di mata dia, isi paket itubukan penyelamatan.

Dia tahu isi paket tersebut, sebab sebagai pejabat Bank Pambangunan Asia, dia ikut dilibatkan dalam diskusi dengan IMF dan Bank Dnuia, manakala badan-badan ini merancang sebuah konsep bantuan bagi Indonesia.

IMF dan Bank Dunia berkedudukan di Washington, Amerika sementara Bank Pembangunan Asia, berkedudukan di Manila, Filipina.

Konsesus yang ada, bos IMF selalu dari Eropa sementara Bank Dunia harus Amerika yang sekaligus pemegang saham mayoritas di dua lembaga tersebut. Sedangkan BPA (Asian Development Bank) pemegang saham mayoritasnya Jepang.

IMF, Bank Dunia dan BPA bersinergi “membantu” Indonesia.

Akhirnya, karena tak ada lagi pejabat Indonesia yang bisa dihubungi oleh Anthony Kwek, dengan perasaan murung dan sedih dia hanya berserah.

Dan yang terjadi, setelah Presiden Soeharto menandatangani MoU Penyelamatan dengan Managing Director IMF Michael Camdessus di Cendana, Jakarta, yang terjadi justru krisis baru yang tiba-tiba berubah menjadi krisis multi dimensi.

Antara lain nilai tukar rupiah terhadap semua mata asing, melorot, yang secara politik dan psikologis berakibat ikut melorotkan martabat Indonesia.

Penandatanganan MoU itu sendiri, kelak menjadi bahan gunjingan. Terutama karena sikap atau cara Michael Camdessus, warga Prancis saat menyaksikan Presiden Soeharto menandatangani dokumen tersebut.

Banyak orang Indonesia yang memiliki nasionalisme yang tinggi, merasa tersinggung ataupun sinis dengan cara pejabat tertinggi di IMF tersebut.

Sebab Camdessus yang berdiri sambil melipatkan kedua tangannya di dada, seperti orang yang congkak, seakan ingin mengesankan kepada yang menyaksikan momen tersebut bahwa saat itu ia sedang mendikte seorang manusia yang paling berkuasa di Indonesia.

Soeharto sebagai pemimpin 200-an juta rakyat Indonesia, dibuat IMF tak berkutik.

Cerita ringan Anthony Kwek di tahun 2011 ini saya angkat sebagai sebuah diskurs, mengingat di tahun 2018 ini tengah terjadi perdebatan hangat soal peran IMF di Indonesia.

Perdebatan semakin menarik dan menukik, sebab terjadi perbedaan yang sangat tajam antara Menteri Luhut Panjaitan dan eks Menteri Rizal Ramli.

Biasanya, dua tokoh yang pernah dibesarkan oleh Presiden Gus Dur ini selalu “kompak”. Kali ini Luhut dan Rizal seperti “pecah kongsi”.

Luhut yang ahli militer cenderung lebih pro ke IMF. Sementara Rizal yang pakar ekonomi dan konsultan berbagai lembaga asing,dan pernah sekolah di Amerika justru sangat tidak suka dengan “campur tangan” IMF dalam persoalan yang dihadapi Indonesia.

Sesungguhnya bukan pecah kongsinya itu yang menjadi kepedulian saya. Yang menjadi pertanyaan, mengapa kita lupa akan sejarah kelam yang melanda Indonesia, akibat konsep penyelamatan IMF ?

Peristiwa IMF “menghancurkan” Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Anthony Kwek, terjadi 20 tahun lalu.
Dua puluh tahun, bukanlah jangka waktu yang singkat. Bagi orang yang punya sifat pelupa, bisa jadi semua peristiwa yang terjadi 20 tahun, tak satupun yang melekat dalam ingatannya.

Jadi, inikah yang menyebabkan ada pihak yang sudah tak ingat atau peristiwa tersebut ?

Oh yah mungkin ada yang bertanya, dari mana, bagaimana saya mengenal seorang Anthony Kwek ?

Warga Singapura yang menikah dengan wanita Filipina ini, saya kenal tahun 2011. Dia merupakan salah seorang pemberi testimoni tentang almarhum Menteri Moerdiono..

Testimoninya saya muat dalam buku “Pak Moer dan Poppy Dharsono, The Untold Story”

Kedekatannya dengan Moerdiono, tak ubahnya dengan saudara sekandung. Rumahnya di Auckland, Selandia Baru, sering dia pinjamkan ke Moerdiono dan Poppy Dharsono, manakala pasangan ini ingin liburan di wilayah Selatan.

Terakhir ketemu dengan Anhony Kwek, tahun 2014. Itupun hanya secara kebetulan.

” Nomor hape saya belum berubah,” ujarnya.

Anthony sudah pensiun darri Bank Pembangunan Asia. Dia sekarang bekerja sebagai konsultan bagi beberapa perusahaan dan lembaga di Asia Tenggara.

Melihat panasnya perdebatan soal peran IMF, saya sarankan sebaiknya Presiden Joko Widodo atau para ekonom independen Indonesia, perlu mendengar penilaian ekonom Singapura ini tentang IMF.

Benarkah IMF pernah membuat skenario penghancuran Indonesia yang dikemas dengan sangat rapi, sehingga orang terkuat di Indonesia pada dekade 20 tahun lalu, bisa dikecoh ?

Kalau itu benar, betapa tidak patutnya kita berbaik-baik dan sok orang baik kepada IMF.

Atau mari bangsa Indonesia sama-sama kita bertanya atau berteriak : “binatang” apakah sebenarnya dia  si IMF itu? *****

 

Sumber: www.facebook.com/catatan.tengah

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.