Jumat, 26 April 24

Polemik Perpres Tenaga Kerja Asing

Polemik Perpres Tenaga Kerja Asing
* Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri

Jakarta, Obsessionnews.com – Kalangan partai oposisi menilai masuknya tenaga kerja asing (TKA) menjadi persoalan besar karena disebut akan menuai ketimpangan di masyarakat. Oleh sebab itu, mencuatnya isu ini membuat Komisi IX DPR sepakat membentuk Pansus TKA guna menyelidiki berapa presentase jumlah TKA di Indonesia.

Isu TKA menjadi polemik karena beredar informasi bahwa jumlah TKA yang didatangkan merupakan pekerja kasar dari Tiongkok dengan jumlah begitu besar. Sehingga dikhawatirkan terjadi gesekan di masyarakat karena masih banyak warga Indonesia yang menganggur. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun sempat meminta Perpres soal TKA dicabut.

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mencoba menjelaskan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA). Ia menegaskan Perpres itu bukan karpet merah untuk masuknya TKA bagi buruh kasar.

Hanif menyebutkan, Presiden Jokowi menerbitkan perpres tersebut untuk menyederhanakan perizinan di Indonesia yang berbelit-belit sehingga berbiaya tinggi hingga rawan terjadi pungutan liar (pungli). Pepres itu juga untuk menunjang kemudahan berinvestasi di Indonesia.

Dalam penyederhanaan izin ini, lanjut Hanif, tetap mencantumkan aturan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh TKA, di antaranya mempunyai keahlian atau kompetensi, level menengah ke atas, hanya menduduki jabatan tertentu, lamanya bekerja, hingga harus membayar kompensasi.

Bahkan, perpres mengatur harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia atau lokal. Ia mencontohkan, masuknya investasi dari luar negeri ke Indonesia membutuhkan tenaga kerja. Misalnya, untuk membangun pembangkit listrik, maka dibutuhkan pekerja. Namun pekerja itu tidak semua berasal dari Indonesia.

“Karena dia (investor) tanam uang triliunan di Indonesia, dia ingin uangnya aman, pekerjaannya selesai secara baik, tepat waktu, maka investor mempunyai kepentingan untuk tenaga kerja dari pihaknya,” ucap Hanif belum lama ini Jakarta.

Namun, lanjut Hanif, jumlahnya pun tidak semuanya, jika misalnya proyek tersebut membutuhkan 5.000 orang pekerja, maka misalnya investor hanya membawa sekitar 300 orang saja atau sebagian kecil, mengingat biaya yang harus dipertimbangkan.

“Bahwa kemudian dari bagian investasi juga ada bagian yang diambil juga oleh TKA, itu tentu bagian kecil saja,” ujarnya.

Sebelum masuk ke Indonesia, perusahaan yang akan berivestasi membangun pembangkit listrik juga diberi kewajiban menyusun Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Kemudian mengusulkannya kepada Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI.

“TKA di Indonesia ini tidak bisa ‘ujug-ujug’ bisa ngurus sendiri izin, yang bisa urus itu atau yang bisa ajukan izin TKA adalah perusahaan. Jadi prinsipnya sponsorship, perusahaan yang ajukan. Misalnya PT PP akan gunakan TKA atau perusahaan swasta itu bisa mengajukan,” katanya.

Pihak Kemenaker akan mengecek seluruh syarat, termasuk nama, keahlian dan seterusnya. Sehingga, ia menegaskan, aturan itu dibuat tidak untuk membebaskan TKA dari pekerja kasar.

“Oleh pemerintah dilihat standarnya, apakah jabatannya benar, penuhi syarat atau tidak. Kalau memenuhi syarat, berarti permohonan untuk TKA oke,” ujarnya.

“Untuk pengusaha ini ada namanya slot, ini nama (TKA)-nya belum ada, nanti kalau 300 itu sudah ada, kalau 300 itu namanya dimasukkan itu baru Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) keluar. Di perpres yang baru, IMTA-nya disederhanakan menjadi notifikasi. Jadi tetap ada,” tambah dia. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.