Jumat, 26 April 24

Petani Muda adalah Kunci Penting Masa Depan Ekonomi Asia

Petani Muda adalah Kunci Penting Masa Depan Ekonomi Asia

Oleh: Fadli Zon, Ketua Umum DPN HKTI, Wakil Ketua DPR RI

 

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pertanian Indonesia adalah mandegnya regenerasi petani. Usia rata-rata petani di Indonesia adalah 52-54 tahun. Artinya, sektor pertanian hanya dihidupi orang-orang yang sudah tua. Demikian pidato yang saya sampaikan tadi malam waktu setempat saat memberikan pidato kunci di acara Asia Young Farmers Forum 2018 di NH Training Building, Buan, Korea Selatan, Selasa, 18 September 2018. Selain dihadiri oleh ratusan petani muda dari puluhan negara Asia, acara pembukaan juga dihadiri oleh sejumlah pejabat pemerintah dan anggota parlemen dari Korea Selatan, Cina, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Menurut sensus, antara 2010 hingga 2014, di Indonesia jumlah petani dengan usia produktif, yaitu antara 15-29 tahun, mengalami penurunan signifikan, yaitu dari 9,3 juta, menjadi sekitar 8 juta. Ini adalah masalah yang dialami oleh dunia pertanian Indonesia. Saya tidak menyangka, jika masalah serupa juga dialami Korea Selatan. Di Korea, jumlah petani di bawah usia 30-an kurang dari 10 ribu orang.

Saya menyampaikan, dengan jumlah petani yang semakin sedikit akan ada masalah dalam ketahanan dan kedaulatan pangan. Ada 263 juta orang yang harus makan tiga kali sehati di Indonesia.

Namun, saya ingin memberikan apresiasi yang sangat besar, ternyata para petani muda di Korea Selatan punya inisiatif yang baik sekali. Selain terus mengembangkan teknologi di bidang pertanian untuk menarik minat generasi muda terhadap sektor pertanian, termasuk melibatkan teknologi digital. The Korea Federation of Young Farmers Association juga telah berinisiatif untuk mengumpulkan dan membentuk Forum Petani Muda Asia ini. Ini upaya yang luar biasa yang dilakukan para petani muda Korea. Mereka umumnya petani mida yang berhasil dan pendapatannya relatif besar.

Saya ketemu dengan Direktur Rural Development Administration (RDA), serta diajak ke National Institute of Horticultural and Herbal Science. Luar biasa sekali kemajuan pertanian di Korea. Mereka sudah menyusun skenario pembangunan dan teknologi pertanian untuk mengantisipasi perubahan iklim. Meskipun telah menjadi negara industri maju, namun 30 persen penduduk Korea hidup dari sektor pertanian. Itu sebabnya mereka terus menjaga dan berinovasi dengan sektor pertaniannya.

Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, Korea Selatan mengembangkan riset pertanian untuk industri kosmetika. Ini membuat nilai tambah produk mereka jadi tinggi sekali, sebab produk kosmetika bisa dijual mahal. Indonesia, yang secara tradisional punya teknologi pembuatan jamu, juga kosmetika tradisional, mestinya tidak ketinggalan oleh Korea.

Jika kita lihat di seluruh dunia, industri pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi terpenting di negara mana pun. Apalagi di Asia, pertanian bukan hanya memainkan peran kunci bagi perekonomian, tetapi juga pembangunan sosial. Politik bisa guncang jika kehidupan petani morat-marit.

Saat ini, Eropa, Amerika Serikat, serta beberapa negara di kawasan Amerika Selatan telah mengembangkan pertanian sebagai salah satu industri ekspor strategis. Di sisi lain, sebagian besar negara Asia masih mengimpor sejumlah besar produk pertanian untuk kebutuhan nasionalnya. Ini telah menciptakan masalah sosial dan ekonomi yang serius di Asia. Generasi muda di Asia juga cenderung menghindari masuk ke pertanian untuk masa depan mereka. Masalah ini harus dipecahkan bersama-sama oleh negara-negara Asia.

Sekarang saatnya kita berpikir radikal untuk merevitalisasi pertanian dan menjadikannya sebagai salah satu mesin pembangunan ekonomi. Untuk itulah kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendukung para petani muda dengan teknologi baru. Tanpa penerapan teknologi baru, dalam masyarakat digital pertanian hanya akan menjadi industri usang. Inilah sebabnya kenapa kita membutuhkan kerjasama teknologi global untuk membantu para petani muda.

Saya menyarankan kepada Korea bahwa kita, bersama-sama, perlu menciptakan Asia Young Farmers Venture Startup Center untuk kerjasama teknologi di kalangan para petani muda. Organisasi tersebut harus menjadi inisiasi swasta, tapi dengan dukungan publik. Para anggota parlemen, pemimpin pemerintahan, dan pimpinan universitas harus membantu para petani muda kita.

Dalam pidato semalam, saya juga menyampaikan sebagai inisiatif awal, tiga negara, Indonesia, Korea dan RRC, mungkin perlu memulai pekerjaan ini lebih dulu sebelum kemudian memperluasnya ke negara-negara Asia lain.

Petani muda Asia perlu membuat pusat kerjasama teknologi mereka sendiri dan membantu mereka mewujudkan visi mereka untuk masa depan pertanian. Korea dapat memulai upaya ini untuk mendirikan pusat di Korea dan mengundang para petani muda Asia bekerja bersama di pusat tersebut.

Sekali lagi, masa depan pertanian Asia ada di kalangan generasi mudanya. Kita tak bisa memaksa mereka terjun ke sektor pertanian jika kita tidak menyiapkan terlebih dahulu. Ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia.

 

Sumber: www.facebook.com/FadliZonPage

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.