Kunjungi TTU, Menteri Bintang Dorong Kembali Komitmen Semua Pihak Cegah TPPO

Obsessionnews.com – Isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mendapat perhatian besar dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Terkait hal ini Menteri Bintang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/5/2023), untuk melihat praktik pencegahan dan penanganan TPPO. Dia memberikan perhatian serius di TTU mengingat masyarakat, khususnya perempuan dan anak, rentan menjadi korban TPPO yang pelakunya gencar mencari calon korban dengan modus gaji tinggi dan uang mudah diperoleh. TTU yang langsung berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste memberi peluang bagi masyarakat untuk mencari pekerjaan dengan iming-iming gaji yang tinggi, tanpa melalui prosedur resmi karena keterbatasan pendidikan dan keterbatasan informasi. Baca juga:Bintang Puspayoga Menteri yang Hobi Main Tenis MejaBintang Puspayoga Dapat Penghargaan Best Ministers di Obsession Awards 2023 “Perlu kami tegaskan kembali bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO adalah kejahatan luar biasa, melanggar harkat dan martabat manusia. TPPO juga menjadi kejahatan lintas batas negara yang melibatkan jaringan yang kuat, sistemik dan teroganisir sehingga memerlukan komitmen yang kuat dalam upaya memberantasnya,” ujar Menteri Bintang saat berdialog dengan para perangkat daerah di Kabupaten TTU, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, Lembaga swadaya masyarakat (LSM), para penyintas dan perempuan wirausaha di Rumah Jabatan Bupati Timor Tengah Utara. Dikutip obsessionnews.com dari kemenpppa.go.id, Rabu (24/5), dalam kesempatan itu Menteri Bintang mengungkapkan, TTU juga menjadi salah satu daerah asal pekerja migran Indonesia (PMI) dan memiliki kerentanan tinggi untuk menjadi korban TPPO. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam memastikan masyarakat dapat melakukan migrasi dengan aman dan terhindar dari praktik TPPO. “Modus yang semakin beragam, menuntut semua pihak untuk membangun komitmen yang sama dalam pemberantasan TPPO mulai dari pencegahan, penanganan, penegakan hukum hingga ke upaya-upaya pemberdayaan (ekonomi) bagi para penyintas,” ujarnya. Menteri Bintang juga mendorong kembali komitmen semua pihak untuk pencegahan TPPO. “Menyelesaikan isu TPPO ini memerlukan strategi sekaligus sinergi yang komprehensif dari hulu hilir yang meliputi pencegahan, penanganan, penegakan hukum serta pemberdayaan bagi korban/penyintas. Kerja sama ini meliputi pemerintah pusat dan daerah, stakeholder, organisasi, tokoh adat dan tokoh agama dan memiliki komitmen yang kuat agar tidak ada lagi kasus TPPO di daerah mereka masing-masing,” tandasnya. Ia menambahkan, untuk memasifkan pencegahan TPPO harus dimulai dari akar rumput, yaitu di tingkat desa. Penguatan dimulai di tingkat desa, salah satunya ditandai dengan penerbitan peraturan desa, yang mengatur bagaimana melakukan migrasi aman bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berniat untuk mencari pekerjaan di luar daerah atau bahkan luar negeri. Salah satu upaya mencegah masyarakat menjadi korban TPPO dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dengan membentuk model Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). “Kami bergerak dari desa. Jika kaum perempuan di desa dapat diberdayakan kemampuan mereka, diberikan ruang mengeluarkan pendapat dan berkreasi, memiliki kemampuan memiliki pendapatan sendiri, maka hal ini diharapkan bisa mencegah warga desa khususnya perempuan dan juga anak-anak dari godaan bekerja secara illegal di luar negeri untuk menjadi pekerja migran. Perluasan akses masyarakat terhadap berbagai bentuk pemberdayaan, khususnya para penyintas TPPO sangat penting diberikan, untuk memastikan mereka memiliki kemandirian baik secara ekonomi maupun sosialnya,” ucapnya. Menteri Bintang juga meninjau Galeri Lopo Bikomi yang dikelola oleh Yayasan Tapen Bikomi. Di galeri ini para perempuan penyintas TPPO dilatih untuk bisa memiliki pendapatan dari hasil menenun kain tenun khas TTU yang memiliki corak dan warna yang indah. “Galeri ini adalah bentuk praktik baik untuk memberdayakan kembali para perempuan penyintas TPPO. Mereka membantu para penyintas menghilangkan trauma saat menjadi korban TPPO, selanjutnya menyediakan tempat untuk para penyintas ini berkarya dan mandiri finansial,” tuturnya. Ketua Yayasan Tapen Bikomi Mawar Suryani Lake Pohan menyatakan pihaknya aktif melakukan sosialisasi kepada para penyintas dan calon korban untuk memikirkan dengan baik ancaman di balik pekerja migran ilegal. Di galeri ini ia dan tim memberi motivasi, melatih tenun dan aneka kerajinan yang bisa memiliki nilai jual. “Ibu-ibu para penyintas ini masih eksis untuk hasil yang mereka dapat dari hasil menenun. Apa pun produk yang dihasilkan dari penyintas kami terima dan kami pasarkan, kami jual secara online dan hasil penjualan cukup bagus. Untuk yang sudah berumah tangga rata-rata sudah tidak tertarik bekerja menjadi pekerja ilegal, tetapi yang muda-muda ini masih cenderung tertarik menjadi pekerja migran. Kami tidak bisa melarang mereka, tetapi kami dampingi mereka dalam hal prosedural bekerja menjadi pekerja migran yang legal dan terjamin kemanan mereka,” ujar Mawar. Theresia Raneldis adalah salah seorang penenun yang mulai belajar sejak tahun 2018. Setelah menjadi korban perdagangan di Batam, Theresia memilih untuk menekuni tenunan karena uang yang didapat bisa ia tabung. “Setelah saya trauma kejadian yang menimpa saya saat masih bekerja di Batam saya tidak lagi tertarik bekerja di luar kota. Saya memilih belajar menenun saja. Dalam satu bulan saya bisa menghasilkan dua lembar dengan tiga warna benang. Saya memilih menenun karena bisa menghasilkan minimal satu juta rupiah. Uang ini bisa saya beli untuk kebutuhan gizi anak dan menabung untuk sekolah anak. Sisanya saya beli benang untuk ditenun,” ucap Theresia. Menteri Bintang juga memberikan bantuan peralatan produktif bagi perempuan penyitas binaan Yayasan Tapen Bikom berupa mesin jahit, mesin obras, oven dan mixer. Selain itu juga Menteri memberikan bantuan simbolis bagi perempuan penyintas TPPO dan anak korban kekerasan. Penanganan TPPO di TTU sendiri dinilai Menteri PPPA sudah baik dan diharapkan bisa ditiru oleh kabupaten lainnya di NTT. Paula AK, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak TTU menyatakan, pihaknya memiliki 144 paralegal di 144 desa yang membantu memonitor kondisi di desa. Dinas PPPA TTU melibatkan juga karangtaruna untuk sosialisasi pencegahan TPPO di desa dan kecamatan dan TTU telah memiliki SK Bupati tentang tim terpadu yang membantu penanganan kasus. (arh)