Rido Batal Gugat ke MK, Antara Lemahnya Dalil dan Oposisi Menguat

Obsessionnews.com - Terlepas dari lemahnya dalil, batalnya Ridwan Kamil-Suswono (Rido) menggugat hasil penghitungan suara Pilgub Jakarta patut dipertanyakan. Pengamat politik Ray Rangkuti menilai ada dua penyebab utama Rido tidak menggugat keputusan KPUD yakni lemahnya dalil dan mencegah eskalasi konflik lokal menjadi nasional.
Ray menilai Pilgub Jakarta merupakan mahkota pilkada nasional. Maksudnya, Jakarta masih menjadi barometer dan mendapat perhatian tinggi dari seluruh masyarakat. Artinya, eskalasi politik di Jakarta bisa memengaruhi politik nasional, bahkan memperkuat oposisi.
Baca Juga:
Gugatan Rido Sebatas Rencana, Batal Diuji di MK
“Pilkada Jakarta menjadi titik temu dari kekuatan oposisi Prabowo. Dan terlihat akan membesar jika sengketa Pilkada Jakarta bergulir. Pembesaran kumpulan (oposisi) ini juga akan makin mudah terjadi. Kelompok antioligarki, nepotisme dan cawe-cawe menemukan titik temunya,” kata Ray, di Jakarta, Jumat (13/12).
Menguatnya oposisi, kata Ray, bakal menggeser isu sengketa Pilgub Jakarta menjadi tata kelola politik nasional pemerintahan Presiden Prabowo. “Pilkada Jakarta akan dapat naik eskalasi menjadi politik nasional. Dalam titik inilah, langkah sengketa ke MK itu menjadi blunder,” urainya.
Baca Juga:
Pram-Rano Menang 1 Putaran, Rido Melawan
Dia meyakini para elite parpol koalisi menyadari potensi ini. Besar kemungkinan batalnya gugatan Rido ke MK karena sikap para elite KIM Plus. “Mungkin karena itu, elite KIM memutuskan sengketa Rido ke MK dibatalkan,” ujarnya.
Selain itu, Ray menyebut, lemahnya dalil turut memengaruhi batalnya upaya menggugat ke MK. Dia menilai dalil Rido tak cukup menunjukkan adanya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada Pilgub Jakarta.
Baca Juga:
Akui Kekalahan, PKS: Rido Kalah karena Efek Anies, Bukan Ahok
“Dengan hanya membawa satu kasus saja yakni pemilih yang tidak mendapatkan formulir C6, sangat jauh dari kemungkinan adanya skema TSM. Di MK, selain karena manipulasi suara, maka koreksi atas hasil pilkada akan sulit dikabulkan jika pelanggarannya tidak bersifat TSM,” tuturnya.
Menurutnya, adanya fakta warga tidak menerima formulir C6 bukan kerangka kecurangan TSM. Hal itu hanya cukup menunjukkan kurang profesionalnya penyelenggara pemilu.
“Tapi akan sulit dikategorikan sebagai pelanggaran yang membuat hasil pilkada tidak sah. Maka permintaan agar dilakukan pencoblosan ulang di beberapa TPS juga akan sulit dikabulkan karena kesulitan memastikan apakah benar formulir C6 memang tidak dibagikan atau semata karena alasan teknis lainnya,” kata Ray. (Erwin)