Kamis, 2 Mei 24

Aksi Demo Rempang, Dipiting: Dirangkul atau Dicekik?

Aksi Demo Rempang, Dipiting: Dirangkul atau Dicekik?
* Ilustrasi memiting. (Foto: Anto/obsessionnews.com)

Video berisi ucapan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono viral di berbagai kanal media sosial, khususnya X. Pada Senin (18/9/2023) Panglima menyampaikan instruksi kepada komandan satuan bawahan terkait penanganan demo massa di Rempang, Kepulauan Riau. Video tersebut viral karena ada pernyataan Panglima TNI yang memerintahkan prajuritnya untuk memiting masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi. Piting adalah teknik menggunakan tangan untuk mebuat orang lain tidak bisa bergerak akibat lehernya dikunci.

Ucapan Panglima TNI yang memerintahkan prajurit TNI untuk memiting satu-persatu massa aksi demo dalam konflik di Rempang, bikin heboh dan memunculkan berbagai reaksi komentar di berita media, medsos maupun grup WA. Gara-gara perintah piting ini pun membuat solidaritas masyarakat Melayu membela rakyat Rempang. Banyak komentar miring yang mengecam Panglima TNI atas ucapannya tersebut, bahkan menuai sindiran kritis dari tokoh ulama Ustadz Abdul Somad (UAS) sampai meminta definisi ‘piting’ pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) direvisi. Alasannya, karena kata piting bukan berarti mengapit atau menjepit dengan kaki atau lengan seperti yang tercantum dalam KBBI saat ini. “Mohon agar Kamus Besar Bahasa Indonesia direvisi. Ada makna lain dari kata piting, yaitu merangkul,” tulis Ustaz Abdul Somad lewat status instagramnya @ustadzabdulsomad_official pada Selasa (19/9/2023).

Secara terpisah, Prof Dr Aceng Ruhendi Syaifullh, MHum (Ahli linguistik Forensik) mengutip KBBI menjelaskan bahwa arti kata memiting adalah mengapit atau menjepit dengan kaki atau lengan, contohnya: dengan cepat ia menubruk musuh itu lalu memiting lehernya. Profesor satu-satunya di bidang Linguistik Forensik se-Indonesia ini selanjutnya menegaskan dalam pemaknaan arti memiting, sangat tidak bisa diartikan sebagai makna merangkul, karena sejatinya merangkul itu sama dengan memeluk, namun tidak ke leher, karena biasanya memiting itu mengarahkan tangan untuk mengapit leher dengan sekuat tenaga. Berbeda dengan memeluk yang lebih dominan kearah tubuh namun dengan lembut. Ia pun tidak sepaham dengan penjelasan Kasuspen TNI terkait memiting berarti mememluk. “Itu menjadikan makna bias yang tinggi, apalagi jika dilihat dari kontekstual gestur Panglima TNI saat itu yang mencontohkan bagaimana memiting lawan dengan kuat,” jelasnya.

Dengan alasan lain, pernyataan Panglima TNI Yudi Margono juga mengatakan bahwa memiting dalam arti yang disalahartikan oleh masyarakat itu adalah bahasa TNI, yang sampai saat ini baik itu bahasa medis, bahasa teknologi sudah ada dalam KBBI dengan makna dan arti yang benar, dan sangat tidak bisa disamaartikan bahwa makna memiting adalah merangkul, karena sampai saat ini belum ada kamus TNI. Prof Aceng Ruhendi menjelaskan bahwa dalam kasus tuturan ‘memiting’ yang disampaikan Panglima TNI, terdapat pertarungan wacana dan makna, yang ingin dijadikan justifikasi tindakan represif aparat di Rempang. Bahkan dia tegaskan bahwa peristiwa di Rempang adalah konfirmasi kezaliman sistem kapitalisme liberal yang diterapkan di negeri ini.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa masyarakat tidak salah tafsir “memiting”: yaitu kekerasan dalam perkelahian fisik tanpa senjata. Meski demikian, masih juga ada klarifikasi dari Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono menjelaskan soal pernyataan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono yang memerintahkan prajurit untuk ‘memiting’ pendemo di wilayah Rempang. “Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme yang dapat membahayakan, baik aparat maupun masyarakat itu sendiri, sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk menahan diri,” kata Kapuspen TNI dalam keterangan pers, Senin (18/9/2023).

Dari uraian di atas tentu publik paham makna dari istilah “memiting” yang diucapkan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Apakah memiting itu menjepit leher dengan lengan seperti mencekik atau sekadar merangkul seperti guyonan belaka. Pastilah masyarakat tidak bodoh dengan istilah memiting massa aksi yang protes melawan penggusuran tanah mereka yang dihuni sejak nenek moyangnya jauh sebelum Indonesia merdeka. Apakah memiting sekadar merangkul, padahal aparat bertindak refresif dalam mengatasi aksi demo Rempang, biarlah masyarakat yang kini sudah pintar dan kritis menjawabnya sendiri. (Arief Sofiyanto/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.