Jumat, 3 Mei 24

Suu Kyi Dianggap Politisi Rasis

Suu Kyi Dianggap Politisi Rasis

Jakarta, Obsessionnews – Siapa menyangka pejuang dari Myanmar  dan peraih Nobel Perdamaian 2012 Aung San Suu Kyi berkomentar mengenai rasis. Sosoknya yang dikagumi oleh dunia itu, ternyata mendapat kritik kekecawaan bagi para pencinta perdamaian. Pernyataan Suu Kyi dalam menjawab wawancara dengan presenter acara BBC Today Mishal Husain  2013 lalu dianggap tak menunjukkan sikap ketokohannya.

“Tak ada yang memberi tahu bahwa saya akan diwawancarai oleh seorang muslim,” begitu pernyataan Suu Kyi dalam menanggapi penderitaan yang dialami oleh umat muslim di Myanmar. Dalam wawancara Husain telah mempertanyakan sikap Presiden Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang membisu terhadap sentiment anti-Islam dan diskriminasi terhadap etnik minoritas Rohigya. Komentarnya itu tertulis di buku geografi berjudul “The Lady and The General : Aung San Suu Kyi and Burma’s Struggle for Freedom.

Semua orang terkejut dengan pernyataan itu, dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Sebelumnya pejuang demokrasi itu dianggap sebagai sosok penyabar, pejuang, hingga akhirnya dapat merebut kekuasaan di Myanmar. Ungkapannya yang dianggap rasis itu menstimulus dunia internasional untuk menelusuri penerimaan dia terhadap kaum minoritas Muslim di Myanmar.

Merespon hal tersebut Para aktivis Indonesia mengeluarkan petisi Change.org akan diajukan pada Ketua Komite Nobel untuk mencabut Nobel Perdamaian yang pernah diberikan pada Suu Kyi. Menurut para petisi bahwa penerima hadia Nobel Perdamaian bagi mereka yang sungguh-sunggguh menjaga kedamaian. Jumlah Petisi online Cabut Nobel Suu Kyi di Change.org mencapai kurang lebih 7 ribu pendukung. Petisi telah diluncurkan senin, 28 Maret 2016 diharapkan dalam seminggu kedepan dapat meraih ratusan ribu dukungan dari Indonesia dan luar negeri.

Direkturt Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti salah satu penandatangan petisi sangat mendukung gerakan ini. “Tentunya kita kecewa terhadap sikap Suu kyi, telah mendiskriminasi masyarakat Rohigya di Myanmar, padahal ia sudah menerima penghargaan nobel perdamaian,” ungkapnya pada Obsessionnews.com, Rabu, (30/3/2016).

Ray menilai cara-cara Suu kyi lebih dominan memperlihatkan sikap diskriminatis dibanding sebagai tokoh demokrasi anti diskriminasi. “Sikapnya dominan ke sikap politik  diskriminasi, padahal mestinya dia bersikap tidak tergantung pada politik,” harapnya.

Menurut Ray, tidak boleh memandang sepihak hak hidup warganegara dimanapun mereka berada apalagi membedakan secara suku, agama maupun ras. “Pandangan anti diskriminasi harus tumbuh, begitu juga prespekitif Hak Asasi Manusia (HAM) harus kita sensitif baik di Barat maupun di Timur. Makanya kita harus mendorong masyarakat ikut serta menadatangani petisi itu. Begitu juga di Jakarta jangan diam ketika ada diskriminasi atau rasis,” imbaunya. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.