Jumat, 26 April 24

Tidak Semua Akrobat Politik Berhasil

Tidak Semua Akrobat Politik Berhasil

Tidak Semua Akrobat Politik Berhasil

Bicara soal akrobat, saya jadi teringat dengan film horror Ghost Rider yang dibintangi antara lain Nicolas Cage. Film ini berkisah tentang perjalanan hidup akrobator. Ada seorang akrobator ulung yang biasa beraksi dengan sepeda motor. Dia adalah pemotor yang hebat sehingga tidak heran di setiap pertunjukannya selalu mengundang decak kagum pemirsa.

Namun seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu ketika jatuh pula. Inilah yang dinamakan takdir, dan setiap manusia pasti tidak akan bisa lari dari takdir, seperti kematian. Demikian pula dengan sang akrobator tadi, Dia harus tewas saat mempertontonkan kepiawaiannya dalam bermotordi atas panggung.

Sengaja saya kutip kisah ini untuk pembelajaran kepada kita bahwa sehebat apa pun bermanuver, berakrobat politik, kita tidak mungkin mampu melawan takdir, dan suatu ketika pasti akan terjungkal juga. Dalam dunia acrobat politik di tanah air, ada suatu pencapaian acrobat politik yang dinilai cukup gemilang. Itu terjadi di Pemilu tahun 1999.

Di Pemilu tahun tersebut pemenangnya adalah PDIP, dan mestinya secara logika politik, partai moncong putih itulah yang pegang kendali, dan sangat wajar jika Ketua Umum DPP Megawati Soekarnoputeri jadi Presiden. Faktanya, Mega gagal jadi Presiden, malah KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) lah yang jadi.

Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang lalu juga banyak sekali terjadi acrobat politik. Salah satunya dimainkan oleh ketua partai yang cukup besar. Dia sudah main acrobat habis-habisan, sudah koprol sampai babak belur. Namun apa yang terjadi? Penonton tidak memberikan apresiasi positif. Sebaliknya penonton mencemooh, mencibir bahkan emoh membayar tiket pertunjukan. Kenapa?

Ini karena pertunjukannya monoton, langkahnya mudah ditebak, tidak memberi kejutan apapun. Lebih dari itu, dia banyak sekali menggunakan pemain pengganti yang kerjanya srugal-srugul, tidak jelas dan tidak tepat, bahkan cenderung melenceng dari plot pertunjukan. Sehingga tidak heran, jika akhirnya gagal total. Kapok?

Ternyata tidak kapok. Jika pepatah mengatakan, jarang terjadi keledai jatuh tiga kali di lubang yang sama. Maka pepatah ini tidak berlaku bagi orang tersebut. Sekarang ini dia kembali berakrobat politik dengan irama yang. Dia cuek bebek dengan cemoohan public, dia menutup mata dan teliga dari pandangan orang-orang yang geleng-geleng kepala karena ndablegnya tersebut.

Pokoknya, dia mau koprol, jika perlu koprol ribuan kali, agar penonton terhibur dan akhirnya mau memberi tepuk tangan. Mungkinkah? Nampaknya akan semakin sulit untuk mendapat simpati public, selagi dia masih berjoged dengan gendang dan irama yang sama. Dan yang harus disadari dan dipahami adalah bahwa dia tidak mungkin bisa melawan takdir.Takdir mengatakan, harus gantian. (Arief Turatno wartawan senior)

Related posts