Sabtu, 27 April 24

PP 24 ‘Ngawur’ Jokowi Digugat Petani Sawit di MA

PP 24 ‘Ngawur’ Jokowi Digugat Petani Sawit di MA

Jakarta, Obsessionnews.com – Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) menilai, Presiden Jokowi ngawur membuat peraturan pemerintah (PP) tentang pungutan dana hasil perkebunan yang diambil dari hasil pungutan ekspor hasil turunan  perkebunan seperti CPO, yang diamanatkan dalam UU Perkebunan Nomor 39 tahun 2014 didalam  Pasal 93 ayat 4 UU Perkebunan yang membatasi penggunaan dana tersebut untuk “Pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan tanaman perkebunan, dan/atau sarana prasarana perkebunan”.

“Yang kemudian diturunkannya PP 24 tahun 2015 sebagai pengaturan dari pasal 93 Ayat 4 UU No 39 tahun 2014 tentang perkebunan, dimana PP 24 tersebut ngawur dan melampaui isi dari pasal 93 UU Perkebunan, yang mana penggunaan penghimpunan dana perkebunan digunakan untuk mensubsidi produksi biodiesel seperti yang tertera dalam  Pasal 9 ayat 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun yaitu  untuk kebutuhan pangan, bahan bakar nabati (biofuel), dan hilirisasi industri perkebunan,” kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat APPKSI, MA Muhamadyah SH MSi, Minggu (27/11/2016).

Muhamadyah menegaskan, Uji Materi PP 24 tahun 2015  sudah didaftarkan hari Jumat  tanggal 24 November 2015 di Mahkamah Agung, atas nama pengugat Hermansyah Cs petani sawit dan tergugat Presiden Joko Widodo. “Ini merupakan bukti kalau pemerintahan Joko Widodo sudah melakukan pelanggaran administrative dan tidak mencerminkan pemerintaham di kelola secara baik tetapi sangat ngawur sekali,” tandasnya.

Hal ini, lanjut dia, juga bentuk dari pelanggaran visi misi Joko Widodo dalam Trisakti dan Nawacita membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

“Bagaimana terpercaya pemerintah Jokowi di depan petani sawit, karena bikin PP saja ngawur dan menabrak UU serta berdampak merugikan petani dan memperkaya konglomerat sawit produsen biodiesel, yang juga memiliki kebun dan pabrik kelapa sawit ,yang lebih sedikit dikenakan pungutan dana kebun tapi lebih banyak menikmati subsidi biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit,” tandas Muhamadyah.

“Dan omong kosong dana hasil perkebunan untuk kemudahan replanting kebun petani, dan omong kosong petani sawit disubsidi untuk program replanting. Yang ada, petani sawit jika ingin ajukan pinjaman untuk replanting dikenakan bunga hingga 12,5 persen. Lalu dimana subsidi  untuk petani,” tuntut Ketua Umum APPKSI.

Padahal, menurutnya, penghimpunan dana perkebunan yang dikelola BPDP kelapa Sawit itu  disumbangkan dari Tandan Buah Segar Petani  yang di olah menjadi CPO kemudian di ekspor dan dipungut pungutan ekport CPO sehingga berdampak pada  harga beli PKS pada TBS Petani menjadi turun.

Karena itu, tegas dia, Asosiasi Petani Plasma Sawit Indonesia yang sudah dirugikan atas keluarnya PP 24 tahun 2015 berharap Hakim Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA) bisa mengabulkan Uji Materi yang diajukan oleh Petani Sawit terkait PP 24 tahun 2014 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan yang diambil dari pungutan ekspor CPO salah satunya.

APPKSI juga menilai kalau Petani sawit itu saat ini akibat pungutan ekport CPO yang dijadikan Penghimpunan dana Perkebunan kehidupan Ekonomi Petani sawit makin menurun dan berdampak pada ketidak mampuan Petani sawit untuk hidup layak di daerah daerah perkebunan sawit ,serta makin banyak nya anak anak Petani sawit yang putus sekolah akibat penurunan pendapatan orang tua yang menjadi Petani sawit.

Ia pun menungkapkan, dampak Pungutan Ekspor CPO yang menyebabkan harga TBS Petani turun juga makin babak belur dengan ongkos angkut TBS ke Pabrik yang naik hingga 30 persen akibat infrastruktur yang buruk yang tak kunjung dibangun pemerintah Joko Widodo serta harga onderdil mobil yang naik hingga 37.3 persen di daerah perkebunab sawit akibat kurs dollar yang makin meroket.

“Jadi, dengan kengawuran pemerintah Joko Widodo dalam membuat peraturan pemerintah bukan membawa kesejahteraan bagi petani tetapi justru kesulitan ekonomi bagi petani sawit,”  ungkapnya.

Pengunaan dana dari BPDP untuk biodiesel, lanjutnya, juga sebagai bentuk korupsi pemerintahan Joko Widodo dalam bentuk korupsi kertas putih atau korupsi administratif.

“Karena itu APPKSI menyerukan pada Petani sawit untuk merasa kapok telah memilih Joko Widodo-JK dalam Pilpres 2014 dan berharap pemerintahan Joko Widodo-JK cepat berakhir atau jatuh dan tidak terpilih lagi dalam Pilpres 2019 karena Petani Sawit tidak akan mau memilih Presiden pelanggar administrasi negara dan peraturan,” kata Muhamadyah. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.