Rabu, 8 Mei 24

Agustinus Gondol Doktor Berkat Teliti Pandangan Soekarno tentang Gotong Royong

Agustinus Gondol Doktor Berkat Teliti Pandangan Soekarno tentang Gotong Royong
* Agustinus Wisnu Dewantara bersama keluarga.

Yogyakarta, Obsessionnews.com – Berkat meneliti pandangan Soekarno tentang gotong royong, Agustinus Wisnu Dewantara berhasil menggondol gelar doktor.

Dosen STKIP Widya Yuwana, Madiun, Jawa Timur, ini mengatakan, gotong-royong dapat menjadi dasar nasionalisme Indonesia yang dibangun atas dasar kebersamaan. Bahkan memiliki dimensi kemanusiaan yang justru dapat menjadi pengikat kebersamaan antarbangsa. Sebab, makna gotong royong dalam pandangan Soekarno yaitu kerja bersama-sama, saling bantu, bantu-membantu, kerja sama, musyawarah untuk mufakat dan saling menghargai sebagai bangsa. Meski gotong royong sebenarnya sudah melekat pada jiwa bangsa Indonesia, dalam praktiknya gotong royong harus diejawantahkan dalam etos bersama untuk selalu dan terus diperjuangkan.

“Gotong-royong sebagai sebuah nilai memang bersifat tetap dan objektf adanya, tetapi praktik gotong-royong yang diejawantahkan dalam etos bersama ternyata harus selalu diperjuangkan,” kata Agustinus ketika menyampaikan hasil penelitiannya tentang makna “Gotong -royong menurut Soekarno dalam perspektif Aksiologi Max Scheler” pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Fisafat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (22/7/2016).

Seperti dikutip dari siaran pers Humas UGM, Senin (25/7), di hadapan tim penguji yang diketuai Dekan Filsafat UGM, Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin, Agustinus mengemukan Soekarno mengumandangkan negara gotong-royong dalam pidato1 Juni 1945. Pada saat itu Soekarno hendak menawarkan dasar negara yang mengakomodasi semua elemen bangsa dalam bingkai kebersamaan.

Dewasa ini, kata Agustinus, nilai gotong royong  menemukan tantangan besar dengan berbagai fenomena kerusuhan dan konflik yang merongrong rasa nasionalisme bangsa Indonesia.

Menurutnya, gotong royong layak menjadi nasionalisme Indonesia. Karena itu, nasionalisme Indonesia dibangun atas dasar kebersamaan dan bukan bersifat chauvinistis.

“Gotong-royong memiliki dimensi kemanusiaan yang justru bisa menjadi pengikat solidaritas dan kebersamaan antarbangsa,” ujarnya.

Ia menambahkan nilai gotong-royong dalam paradigma dewasa ini dapat diterjemahkan dengan bersama-sama membangun hidup politik dalam bingkai kebersamaan. Nilai gotong-royong secara khusus mempunyai relevansi langsung pada paradigma Trisakti yang ketiga, yakni berkepribadian sebagai bangsa.

“Oleh karena itu, nilai gotong-royong menyangkut kerpribadian bangsa dan menjadi bagian dari budaya Indonesia,” katanya.

Ia menyinggung program revolusi mental yang didengungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan upaya melakukan revolusi sikap dan karakter sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Korea Selatan. Namun, revolusi karakter memerlukan panduan nilai.

“Bangsa Indonesia tentunya tidak perlu mengimpor nilai dari luar karena ada banyak nilai luhur yang sudah tertanam sejak dahulu kala, yakni nilai gotong-royong,” pungkasnya. (@arif_rhakim)

Baca Juga:

Edward Sabet Doktor di UGM Usai Teliti Sifat Mekanis Beton Karet

Angelo Harumkan Nama UGM di Ajang Internasional

Wow! Ayah dan Anak Kuliah di UGM

Ied Al Munir Raih Gelar Doktor Ilmu Filsafat di UGM

 

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.