Rusia Siap Dibantu 16.000 Pejuang dari Timteng

Dalam invasi Ukraina, Rusia menyebut sekitar 16.000 pejuang dari Timur Tengah (Timteng) siap membantu mereka. Selain itu, Moskow segera membalas hukuman sanksi dari negara-negara Barat. Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan sukalelawan asing untuk bertempur melawan pasukan Rusia setelah sebelumnya Moskow melakukan tindakan balasan atas sanksi dari negara-negara Barat. Dalam pernyataan di pertemuan dewan keamanan Rusia, Putin mengatakan mereka yang ingin bertempur bersama pasukan Russian harus diizinkan. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan ada sekitar16.000 sukarelawan di Timur Tengah yang siap bertempur bersama pasukan yang didukung Rusia. Para pejabat Amerika Serikat mengatakan para sukarelawan itu termasuk warga Suriah yang mahir dalam pertempuran. Moskow adalah sekutu lama Suriah dan Putin selama ini pendukung kunci Presiden Bashar al-Assad dalam perang saudara di negara itu. "Bila ada orang yang ingin atas keinginan sendiri, bukan untuk uang, datanglah membantu orang yang tinggal di Donbas. Kita perlu memberikan apa yang mereka inginkan yaitu membantu mereka menuju ke zona konflik," kata Putin kepada menteri pertahanannya. Shoigu juga mengusulkan memberikan sistem misil anti-tank kepada pejuang dukungan Rusia di kawasan Luhanks dan Donetsk di wilayah Donbas. Sementara pejabat Ukraina mengatakan hampir 20.000 sukarelawan asing mendaftar untuk berjuang bersama mereka. Ada situs khusus untuk pendaftaran para pejuang asing. Sejumlah negara termasuk Inggris memperingatkan warga yang ambil bagian dalam tempur akan dituntut di bawah undang-undang antiteror. Selain menyerukan pejuang asing, Rusia juga membalas sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat dengan memberlakukan larangan ekspor pada serangkaian produk hingga akhir 2022. Larangan tersebut mencakup ekspor peralatan telekomunikasi, medis, kendaraan, pertanian, dan listrik, serta beberapa produk kehutanan seperti kayu. Kementerian Ekonomi Rusia mengatakan langkah-langkah lebih lanjut dapat mencakup pembatasan kapal asing dari pelabuhan Rusia. Pihak kementerian mengatakan: "Langkah-langkah ini adalah tanggapan logis terhadap sanksi yang dikenakan kepada Rusia." Larangan terhadap negara-negara yang telah "melakukan tindakan tidak bersahabat" itu bertujuan "untuk memastikan fungsi sektor-sektor utama ekonomi Rusia tidak terganggu." Larangan ekspor Rusia mencakup lebih dari 200 produk. Sekitar 48 negara akan terpengaruh, termasuk AS dan Uni Eropa. Pengecualian larangan itu dapat diberlakukan untuk wilayah Ossetia Selatan dan Abkhazia yang memisahkan diri dari Georgia dan untuk anggota Uni Ekonomi Eurasia yang dipimpin Rusia. Pemerintah negara-negara Barat telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Rusia, terutama terhadap pembelian minyak dan miliarder oligarki yang dianggap dekat dengan Presiden Vladimir Putin. Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengatakan larangan itu akan mencakup ekspor barang yang dibuat oleh perusahaan asing yang beroperasi di Rusia. Barang-barang itu termasuk mobil, gerbong kereta api, dan kontainer. Keputusan itu muncul ketika mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan bahwa aset yang dimiliki oleh perusahaan Barat yang telah ditarik dari Rusia dapat dinasionalisasi. Perusahaan menghentikan investasi secara massal, termasuk raksasa industri dan pertambangan seperti Caterpillar dan Rio Tinto, Starbucks, Sony, Unilever, dan Goldman Sachs. Pada Rabu, Moskow menyetujui undang-undang yang mengambil langkah pertama menuju nasionalisasi aset perusahaan asing yang meninggalkan negara itu. Dalam sebuah pernyataan pada Kamis, Medvedev mengatakan: "Pemerintah Rusia sudah mengerjakan langkah-langkah, yang meliputi kebangkrutan dan nasionalisasi properti organisasi asing. "Perusahaan asing harus memahami bahwa ketika mereka akan kembali ke pasar kami, itu akan sulit." Dia menuduh investor asing menciptakan "kepanikan" bagi warga Rusia biasa yang sekarang bisa kehilangan mata pencaharian. Berdasarkan data terbaru, Rusia merupakan mitra dagang terbesar kesembilan belas Inggris, dengan nilai perdagangan mencapai £15,9 miliar (senilai Rp 297 triliun) selama setahun dari akhir September 2020. (Red) Sumber: BBC News