Politisi Senior PPP: MK Inkonsistensi bila Ubah Pemilu 2024 Jadi Proporsional Tertutup

Politisi Senior PPP: MK Inkonsistensi bila Ubah Pemilu 2024 Jadi Proporsional Tertutup
Obsessionnews.com - Beberapa waktu lalu mencuat isu Mahkaman Konstitusi (MK) membuat keputusan mengubah sistem Pemilu 2024 menjadi proporsional tertutup bagi anggota legislatif. Hal ini sontak mengundang penolakan dari banyak pihak, seperti delapan partai politik di DPR, yakni Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai NasDem, dan Partai Gerindra yang kompak menolak sistem proporsional tertutup atau coblos partai pada Pemilu 2024. Politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha juga angkat bicara soal sistem Pemilu 2024 apakah proporsional tertutup (mencoblos partai) atau terbuka. Menurutnya, masalah ini bukan kali pertama. Sebab pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun, empat bulan menjelang pelaksanaan Pemilu 2009, sistem Pemilu diubah hasil dari uji materiil di MK, dari sistem proporsional tertutup menjadi terbuka. “Kalau sekarang (Pemilu 2024) kembali tertutup, berarti MK memiliki inkonsistensi dengan apa yang sudah mereka putuskan, padahal keputusan MK itu kan final dan mengikat,” tutur anggota Fraksi PPP DPR RI  tersebut kepada obsessionnews.com di Komplek DPR RI, belum lama ini. Oleh karena itu, lanjutnya, wajar menjadi keresahan delapan partai, sebab partai-partai tersebut menampilkan sosok-sosok yang memang pantas menjadi anggota DPR, tidak hanya nomor urut 1, tetapi sampai nomor urut terakhir. “Biarkanlah rakyat memilih, partai kan hanya menyediakan menunya saja, misalnya Soto Betawi, Soto Kudus, Soto Banjar, Soto Lamongan, silakan pilih. Tetapi, kalau dikunci dengan proporsional tertutup dan sesuai nomor urut, itu tidak relevan,” terangnya. Memang, sambung Syaifullah, bisa juga proporsional tertutup, tetapi setengah terbuka. “Misalnya MK memutuskan tertutup, tetapi siapa yang terpilih dengan suara terbanyak, MK juga harus memutuskan. Jadi orang coblos partai, tetapi juga coblos nama orang, siapa yang terbanyak di daerah pemilihan itulah yang terpilih, itu lebih elegan,” pungkasnya. (Gia)