Inilah Kehancuran yang akan Terjadi Jika Perang Nuklir

Inilah Kehancuran yang akan Terjadi Jika Perang Nuklir
Perang Rusia vs Ukraina yang dibantu NATO-Eropa bisa memicu Perang Dunia III. Risiko perang nuklir, seberapa dekat kita dengan risiko kehancuran akibat perang nuklir? Dalam skenario terburuk, perang nuklir dapat menyebabkan runtuhnya peradaban global, yang berpotensi mengakibatkan kerusakan besar di masa depan yang jauh. Sejauh apa masa depan itu? Bagaimana para peneliti mengukur kemungkinan dan tingkat keparahan perang nuklir? Pakar risiko bencana Seth Baum menjelaskan. Suatu hari di pekan lalu, dirinya bangun di pagi hari dan melihat ke luar jendela untuk melihat matahari bersinar. "Lingkungan saya di daerah New York City tenang dan normal. "Oke, bagus," kata saya pada diri sendiri. "Kita berhasil melewati malam tanpa perang nuklir," kisahnya. Ia bekerja untuk Global Catastrophic Risk Institute, sebuah lembaga think tank yang berbasis di AS. "Tugas saya adalah memikirkan ancaman masa depan yang paling buruk bagi umat manusia. Namun, jarang sekali saya berada dalam situasi adanya risiko perang nuklir yang nyata," kata Seth Baum. Dalam beberapa hari pertama invasi Rusia ke Ukraina, konflik meningkat begitu cepat sehingga mungkin bisa mengarah ke perang nuklir. Negara saya, Amerika Serikat, mendukung Ukraina, sehingga bisa menjadi target potensial serangan nuklir Rusia. Untungnya, itu belum terjadi. Invasi Ukraina atau peristiwa lainnya yang berisiko perang nuklir menimbulkan pertanyaan yang sangat penting. Untuk individu: haruskah saya berlindung di tempat yang relatif aman? Untuk umat manusia: haruskah sistem produksi pangan global bersiap menghadapi musim dingin nuklir? Dalam skenario terburuk, perang nuklir dapat menyebabkan runtuhnya peradaban global, yang berpotensi mengakibatkan kerusakan besar di masa depan yang jauh. Namun kemungkinan suatu peristiwa akan memicu perang nuklir sangat tidak pasti, demikian juga konsekuensinya. Pentingnya mengevaluasi risiko perang nuklir dan kesulitan melakukannya adalah fokus utama penelitian saya. Jadi, bagaimana kita menyikapi ketidakpastian ini, dan bagaimana kita menafsirkan peristiwa saat ini? Risiko biasanya diukur dengan kemungkinan terjadinya beberapa peristiwa yang merugikan, dikalikan dengan tingkat keparahan peristiwa, jika itu terjadi. Risiko umum dapat diukur dengan menggunakan data peristiwa masa lalu. Misalnya, untuk mengukur risiko seseorang meninggal dalam kecelakaan mobil, data tentang kecelakaan mobil di masa lalu dapat dipakai dan dikelompokkan menurut berbagai kriteria seperti tempat tinggal dan usia. Anda secara pribadi tidak pernah meninggal dalam kecelakaan mobil, tetapi banyak orang lain yang mengalaminya, dan data tersebut membuat kuantifikasi risiko yang andal. Tanpa data ini dan data serupa, industri asuransi tidak dapat menjalankan bisnisnya. Risiko Anda terbunuh dalam perang nuklir tidak dapat dihitung dengan cara yang sama. Hanya ada satu perang nuklir yang pernah terjadi, yaitu Perang Dunia Kedua, dan satu titik data tidak cukup. Apalagi, bom atom Hiroshima dan Nagasaki terjadi 77 tahun yang lalu, dalam keadaan yang tidak sama lagi. Ketika Perang Dunia II dimulai, senjata nuklir belum ditemukan, dan ketika pemboman di Jepang terjadi, AS adalah satu-satunya negara yang memiliki senjata nuklir. Tidak ada pencegahan nuklir, tidak ada ancaman saling menghancurkan. Tidak ada pantangan terhadap penggunaan senjata nuklir, juga tidak ada perjanjian internasional yang mengatur penggunaannya. (Red) Sumber: BBC News