Kisruh RUU Pilkada, DPR Harus Setop Revisi UU TNI, Polri dan Wantimpres

Obsessionnews.com – DPR diminta belajar dari penolakan keras masyarakat terhadap RUU Pilkada dengan menghentikan pembahasan revisi UU kontroversial yang lain. Sederet RUU bermasalah yakni RUU TNI, RUU Polri, RUU Wantimpres, dan RUU Penyiaran.
Peneliti senior Imparsial Al Araf menyebutkan, DPR harus peka dengan tidak menyusun RUU bermasalah yang berdampak serius kepada kehidupan negara demokrasi, hukum dan HAM. Apalagi dilakukan terburu-buru, tertutup, dan tanpa menyerap aspirasi publik.
Baca juga: RUU TNI: Jalan Mundur Reformasi Militer
“Sudah tentu UU yang akan dihasilkan akan sangat jauh dari kepentingan publik dan hanya demi kepentingan segelintir elite kelompok kekuasaan,” kata Al Araf di Jakarta, Minggu (25/8).
Peristiwa pembahasan RUU Pilkada merupakan contoh telak betapa DPR membangkang putusan MK sehingga menimbulkan reaksi perlawanan publik. DPR yang masa kerjanya bakal berakhir pada 30 September 2024 membegal putusan MK terkait aturan soal batas usia dan syarat dukungan partai calon kepala daerah menjadi sikap politik ugal-ugalan dalam hal legislasi.
Baca juga: Bahas RUU TNI-Polri, Pemerintah-DPR Jangan Tutup Telinga
Selain RUU Pilkada, kata Al Araf, DPR-pemerintah juga tengah memaksakan pembahasan sejumlah RUU bermasalah. RUU tersebut yakni RUU TNI, RUU Polri, RUU Penyiaran hingga RUU Wantimpres untuk menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dulu telah dibubarkan oleh gerakan Reformasi 1998.
“Pemaksaan pembahasan terhadap sejumlah revisi UU/ RUU tersebut sangat kental aroma kepentingan elite kekuasaan dan kelompok tertentu dan bukan untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.
Baca juga: Ketua DPR Wanti-wanti Revisi UU Wantimpres Jangan Tabrak Konstitusi
Menurutnya, Revisi UU TNI untuk memberikan ruang luas bagi TNI aktif menduduki berbagai jabatan sipil, menghapus larangan berbisnis bagi anggota TNI, dan memberikan kewenangan penegakan hukum kepada TNI AD, sangat krusial. Begitu pula dengan RUU Polri yang memberikan kewenangan penyadapan tanpa terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan.
Kinerja DPR yang menghidupkan kembali pasal-pasal inkonstitusional dalam merevisi RUU Pilkada, dikhawatirkan diterapkan pula dengan merevisi UU TNI dan Polri. Untuk mencegah masifnya perlawanan massa di akhir periode DPR, diharapkan pembahasan UU yang kontroversial dihentikan.
“Karena selain secara substansi akan merusak demokrasi, negara hukum, melanggar Konstitusi, kental aroma kepentingan elite politik, secara prosedur juga telah mengabaikan hak konstitusional warga negara untuk didengar dan berpartisipasi secara bermakna dalam proses pengambilan kebijakan tersebut,” tuturnya. (Erwin)