MK Hapus Presidential Threshold, DPR Diminta Tidak Bermanuver

MK Hapus Presidential Threshold, DPR Diminta Tidak Bermanuver
DPR diminta tak bermanuver mengakali putusan MK yang menghapus presidential threshold. (Ilustrasi)


Obsessionnews.com - DPR diminta tidak bermanuver dengan menaati putusan MK yang menghapus presidential threshold (PT). DPR dikhawatirkan mengubah kembali ketentuan yang dihapus MK ketika merevisi UU Pemilu.

Pengamat politik Ray Rangkut meminta KPK menghentikan cara-cara lancung membegal putusan MK, seperti yang pernah diupayakan pada Agustus 2024 yang lalu, ketika merevisi UU Pilkada.

Baca Juga:
Hapus Presidential Threshold, Kode MK Tolak Pilkada Tak Langsung

"Kita berharap tidak ada upaya kembali DPR untuk mengubah putusan MK ini dengan sebaliknya. Seperti permah mereka lakukan di bulan Agustus 2024 lalu yang menimbulkan perlawanan masyarakat, khususnya mahasiswa dan gen z," kata Ray, di Jakarta, Jumat (3/1).

MK menilai penerapan PT bertentangan dengan konstitusi karena melanggar moralitas, rasionalitas, dan keadilan. Bahkan, dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diputus pada Kamis (2/1), MK menyebut PT bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Bukti Konstitusi Anti-nepotisme dan Politik Dinasti

Menurut Ray, partai-partai politik harus menghormati putusan MK yang menyatakan syarat PT bertentangaan dengan konstitusi. DPR diminta belajar dari peristiwa kemarahan publik dengan mendengungkan peringatan darurat karena menolak revisi UU Pilkada.

Baca Juga:
Pemerintah Hormati Putusan MK yang Menghapus Presidential Threshold

Dia mengingatkan pula, putusan MK menghapus PT sejalan dengan pertimbangan-pertimbangan benteng konstitusi itu dalam perkara-perkara sebelumnya. Misalnya, ketika MK mengoreksi syarat partai politik mencalonkan pasangan calon pada pilkada.

"Jangan lagi ada rekayasa sana-sini yang akan dapat memancing kegusaran publik. Partai politik harus menerima bahwa pandangan mereka tentang PT itu adalah bertentangan dengan konstitusi," ujarnya. (Erwin)