Jumat, 26 April 24

Tujuh Pelajaran dari Kebohongan Ratna Sarumpaet

Tujuh Pelajaran dari Kebohongan Ratna Sarumpaet
* Hariqo Wibawa Satria.

Pertama, untuk kita orang awam tentunya tidak mudah membedakan, ini wajah bengkak akibat dipukul atau karena operasi plastik?. Karenanya begitu melihat wajah Ratna Sarumpaet bengkak, wajar banyak orang langsung bersimpati dan menyampaikan duka bahkan kecaman lewat medsos.

Kedua, untuk para politisi, sesungguhnya mereka banyak awam juga soal ini. Namun di HP mereka ada nomor dokter, polisi, psikolog, psikiater yang bisa diminta tolong mengecek, sebelum memutuskan menggunggah di medsos apalagi konferensi pers. Di sini penting juga setiap organisasi tim sukses merekrut anggota tim dari latar belakang berbeda seperti dokter, psikiater, psikolog, dll.

Ketiga, individu yang bersimpati, mengecam bengkaknya wajah Ratna Sarumpaet di medsos (sebelum ketahuan bohong) bukan saja pendukung Prabowo–Sandi namun juga pendukung Jokowi–Maruf bahkan banyak juga warganet yang selama ini netral. Motif mereka mengecam bisa berbeda, bisa karena kemanusiaan, politik, dan lain sebagainya.

Keempat, individu yang tidak bersimpati, mengecam bengkaknya wajah Ratna Sarumpaet di medsos (sebelum ketahuan bohong) bisa karena beberapa hal: 1) tidak suka atau “haternya” Ratna Sarumpaet, 2) tidak suka Prabowo-Sandi dan kebetulan Ratna Sarumpaet mendukung Prabowo-Sandi, 3) tidak mengikuti kejadian karena sibuk urusan lain, 4) mengikuti kejadian namun berhati-hati sebelum merespon informasi. Tipe nomor empat ini yang luar biasa.

Kelima, sejauh pengamatan saya, media online utama (terverifikasi oleh Dewan Pers) yang memberitakan selalu menuliskan dugaan, bukan menuduh. Apalagi mengarahkan pembaca bahwa pelakunya adalah kelompok tertentu.

Keenam, kasus kebohongan Ratna Sarumpaet ini tergolong luar biasa. Namun terjadi juga dalam versi lain di masyarakat. Misalnya pernah ada kejadian si A menyampaikan ke masyarakat bahwa saudaranya atau pacarnya dibunuh, namun setelah diperiksa cukup lama oleh polisi, psikiater, dan ahli lainnya barulah terungkap. Ternyata si A-lah pembunuhya.

Ketujuh, pola pikir jika A terluka maka pelakunya pasti B berbahaya. Kecurigaan di hati boleh saja. Namun kebiasaan langsung menuduh lewat medsos akan merugikan. Sebaiknya pelajari berbagai pendapat orang yang benar-benar ahli di bidang tersebut sebelum beraktifitas di medsos. Demikian juga, jika ada kejadian serupa RS jangan juga kita langsung menuduh di medsos bahwa ini bohong atau “acting”. Pokoknya tunggu pendapat orang yang benar-benar ahli.

Terakhir, situasi bangsa kita sedang sangat berduka, ada musibah di Palu, Donggala, Lombok dan beberapa daerah lainnya. Karena itu sebaiknya diakhiri berbagai lomba banyak-banyakan posting di medsos atau “lomba trending topik” soal RS dan terkait RS ini di medsos dan internet.

Terima kasih, salam hormat.

Depok, Jawa Barat, Jumat 5 Oktober 2018.

Hariqo Wibawa SatriaDirektur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.