Jumat, 26 April 24

F-PKS DPR: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Dapat Memperburuk Kualitas Penyiaran di Indonesia

F-PKS DPR: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Dapat Memperburuk Kualitas Penyiaran di Indonesia
* Wakil Ketua Komisi I DPR RI asal Fraksi PKS (F-PKS) Abdul Kharis Almasyhari. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, Obsessionnews.com
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dapat memperburuk kualitas penyiaran di Indonesia. RUU Cipta Kerja yang memasukkan kandungan revisi terhadap Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran berpotensi melemahkan peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan menghilangkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP).

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi I DPR RI asal Fraksi PKS (F-PKS) Abdul Kharis Almasyhari  dalam keterangan tertulis yang diterima  obsessionnews.com, Minggu (9/8/2020).

 

Baca juga:

DPR Bahas Omnibus Law, Bisa Memancing Amuk Massa

Tinjauan Kritis The HUD Institute Terhadap Omnibus Law Cipta Kerja

 

“Apabila mekanisme IPP dihapuskan seperti yang tercantum di draft RUU Cipta Kerja, saya khawatir Lembaga Penyiaran tidak lagi berupaya untuk meningkatkan kualitas isi siarannya secara konsisten,” ujar Kharis

Hal ini, lanjutnya, perlu dicermati, karena IPP mengharuskan lembaga penyiaran untuk memperbaiki kinerjanya melalui tahapan evaluasi oleh KPI.

Menurut anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah V ini, regulasi terkait penyiaran seharusnya memperkuat peran KPI sebagai regulator penyiaran, bukan justru melemahkan.

“Dalam Pasal 33 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 mengenai Penyiaran disebutkan, bahwa pemberian dan perpanjangan izin siaran diberikan berdasarkan kepentingan dan kenyamanan publik sebagai konsumen dan penghapusan IPP justru dapat menomorduakan kepentingan masyarakat,” tutur Kharis.

Sebagaimana diketahui Pasal 79 draft RUU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, antara lain pada Pasal 16, 17, 25, 33, 34, 55, 56, 57, dan 58.

Kharis mengingatkan untuk memasukkan ketentuan mengenai digitalisasi dengan sistem single mux. Ia berpendapat bahwa digitalisasi mempermudah dan mempermurah sistem penyiaran di Indonesia, sehingga diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

“Harus ada ketentuan mengenai penyelenggaraan penyiaran yang dilakukan dengan mengikuti perkembangan teknologi analog ke digital, karena berkaitan dengan efisiensi penggunaan spektrum frekuensi penyiaran,” tegasnya. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.