Kamis, 16 Mei 24

Pembangunan PLTA Upper Cisokan Tindak Pidana Kejahatan Kehutanan

Pembangunan PLTA Upper Cisokan Tindak Pidana Kejahatan Kehutanan

Bandung, Obsessionnews – Hasil investigasi lapangan, Jaringan Nasional Indoensia Baru (JNIB), 1-4 Desember  2015, menemukan, kemampuan PLN membangun proyek PLTA Upper Cisokan yang berkapasitas 4 x 260 Mega Watts sangat meragukan.

PLN dalam membangun Access Road (jalan hantar) PLTA Cisokan sepanjang 27,3 km sejak bulan Januari 2013 adalah illegal.  Pembangunan jalan itu hanya didasarkan pada izin prinsip yang di keluarkan oleh kementrian kehutanan. Padahal sebagian lokasi proyek, jalan tersebut mewajibakan PLN memiliki izin pinjam pakai lahan, berdasarkan kententuan Permenhut Nomor : P.16/Menhut-II/2014 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Menurut Harli Muin,  Ketua Bidang Advokasi, JNIB, akibat dari pembangunan Acces Road PT PLN telah mengubah bentangan alam, merusak kawasan hutan. Pembangunan ini merupakan bagian dari rangkaian pre-kontruksi pembangunan PLTA Upper Cisokan yang dikerjakan PT PLN. Kegiatan ini merupakan tindak pidana kejahatan kehutanan seperti yang tertuang dalam pasal 50 dan pasal 78 UU No.41 tahun 1999.

Dari data yang dikumpulkan, JNIB, menurut Harli Muin,  izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang dikeluarkan oleh Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kementrian Kehutanan sampai Maret 2014, PT PLN tidak terdaftar sebagai pemegang izin pinjam pakai kawasaan hutan untuk pembangunan PLTA Upper Cisokan.

Masalah lain, menurut Harli Muin, pembebasan lahan untuk kepentingan umum dengan mendasarkan pada  pasal 37, UU No.2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam aturan ini, penyelesaian pembebasan lahan diberi waktu paling lama dua tahun.

Sementara hingga saat ini, menurut Harli Muin, Tim P2T belum menyelesaikan pembebasan lahan, karenabeberapahal, antara lain: kesepakatan harga dan luas areal tanah warga yang akan memperoleh penggantian belum ada akta kesepakatan antara PT PLN dan WTP (Warga Terkena Dampak) yang di sahkan oleh BPN setempat.

Pembebasan lahan, menurut, Judin, salah satu dari sekian warga korban terdampak ganti rugi tanah, pengukuran tanah yang dilakukan P2T tidak pernah mengkofirmasi luas lahan masyarakat yang diukur. “Misalnya luas lahan miliknya 900M2, namun oleh tim P2T ditentukan, sepihak menjadi 400M2. Contoh lain, tanah sawah miliknya, seluas 400 M2, namun setelah diukur P2T hanya dilaporkan seluas 200 M2,” kata Juddin.

JNIB melalui Harli Muin, minilai kinerja yang dilakukan oleh Tim P2T dalam hal pembebasan tanah tidak profesional. Sosialisasi yang dilakukan tidak merata kesemua WTP (Warga yang Terkena Dampak) yang masuk dalam pemetaan lokasi Pembangunan PLTA.

Harli Muin menambahkan, pemindahan dan pemukiman kembali Warga yang desanya akan di tenggelamkan untuk pembangunan Upper Dam dan Lower Dam. Selain itu, sosialisasi Tim P2T juga mempunyai kewajiban untuk melakukan pendampingan dan pelatihan pra dan paska pemukiman warga.

Karena itu, kami, Jaringan Nasional Indonesia Baru mendesak untuk menghentikan sementara Pembangunan PLTA Upper Cisokan sampai semua yang menjadi ketentuan dan kewajiban PT PLN dilaksanakan, demikian Harli Muin menutup siaran persnya. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.