Minggu, 28 April 24

Pensiun Dini PLTU Faktor Penentu Tercapainya Bebas Emisi di 2050

Pensiun Dini PLTU Faktor Penentu Tercapainya Bebas Emisi di 2050
* Acara Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022, pada Senin (10/10/2022). (Foto: tangkapan layar/YouTube)

Obsessionnews.com – Mempensiunkan seluruh pembangkit listrik berbasis (PLTU) batubara di Indonesia pada 2045 menjadi faktor penentu tercapainya bebas emisi di 2050 sesuai dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan temperatur rata-rata di bawah 1,5 derajat Celcius.

Hal ini ditegaskan oleh Fabby Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam sambutannya pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022, pada Senin (10/10/2022).

“Menurut kajian IESR, pada tahun 2030, Indonesia perlu menghentikan pengoperasian PLTU batubara sebesar 9,2 GW dan seluruh unit PLTU pada 2045,” ujarnya.

Menurut dia, adanya klausul yang memberikan mandat bagi KESDM untuk menyiapkan peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU pada Perpres 112/2022 merupakan langkah awal yang baik.

Dalam kesempatan yang sama juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal ESDM Rida Mulyana. Dia mengatakan, Perpres 112/2022 akan memberikan iklim investasi yang menarik serta pemberian insentif bagi energi terbarukan.

Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang baik untuk menggenjot pemanfaatan energi terbarukan di tengah tingginya harga energi fosil. Selain itu, permintaan konsumen terhadap energi yang bersumber dari energi bersih pun semakin meningkat.

Rida mengungkapkan, pemerintah telah membuat strategi untuk menurunkan pengoperasian PLTU secara bertahap dengan penetapan kontrak maksimal 30 tahun.

“Kapasitasnya (PLTU-red) akan meningkat hingga 2030 dan setelahnya tidak ada pembangunan PLTU baru, dan PLTU terakhir akan pensiun pada 2058,” ucap Rida.

Lebih lanjut dia menuturkan, untuk mencapai net zero emissions pada 2060 atau lebih cepat sesuai dengan target pemerintah, pihaknya juga berencana membangun supergrid untuk menggenjot pengembangan energi terbarukan sekaligus menjaga stabilitas kelistrikan. Hal ini akan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN lainnya, serta terhubung ke ASEAN supergrid.

“Untuk mendukung dan mengakselerasi energi terbarukan, Indonesia membutuhkan 1 triliun USD pada tahun 2060 untuk pembangkitan dan transmisi energi terbarukan. Kebutuhan akan pembiayaan akan semakin besar seiring dengan rencana Indonesia untuk melakukan pensiun dini PLTU di tahun mendatang,” papar Rida.

Kebutuhan pembiayaan ini akan semakin menurun jika teknologi energi terbarukan semakin murah. Selain itu penerapan Perpres 112/2022, pelaksanaan program pensiun PLTU, tersedianya kemudahan perizinan bagi energi terbarukan, pendampingan, dan sosialisasi tentang regulasi energi terbarukan akan mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Plt. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Vivi Yuliawati menyebutkan, untuk melaksanakan strategi net zero emissions pada 2060, hal yang krusial adalah memformulasikan kebijakan teknikal untuk memuluskan transisi energi.

Ia berharap hasil diskusi dari ISEW 2022 ini dapat menjadi bahan dasar penyusunan RPJMN 2025-2029 & RPJP sampai 2045 oleh Bappenas terkait transisi energi sehingga mampu memitigasi dampak transisi terhadap sosio ekonomi masyarakat indonesia

“Tidak cukup hanya teknologi energi terbarukan, namun perlu orkestrasi kapasitas kepada masyarakat untuk membangun kapasitas baru di energi terbarukan,”ujarnya.

Director Energy Program Indonesia/ASEAN GIZ Lisa Tinschert menambahkan, narasi transisi energi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat juga didorong pada ISEW 2022.

“ISEW hadir untuk memfasilitasi diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, bahkan seluruh pihak yang terdampak dari transisi energi. Selain itu juga, menjaga momentum menuju KTT G20 pada bulan November dengan membahas salah satu isu utamanya yakni transisi energi,” ujar Lisa.

ISEW terselenggara atas kerja sama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman).

Sebelumnya, diskursus transisi energi di Indonesia secara rutin dilakukan pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), yang tahun ini berpartisipasi dalam ISEW 2022. Perdana dilakukan pada 2022, ISEW akan berlangsung selama 5 hari dari 10-14 Oktober 2022 dengan tema Reaching Indonesia’s Net Zero Energy System: Unite for Action and Strategy. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengikuti kegiatan ini secara gratis di isew.live. (Poy)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.