Kasman Singodimedjo, Muhammadiyah, dan PPP

Oleh: Lukman Hakiem, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI 2004-2007 Prof. Dr Mr. R.H. Kasman Singodimedjo (1904-1982) adalah pemimpin di masa kritis. Di masa awal kemerdekaan, menurut Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution, adalah lazim kalangan pemuda dan pejuang menyebut trio pemimpin Republik: Sukarno-Hatta-Kasman. Ketika itu Kasman adalah tokoh militer Indonesia paling depan. "Hanya dengan kepemimpinan trio Soekarno-Hatta-Kasman, rakyat dapat digerakkan secara massal,” kata Nasution. Lebih lanjut mantan Menko Hankam/Kasab itu mengingatkan, untuk tampil sebagai pemimpin di saat-saat genting, saat berbahaya, ketika masih banyak tokoh yang ragu-ragu dan masih banyak pula yang belum mau menampilkan diri, pasti diperlukan kepemimpinan yang bersifat pelopor. "Ketrampilan, ikut memimpin negara atau tentara pada saat yang amat kritis, tidak akan datang dari "pemimpin-pemimpin rutin." Tugas memimpin di masa kritis pasti jauh lebih berbahaya dan bersifat lebih menentukan bagi nasib bangsa, dibanding dengan, misalnya, masa di mana negara dan tentara telah tegak terkonsolidasi. Sejarah mencatat sosok Kasman sebagai pemimpin di masa kritis yang memenuhi persyaratan berbeda dengan persyaratan pemimpin di "masa rutin" Ketika Kasman Dihadapkan pada Kepentingan Umat, Bangsa, dan Muhammadiyah Sejak usia remaja, hingga tutup usia, tanpa terputus, Kasman aktif di Muhammadiyah. Karena kecintaannya kepada Muhammadiyah, Kasman menyediakan waktunya untuk menjadi Kepala Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jl. Menteng Raya 62 Jakarta. Untuk posisinya itu Kasman menyebut dirinya sebagai “penjaga warung”. Sebagai "penjaga warung" tiap hari Kasman berkantor di Menteng Raya 62 tanpa sesuatu jaminan dari PP Muhammadiyah. Dari rumahnya di Cempaka Putih, Kasman bolak-balik ke Menteng Raya 62 dengan naik bus kota, dibonceng sepeda motor, atau naik apa saja. Dalam kecintaannya kepada Muhammadiyah, pernah dengan rasa sedih, Kasman menyatakan kesediaannya untuk keluar dari Muhammadiyah. Itu akan dilakukan oleh Kasman justru untuk menyelamatkan Muhammadiyah. * Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 1977, muncul perbedaan pendapat di kalangan PP Muhammadiyah. Aliran pertama berpendapat, Muhammadiyah sebagai organisasi yang ingin menjunjung tinggi agama Islam, harus turut aktif dalam kampanye untuk memenangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan hasil fusi dari empat partai politik Islam: Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Perti, dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), lepas dari segala kekurangan dan kelemahan di dalam PPP. Dukungan kepada PPP dimaksudkan untuk memenangkan Islam. Sebab pada Pemilu 1977 PPP satu-satunya partai yang dapat digunakan untuk menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia. Turut aktif dalam Pemilu adalah hak rakyat, tanpa memperhatikan apakah dia dari organisasi politik atau bukan. Aliran kedua berpendapat, demi keselamatan dan kelanjutan hidup Muhammadiyah adalah Muhammadiyah jangan turut dalam kampanye PPP. Pengalaman yang mengakibatkan kelumpuhan Muhammadiyah di beberapa daerah akibat keaktifan Muhammadiyah dalam kampanye untuk memenangkan Parmusi pada Pemilu 1971 sampai menjelang Pemilu 1977 belum terobati. Berkali-kali rapat pleno PP Muhammadiyah dilangsungkan, tetapi belum juga mencapai titik temu. Dalam situasi nyaris buntu, Kasman berbicara,”Demi kepentingan umat Islam Indonesia, saya memilih turut aktif dalam kampanye PPP, dan demi keselamatan dan kelanjutan hidup Muhammadiyah, saya bersedia menarik diri dari keanggotaan Muhammadiyah." Dengan sikap tegas Kasman, akhirnya rapat pleno PP Muhammadiyah memutuskan pemimpin-pemimpin Muhammadiyah secara pribadi dapat turut berkampanye untuk PPP dengan syarat tidak membawa-bawa nama dan simbol Muhammadiyah. Pada Pemilu 1977 Kasman yang bukan caleg dan bukan pengurus PPP, aktif mengampanyekan PPP. Untuk kampanye itu Kasman menempuh perjalanan hidup sampai ke Maluku, dan rela meninggalkan rumah selama berhari-hari. Sesudah Pemilu selesai, dan para caleg dilantik, Kasman kembali kepada tugasnya sebagai “penjaga warung”. Apakah pemimpin dan kader PPP masa kini masih ada yang mengingat tokoh Muhammadiyah dan pejuang ikhlas PPP, Prof. Dr. Mr. R.H. Kasman Singodimedjo, dan menjalin silaturahim dengan keluarga besar Kasman? Wallahu a'lam. []