Sabtu, 27 April 24

Hadiri Pertemuan 2nd MMPOPC di KL, Airlangga Paparkan Upaya Indonesia Implementasikan B30

Hadiri Pertemuan 2nd MMPOPC di KL, Airlangga Paparkan Upaya Indonesia Implementasikan B30
* Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto memberikan sambutan. (Foto: dok pribadi)

Kuala Lumpur, Obsessionnews.com — Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mewakili Indonesia dalam pertemuan Kedua Tingkat Menteri Negara-negara Penghasil Minyak Sawit atau 2nd MMPOPC, di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (18/11/2019). Pertemuan itu membahas seputar upaya bersama negara-negara penghasil minyak sawit untuk menghadapi berbagai tantangan global terkait pasar sawit.

Permasalahan tersebut antara lain berupa tudingan diskriminasi sawit di Uni Eropa, kampanye sawit sebagai perusak hutan dan lingkungan, dan upaya pemanfaatan minyak sawit sebagai campuran bahan bakar minyak solar/diesel; bahkan untuk mencapai 100 persen minyak diesel dari minyak sawit.

Pertemuan dihadiri juga dari tuan rumah Malaysia sebagai penghasil utama minyak sawit di dunia dan sejumlah negara produsen lain, yaitu Kolombia, Thailand, Nigeria, Papua Niugini, Ghana, Honduras, serta Brasil. Pertemuan di Hotel Pullman tersebut diagendakan berlangsung selama 3,5 jam secara tertutup bagi media.

Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto hadiri pertemuan 2nd MMPOPC di Kuala Lumpur, Malaysia. (Foto: dok pribadi)

Airlangga Hartarto dalam pertemuan itu memaparkan upaya Indonesia mengimplementasikan B30 atau campuran 30 persen minyak sawit dalam bahan bakar solar/diesel yang dimulai pada Januari 2020. Sebagai informasi, Malaysia baru memulai B20 tahun 2020 atau tertinggal dari Indonesia.

Selain itu, ia menekankan pentingnya dukungan terhadap pekebun sawit kecil yang memproduksi 40 persen minyak dunia. Di Indonesia, Presiden Joko Widodo sangat menitikberatkan keberpihakan pada pekebun sawit kecil tersebut melalui program peremajaan tanaman sawit.

Meski demikian, data Kementerian Pertanian menunjukkan target peremajaan sawit pada 2019 yang ditargetkan mencapai 200.000 hektar baru terlaksana 33.671 ha atau 18,2 persen. Padahal, total target lahan kebun sawit yang harus diremajakan mencapai 2,4 juta ha.

Menteri Industri Utama (Primary Industries) Malaysia, Teresa Kok yang sekaligus membuka acara tersebut menekankan pentingnya penguatan kolaborasi di antara penghasil miyak sawit untuk mengatasi isu dalam industri minyak sawit. Ia menunjukkan perhatiannya pada kebijakan dan peraturan yang dinilai diskriminatif pada sejumlah negara yang menargetkan pada industri minyak sawit.

Meski tak menyebutkan negara-negara itu, saat ini negara-negara di Uni Eropa dan India menunjukkan kebijakan tersebut. Uni Eropa dengan kebijakan Arahan Energi Terbarukan (RED II) menargetkan pada 2021 mulai mengurangi impor minyak sawit untuk campuran bahan bakar dan secara total tak lagi memasukkannya pada 2030. Ini karena tudingan minyak sawit dihasilkan dari pembukaan lahan yang berisiko tinggi bagi lingkungan dan perubahan iklim. India memiliki kebijakan menaikkan tarif impor minyak sawit dari Malaysia.

Teresa Kok mengajak negara penghasil minyak sawit untuk bergandeng tangan melindungi industri minyak sawit tanpa berkompromi dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Ia meyakini industri sawit berkontribusi pada pencapaian SDGs 2030 terutama pada pengentasan warga dari kemiskinan, keamanan pangan, kesehatan, peningkatan jender, dan energi terbarukan. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.