Golkar Tampil Ciamik dalam 12 Kali Pemilu

Golkar Tampil Ciamik dalam 12 Kali Pemilu
Oleh: Arif Rahman Hakim, Jurnalis Senior   BERBICARA tentang politik di Indonesia tentu kurang afdol kalau tak menyinggung Golongan Karya (Golkar). Partai politik (parpol) berlambang pohon beringin dan sering disebut Partai Beringin ini merupakan parpol tertua di tanah air.   Baca juga: Airlangga Tanggapi Kemungkinan Peluang Aklamasi di Munas Golkar     Sejarah Golkar bermula pada tahun 1964 dengan berdirinya Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar di era Orde Lama di masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Sekber Golkar didirikan oleh golongan militer, khususnya perwira TNI Angkatan Darat yang menghimpun berpuluh-puluh organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan nelayan. Sekber Golkar didirikan pada 20 Oktober 1964. Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta ormasnya dalam kehidupan politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat. Sekber Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan karya murni yang tidak berada di bawah pengaruh politik tertentu. Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional Sekber Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Semula anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga mencapai 291 organisasi. Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam tujuh Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu: 1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) 2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) 3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) 4. Organisasi Profesi 5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM) 6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI), dan 7. Gerakan Pembangunan. Golkar pertama kali menjadi peserta Pemilu 1971, yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pemilu 1971 juga adalah pemilu kedua di Indonesia setelah diselenggarakan Pemilu pertama di era Soekarno yakni tahun 1955. Soeharto yang berasal dari militer dan menjadi Ketua Dewan Pembina Golkar berkepentingan besar agar Golkar berjaya di Pemilu 1971. Pemilu 1971 yang memperebutkan 360 kursi DPR itu diikuti 10 peserta, yakni Partai Katolik, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Golkar, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Golkar yang didukung pemerintah, berhasil menjadi juara dengan meraih 236 kursi. Partai NU memperoleh 58 kursi, Parmusi (24), PNI (20), PSII (10), Parkindo (7), Partai Katolik (3), dan PERTI (2). Sedangkan Murba dan IPKI gagal menempatkan kadernya di parlemen. Tahun 1973 rezim Soeharto melakukan fusi atau penggabungan partai politik. Tanggal 5 Januari 1973 Partai NU, Parmusi, PSII, dan PERTI berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Lima hari kemudian, 10 Januari 1973, PNI, Parkindo, Partai Katolik, Murba, dan IPKI berfusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada tahun 1977 digelar Pemilu yang diikuti tiga peserta, yakni PPP, PDI, dan Golkar. Pemerintahan Soeharto selanjutnya menggelar Pemilu lima tahun sekali, yakni 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam Pemilu-pemilu tersebut tetap diikuti PPP, PDI, dan Golkar. Pemilu 1977 memperebutkan 360 kursi DPR. PPP memperoleh 18.743.491 suara (29,29%) atau 99 kursi, Golkar 39.750.096 suara (62,11%) atau 232 kursi, PDI 5.504.751 (8,60%) atau 29 kursi. Pada Pemilu 1982 Golkar meraih 48.334.724 suara (64,34%) dan 242 kursi, PPP 20.871.880 suara (27,78%) atau 94 kursi, PDI 5.919.702 suara (7,88%) atau 24 kursi. Pada Pemilu 1987 Golkar mendapat 62.783.680 suara (73,11%) atau 299 kursi, PPP 13.701.428 (15,96%) atau 61 kursi, dan PDI memperoleh 9.384.708 suara (10,93 persen) atau 40 kursi. Pada Pemilu 1992 Golkar memperoleh 66.599.331 suara (68,10 persen) atau 282 kursi, PPP 16.624.647 suara (17,00%) atau 62 kursi, dan PDI 14.565.556 suara (14,89%) atau 56 kursi. Pada Pemilu 1997 Golkar memperoleh 84.187.907 suara (74,51%) atau 325 kursi, PPP 25.340.028 suara (22,43%) atau 89 kursi, PDI 3.463.225 suara (3,06%) atau 11 kursi. Ini berarti selama enam kali Pemilu di era Orba Golkar selalu tampil jadi juara, dan hal ini semakin memperkuat kekuasaan Soeharto. *** SOEHARTO yang berkuasa sejak tahun 1966 atau selama 32 tahun akhirnya tumbang akibat gelombang reformasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat. Sang Jenderal Besar TNI (Purn) ini mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie pada 21 Mei 1998. Berakhirlah era Orba, digantikan era reformasi. Selanjutnya Habibie membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan dan melakukan reformasi di berbagai bidang, termasuk reformasi politik. Pemerintahan Habibie mengizinkan berdirinya partai-partai baru, dan mempercepat pelaksanaan Pemilu dari semula pada tahun 2002 menjadi tahun 1999 . Pemilu 1999, yang merupakan pemilu pertama di era reformasi, diikuti 48 parpol, satu di antaranya partai lama, yakni Golkar. Banyak pengamat yang memprediksi Golkar yang berbau Orba akan habis di Pemilu 1999. Namun, ternyata prediksi itu meleset jauh. PDI Perjuangan (PDIP) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri menjadi juara I dengan memperoleh 35.689.073 suara (33,74%) atau 153 kursi DPR. Sementara itu Golkar yang dinakhodai Akbar Tandjung meraih juara II dengan memperoleh 23.741.749 suara (22,44%) atau 120 kursi. Pada Pemilu 2004 yang diikuti 24 parpol Partai Beringin yang masih dipimpin Akbar Tandjung tampil sebagai kampiun dengan menyabet 24.480.757 suara (21,58%) atau memperoleh 127 kursi DPR. Posisi kedua ditempati PDIP yang mendapat 21.026.629 suara ( 18,53%) atau 109 kursi. Pasca Pemilu 2004 terjadi suksesi di tubuh Golkar. Akbar Tandjung digantikan Jusuf Kalla yang saat menjadi Wakil Presiden. Golkar di bawah kepemimpinan JK bertempur di Pemilu 2009 yang diikuti 38 parpol. Hasilnya adalah Golkar menjadi runner-up dengan memperoleh 15.037.757 suara (14,45% ) atau 106 kursi. Dan yang tampil sebagai juara I adalah Partai Demokrat yang meraih 21.703.137 suara (20,85%) atau 148 kursi. Golkar kembali berlaga di Pemilu 2014 yang diikuti 12 parpol. Kali ini Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie menduduki peringkat kedua di bawah PDIP. Golkar mendapatkan 18.432.312 suara (14,75,%) atau 91 kursi. Sedangkan sang juara, PDIP, memperoleh 23.681.471 suara (18,95%) atau 109 kursi. Selanjutnya Golkar yang dipimpin Airlangga Hartarto bertarung di Pemilu 2019 yang diikuti 16 parpol. Adapun tiga besar pemenang pemilu adalah PDIP yang mendapat 27.053.961 suara (19.33%) atau 128 kursi DPR, Gerindra mendapat 17.594.839 suara (12.57%) atau 78 kursi DPR, dan Golkar mendapat 17.229.789 suara (12.31%) dan 85 kursi. Perolehan suara Golkar memang kalah dengan Gerindra, namun Golkar unggul dalam perolehan kursi DPR, sehingga menempatkan Golkar peringkat kedua di parlemen setelah PDIP. Masih dikomandoi Airlangga Golkar kembali terlibat dalam pertempuran sengit di Pemilu 2024 yang diikuti 18 parpol. Berdasarkan hasil rekapitulasi nasional yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/3/2024) malam PDIP meraup suara terbanyak yakni 25.387.279 suara (16.72%), diikuti Golkar 23.208.654 suara (15.29%), dam Gerindra 20.071.708 suara (13.22%). Mengenai kepastian perolehan kursi DPR menunggu hasil gugatan hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi. Diprediksi PDIP memperoleh 110 kursi, Golkar 102 kursi, dan Gerinda 86 kursi. *** GOLKAR memang tampil ciamik dalam 12 kali Pemilu dari Pemilu 1971 hingga Pemilu 2024. Atau dengan kata lain Golkar mengakar kuat di hati rakyat. Partai Beringin menunjukkan kehebatannya di era Orba. Kemudian masih perkasa sejak era reformasi dengan bukti tak pernah keluar dari dua besar dalam perolehan kursi DPR. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus mengungkapkan, pada tahun 2004 silam saat partai ini dipimpin Akbar Tanjung mendapatkan suara cukup besar dan dikonversi menjadi sejumlah kursi. "Tapi setelah tidak dipimpin lagi oleh Pak Akbar Tanjung suara Partai Golkar terus merosot," tuturnya di DPP Partai Golkar Jakarta, Kamis (21/3/2024), dikutip dari bisnis.com. Selanjutnya, kata Lodewijk, memasuki tahun 2019, sejak dipimpin oleh Airlangga Hartarto nama Partai Golkar kembali naik dan dapat 17.229.789 suara atau dikonversi menjadi 85 kursi di DPR. "Kemudian pada pemilu 2024 ini, suara sah Partai Golkar naik lagi menjadi 23.208.654 suara sah nasional. Jadi ada kenaikan tiga persen," katanya. Sementara itu Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, sejak Pemilu di Orde Baru puluhan tahun lalu Golkar tidak pernah keluar dari dua besar partai politik pemenang Pemilu. Dia menjelaskan kemenangan Golkar pada Pemilu 2024 merupakan hasil kerja dari seluruh jajaran Golkar di seluruh Indonesia untuk semua tingkatan. "Kami mengalami kenaikan bukan hanya pada DPR RI, tapi juga DPRD provinsi dan juga kabupaten kota. Kemenangan total sekaligus menang pemilihan presiden," ujar Doli. Pemilu 2024 menyuguhkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden (Pilpres) yang digelar secara bersamaan. Golkar tak mengajukan kadernya berkompetisi di Pilpres, namun mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres yang berduet dengan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka. Duet Prabowo - Gibran juga diusung oleh Gerindra, PAN, dan Partai Demokrat, serta didukung PSI. Pilpres 2024 diikuti tiga pasangan capres-cawapres, yakni Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo - Gibran nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. Anies - Muhaimin diusung NasDem, PKS dan PKB, serta didukung Partai Ummat. Sementara itu Ganjar - Mahfud diusung PDIP dan PPP, serta didukung Hanura dan Perindo. Golkar berandil besar memenangkan Prabowo - Gibran. KPU menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024. “Hasil Pemilihan Umum secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu sampai dengan Diktum Kelima ditetapkan pada hari Rabu tanggal 20 bulan Maret tahun 2024 pukul 22.18.19 menit WIB,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (20/3/2024) malam dikutip dari Antara. Hasyim mengungkapkan, Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara. Sementara itu, lanjut dia, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapatkan 27.040.878 suara. Adapun total surat suara sah, menurut dia, berjumlah 164.227.475 suara.