Kemendag Komitmen Jaga Sinergi dalam Evaluasi Kebijakan Impor

Obsessionnews.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan komitmennya menjaga sinergi lintas kementerian dan lembaga dalam mengevaluasi kebijakan impor, khususnya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 hingga 24 Tahun 2025. Kebijakan tersebut sebelumnya lahir dari proses panjang, berupa masukan dari berbagai pihak serta keputusan bersama dalam forum Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Bidang Perekonomian.
Sekretaris Jenderal Kemendag, Isy Karim, menyampaikan bahwa pihaknya terbuka menerima berbagai masukan konstruktif dari kementerian, lembaga, asosiasi pelaku usaha, hingga masyarakat. Menurutnya, hal ini justru menjadi bentuk apresiasi dan pengawasan publik terhadap kebijakan impor yang dijalankan pemerintah.
“Kementerian Perdagangan sangat terbuka terhadap masukan dan usulan terkait pengaturan impor produk tertentu. Namun, tentu harus melalui tahapan yang tepat dan sesuai mekanisme, yakni dibahas dalam Rakortas Bidang Perekonomian sebagaimana diamanatkan PP Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan,” ujar Isy dalam keterangan pers, pada Jumat (5/9/2025).
Isy menambahkan, penerbitan Permendag Nomor 16–24 Tahun 2025 merupakan langkah nyata pemerintah menjalankan deregulasi kebijakan perdagangan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Deregulasi ditempuh melalui dua jalur utama: kebijakan impor dan kemudahan berusaha. Tujuannya untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, mempercepat investasi, serta meningkatkan daya saing industri nasional, terutama sektor padat karya.
Keputusan ini diputuskan dalam Rakortas Bidang Perekonomian pada 6 Mei 2025, yang dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian. Rapat turut dihadiri Menteri Perdagangan, perwakilan Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perindustrian, ESDM, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, serta Kehutanan. Kebijakan impor hasil keputusan Rakortas kemudian diumumkan dalam konferensi pers bersama pada 30 Juni 2025, dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, bersama Mendag Budi Santoso, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Wamenperin Faisol Riza, Wamenkeu Anggito Abimanyu, dan Deputi Bidang Perekonomian Kementerian Sekretariat Negara Satya Bhakti Parikesit.
Salah satu poin penting dari kebijakan ini adalah relaksasi impor untuk empat kelompok barang prioritas, terutama bahan baku dan bahan penolong industri. Misalnya, bahan baku plastik, bahan bakar (etil alkohol/etanol dan biodiesel), serta pupuk bersubsidi. Menurut hasil kajian Regulatory Impact Analysis (RIA), kebijakan ini memberi manfaat signifikan bagi industri hilir, karena akses bahan baku menjadi lebih beragam, harga lebih kompetitif, serta mendorong produktivitas dan daya saing.
“Relaksasi impor bahan baku ini pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan investasi di sektor industri hilir, khususnya yang mengandalkan bahan baku impor sebagai komponen utama dalam produksinya,” jelas Isy.
Selain memberikan dampak positif bagi industri, kebijakan ini juga diproyeksikan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif. Dengan ketersediaan bahan baku yang lebih terjangkau, industri padat karya memiliki peluang lebih besar untuk menyerap tenaga kerja, memperluas kapasitas produksi, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Isy menegaskan, Kemendag tidak hanya berhenti pada penerbitan aturan, melainkan juga berkomitmen untuk memantau dan mengevaluasi implementasi Permendag Nomor 16–24 Tahun 2025 secara berkala. Hal ini dilakukan untuk memastikan kebijakan benar-benar memberi manfaat bagi dunia usaha sekaligus masyarakat luas.
“Pada prinsipnya, Kemendag berkomitmen terus melakukan evaluasi dampak kebijakan impor ini agar benar-benar sejalan dengan tujuan utama: menjaga iklim usaha tetap kondusif, meningkatkan daya saing industri nasional, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” pungkasnya.
Dengan pendekatan sinergis, pemerintah berharap kebijakan impor dapat menjadi instrumen yang bukan hanya mendukung kelancaran industri, tetapi juga memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. (Ali)