Puisi Taufiq Ismail: Hakim Jangan Ragu Hukum Penista Qur'an

Puisi Taufiq Ismail: Hakim Jangan Ragu Hukum Penista Qur'an
Jakarta, Obsessionnews.comSidang dugaan penista agama yang dilakukan oleh Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masih terus bergulir. Dalam sidang ketujuh yang kembali digelar oleh Pengadilan Jakarta Utara (PN Jakut) di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan pada Selasa (24/1/2017), diwarnai oleh berbagai aksi dan orasi di luar Auditorium. Salah satunya yakni penyair dan sastrawan Taufiq Ismail yang datang mengenakan jaket Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi). Didampingi Ketua Umum Pengurus Pusat Parmusi, Usamah Hisyam, penyair legendaris itu berorasi dengan membacakan dua puisi untuk persidangan Ahok. Puisi pertama yang dibaca Taufiq Ismail berjudul 'Di Laut Mana Tenggelamnya'. Puisi tersebut berisi tentang seseorang yang bertanya tentang beberapa hal. Berikut puisi yang dibacakan Taufiq Ismail: Aku berjalan mencari kejujuran Tak tahu aku di mana alamatnya Aku pergi mencari kesederhanaan Tak tahu aku di mana sembunyinyaAku bertanya di mana tanggung jawab Di laut manakah tenggelamnya?Aku berjalan mencari ketekunan Di rimba manakah dia menghilangnya? Aku berjalan mencari keikhlasan Rasanya sih ada, tapi di mana, ya?Aku berjalan mencari kedamaian Di langit manakah dia melayangnya? Wahai kejujuran dan kesederhanaan Wahai tanggung jawab dan ketekunan Wahai keikhlasan dan kedamaian Di mana gerangan kini kalian? Zaman ini sangat merindukan kalian zaman ini sangat merindukan kalian. Puisi kedua yang ia bacakan yakni berjudul 'Perang Ini Harus Kita Menangkan'. Sebelum membaca puisi tersebut, Taufiq mengutarakan ceritanya di masa lalu. Taufiq mengatakan, apa yang terjadi pada tahun 60-an terulang kembali. Siapa yang mengulangnya?. Tanya Taufiq sebelum membacakan puisi keduanya. "Yang mengulangnya adalah kader-kader dari PKI yang menggunakan topeng-topeng. Mereka memaksakan perang terhadap umat-umat Islam," ujar Taufiq di depan Auditorium Kementerian Pertanian. Dia menambahkan, Kemudian kita bertanya, dalam puisi ini : Masih adakah orang jujur di negeri kita? Masih Adakah? Masih ada. Tapi mereka dibekam bersuaranya. Masih adakah orang waras di negeri kita?Masih Adakah? Masih. Tapi mereka dibuat tidak berdaya Masih adakah orang berakhlak di negeri kita? Masih ada. Tapi mereka dibuat tidak berwibawa Masih adakah orang yang adil di negeri kita? Masih. Mudah-mudahan yang duduk berjajar diatas meja dengan taplak hijau menjatuhkan hukuman tidak ragu-ragu pada penista qur'an. Masih adakah orang ikhlas di negeri kita?Adakah? Masih ada. Tapi mereka dianggap tiada. Tapi saudaraku, tak ada cerita putus asa Kita tak akan angkat tangan menyerah kalah Karena ibarat perang Perang ini harus kita menangkan. Harus kita menangkan. Puisi tersebut menceritakan dan mempertanyakan tentang keberadaan orang jujur dan mengajak orang-orang untuk tidak menyerah dalam berjuang. (Purnomo)