Protes Kabasarnas Jadi Tersangka, Sejumlah Jenderal TNI Unjuk Rasa "Gerudug" KPK

Tampaknya ini kejadian langka sepanjang sejarah, karena biasanya yang menggelar aksi unjuk rasa adalah aktivis atau mahasiswa. Kali ini, baru pertama kali terjadi sejumlah jenderal TNI (AD, AU, dan AL) aktif melakukan unjuk rasa menggerudug gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (28/7/2023) sore, memprotes buntut penangkapan atau operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap Kepada Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya TNI Henri Alfiandi pada Rabu (26/7). Yang menjadi masalah, KPK juga menetapkan Kabasarnas sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap/korupsi pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan senilai Rp88,3 miliar. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengumumkan dalam konferensi pers, Rabu (26/7) setelah OTT itu juga, bahwa Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto ditetapkan menjadi tersangka karena diduga menerima suap/korupsi dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sekitar Rp88,3 miliar dari beberapa vendor pemenang proyek. Rombongan petinggi TNI jenderal bintang dua yang menggeruduk gedung KPK pada Jumat sore itu dipimpin langsung Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko. Ujung-ujungnya, akhirnya pimpinan KPK meminta maaf kepada para pentolan TNI tersebut. Usai audiensi dengan rombongan militer yang dipimpin Danpuspom, KPK mengakui ada kekeliruan dalam penetapan tersangka dari unsur militer. "Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai "digeruduk" petinggi TNI. Danpuspom TNI mengatakan, penetapan tersangka prajurit aktif TNI oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Basarnas, telah menyalahi aturan. Merujuk pada Pasal 10 UU 14/1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman ada 4 peradilan yakni umum, militer, tata usaha negara (TUN), dan agama. Jka ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan KPK yang menanganinya. Oleh sebab itu, Mabes TNI menyatakan keberatan atas penetapan tersangka anggotanya. "Karena militer/tentara punya ketentuan aturan sendiri," tegas Danpuspom TNI dalam jumpa pers di Mabes TNI, Jumat (28/7) siang. Namun bagaimanapun juga Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memuji KPK yang melakukan OTT terhadap Kabasarnas, sebagai bukti pengawasan e-katalog dilakukan. Ia juga meminta agar KPK dapat mengusut hingga tuntas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan barang Basarnas. Mantan Ketua MK ini pun menyebut bahwa korupsi di proyek pengadaan alat deteksi korban di reruntuhan membuktikan adanya penyelewengan terhadap sistem pengadaan barang dan jasa di kementerian, e-Katalog. Dengan demikian langkah KPK untuk melakukan OTT (penangkapan) dinilainya sudah tepat. Pasalnya, siapa pun yang mengakali lelang harus ditangkap. Pokoknya, semua yang melanggar aturan dan merugikan keuangan Negara itu korupsi, kata Mahfud. Kabasarnas telah "tergelincir" kasus katalog elektronik (e-katalog) yaitu sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang/jasa tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah. Sedangkan e-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem e-katalog. Oleh karena itu, pemerintah didesak melibatkan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) dalam proses pengadaan barang dan jasa secara online atau e-procurement. Hal ini bertujuan untuk menutup celah praktik suap seperti yang diduga terjadi di Basarnas. Sebab menurut peneliti dari Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola, modus penyelewengan yang berlangsung dalam lelang online terjadi hampir di semua tahapan. Dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang di Basarnas, KPK menyebut terjadi persekongkolan antara pejabat di dalam instansi dengan perusahaan peserta lelang sebelum tender dibuka. Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B Pandjaitan beberapa kali mengatakan digitalisasi bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah dan mengurangi kasus korupsi di Indonesia. Bahkan Luhut yakin pencegahan korupsi melalui digitalisasi ini bisa menekan jumlah kasus penyelewengan dana. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan KPK adalah dengan menjalankan e-katalog, memberlakukan Aplikasi Pengawasan PNBP dan Tata Niaga Minerba (Simbara) untuk sistem logistik dan National Single Window. Namun kenyataan/faktanya Kabasarnas kini menjadi tersangka korupsi karena diduga mengakali e-katalog? Adapun ketiga proyek Basarnas yang menjadi sasaran dari kasus suap ini antara lain pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan, pengadaan public safety diving equipment, dan pengadaan Remotely Operated Vehicle (ROV) untuk Kapal Negara SAR Ganesha. Proyek-proyek di Basarnas tersebut merupakan tender pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Basarnas yang dapat diakses secara umum. Adapun sistem pengadaannya yakni menggunakan mekanisme lelang dari e-katalog. Artinya, ekosistem digital tersebut justru diduga menjadi alat untuk melakukan tindak pidana suap oleh Kabasarnas dan sejumlah pihak swasta. (Red)