Sritex, Warisan Pak Haji Kebanggaan Orde Baru yang Kini Terpuruk

Obsessionnews.com - Tragis. Itulah kalimat singkat yang mungkin bisa disematkan pada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Betapa tidak, perusahaan yang didirikan dari sebuah usaha dagang oleh Haji Muhammad Lukminto pada tahun 1966 di
Pasar Klewer, Solo sampai kemudian menjadi raja tekstil Asia Tenggara kini ambruk tak terkira.
Sritex bukanlah bisnis yang lahir karena fasilitas dari siapapun. Perusahaan itu murni buah tangan dari Muhammad Lukminto yang oleh sebagian orang disapa Pak Haji. Dia bisa dikatakan seorang pebisnis keturunan Tionghoa bertangan dingin. Pria kelahiran Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, ini memulai kariernya sebagai pedagang kain di Pasar Klewer, Solo, dan kemudian mendirikan pabrik tekstil.
Setelah Lukminto meninggal dunia pada tahun 2014, kepemilikan saham mayoritas Sritex dipegang oleh PT Huddleston Indonesia, sedangkan anak-anak Lukminto memegang kurang dari 1% saham. Iwan Kurniawan Lukminto menjabat sebagai Direktur Utama, sementara Iwan Setiawan Lukminto menjabat sebagai Komisaris Utama.
Baca Juga:
Penyelamatan Sritex Jadi Perhatian Nasional
PT Sritex merupakan salah satu contoh keberhasilan industri tekstil di Indonesia yang berkembang pesat pada era Orde Baru. Perusahaan ini menjadi salah satu contoh keberhasilan pengembangan sektor manufaktur di Indonesia pada era Orde Baru.
Sesuai konsep pemerintah Orde Baru yang mengutamakan pengembangan sektor manufaktur sebagai salah satu strategi utama dalam pembangunan ekonomi. Di era kepemimpinan Presiden H.M Soeharto pula Sritex berperan dalam meningkatkan ekspor barang-barang manufaktur Indonesia, termasuk tekstil. Hal ini membantu meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Bahkan Sritex banyak melakukan ekspor seragam militer ke lebih dari 30 negara, termasuk negara-negara NATO. Produk ini memiliki standar kualitas tinggi dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan militer.
Sritex juga memproduksi pakaian pemadam kebakaran yang memiliki nilai tambah tinggi dan standar keselamatan yang tinggi. Pakaian ini dirancang untuk melindungi pemadam kebakaran dari bahaya api dan suhu tinggi. Sampai kemudian produksi juga dilakukan pada pembuatan benang dan kain yang besar, termasuk penenunan dan pemintalan. Produk ini digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai jenis pakaian dan tekstil lainnya.
Selain seragam militer dan pakaian pemadam kebakaran, Sritex juga memproduksi pakaian mode yang stylish dan berkualitas tinggi. Produk ini dipasarkan ke berbagai negara dan digunakan oleh berbagai merek fashion. Walhasil dengan pengalaman lebih dari 50 tahun, Sritex telah menjadi salah satu perusahaan tekstil terkemuka di Indonesia dan telah menembus pasar internasional dengan produk-produk berkualitas tinggi.
Dengan berkembangnya Sritex, banyak lapangan kerja baru tercipta, baik langsung maupun tidak langsung. Ini membantu mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Tak ayal Sritex menjadi bagian dari proses industrialisasi di Indonesia pada era Orde Baru dan mendorong investasi dalam sektor industri, termasuk tekstil, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada sektor pertanian.
Baca Juga:
Dirut PT Sritex Resmi Ditangkap Kejagung
Keberhasilan Sritex di era Orde Baru tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang mendukung pembangunan ekonomi dan industri. Namun kini, dengan faktor internal dan eksternal plus tata kelola manajemen yang buruk Sritex ambruk.
Di akhir 2024 perusahaan ini mengajukan pailit karena beberapa alasan yang kompleks dan terkait dengan kondisi keuangan serta operasional perusahaan serta dampak penjualan yang mengalami penurunan signifikan, baik di pasar domestik maupun internasional.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk persaingan yang ketat dan perubahan preferensi konsumen dan berakibat pada biaya operasional yang tinggi, termasuk biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya. Hal ini membuat perusahaan sulit untuk meningkatkan profitabilitasnya.
Kondisi ini juga semakin diperparah karena Sritex juga memiliki ketergantungan yang besar pada utang untuk membiayai operasionalnya. Hal ini membuat perusahaan rentan terhadap perubahan kondisi keuangan dan ekonomi.
Restrukturusasi hutang gagal, Sritex pun mengajukan pailit sebagai langkah untuk melakukan restrukturisasi utang dan meningkatkan kondisi keuangan perusahaan. Namun, proses pailit ini juga memiliki risiko dan tantangan tersendiri bagi perusahaan dan stakeholders-nya.
Berita mengejutkan pun datang, Pada Selasa, 20 Mei 2025, malam hari sekitar pukul 22.00 WIB Iwan Setiawan Lukminto, Direktur Utama Sritex, ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di kediamannya di Solo. Semakin terpuruklah Sritex, perusahaan raksasa yang pernah berjaya di era Orde Baru dan dibanggakan juga hingga periode kepemimpinan Presiden Jokowi. (Hru)