Sabtu, 27 April 24

Pandemi Melanda: Ayam pun Perlu Karantina, Apalagi Manusia

Pandemi Melanda: Ayam pun Perlu Karantina, Apalagi Manusia
* ilustrasi - karantina

Oleh: Tri Widodo, UNIOL 4.0

I. Pengantar

Usaha peternakan memiliki peluang keuntungan namun juga memiliki sejumlah resiko. Resiko tersebut bisa jadi berdampak serius. Resiko kerugian yang cukup besar bisa diakibatkan adanya infeksi virus pada ayam seperti Newcastle Disease (ND), Infectious Bursal Disease (IBD), Avian Influenza (AI), dll. Kerugian yang muncul bisa disebabkan oleh angka kesakitan _(morbiditas)_, dan kematian _(mortalitas)_ yang tinggi, berkurangnya populasi akibat depopulasi unggas secara masal _(stamping out)_ dan pengaruh secara ekonomi akibat peningkatan biaya untuk sanitasi dan desinfeksi area kandang, air dan peralatan peternakan.

Langkah-langkah serius perlu dilakukan agar kerugian akibat infeksi virus bisa diminimalkan. Hal penting yang perlu dilakukan adalah:
1. Deteksi dini
2. Upaya pencegahan dan penanganan penularan
3. Penanganan jika terlanjur sakit

Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi sangat penting, supaya bisa segera dilakukan penanganan. Apalagi ditambah adanya perubahan gejala klinis dan patologi anatomi seperti pada AI yang saat ini sudah sedikit berbeda dengan sebelumnya.

Apabila ada ayam yang terserang penyakit karena virus, maka tindakan pertama yang dilakukan adalah memisahkan ternak tersebut dari yang lainnya. Cara penanganan pertama untuk mengatasi penyakit yaitu memisahkan atau mengisolasi ayam atau unggas yang terserang penyakit sesegera mungkin sejak pertama kali menampakkan gejala awal.

Apabila hasil deteksi ternyata ditemukan kasus infeksi virus maka harus dilakukan upaya pencegahan dan penanganan penularan dengan melakukan karantina. Prinsip-prinsip karantina dilakukan dengan pembatasan ayam yang masih sehat jangan sampai bercampur dengan yang sakit.

Saat ini manusia sedang dihadapkan pada masalah virus SARS-Cov-2 yang menjadi sebab munculnya wabah Corona (Covid-19) melanda berbagai negara. Deteksi, isolasi dan karantina juga menjadi pilihan beberapa negara untuk mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-19 ini.

Angka kasusnya masih terus bertambah setiap harinya. Setidaknya ratusan ribu kasus positif Covid-19 baru dan puluhan ribu kematian masih bertambah di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri angka kasus infeksi yang positif terus bertambah sejak kasus pertama dan kedua positif virus SARS-Cov-2 diumumkan pada 2 Maret 2020 lalu dan kini sudah mencapai angka 1.285 kasus positif dan yang meninggal dunia sebanyak 114 kasus hingga Minggu (29/3/2020).

Selama 2 bulan setelah mengunci _(lockdown)_ Wuhan, ibukota Propinsi Hubei sejak 23 Januari 2020, China akhirnya akan membuka kota yang menjadi awal dan pusat wabah Corona (Covid-19) mulai 8 April mendatang. China sendiri memiliki total kasus Covid-19 mencapai 81.340 dengan 3.285 kasus kematian. Sementara di negara lain kasusnya masih meningkat bahkan di beberapa negara dengan peningkatan yang signifikan. Amerika Serikat misalnya memiliki kasus Covid-19 terbanyak di dunia. Dalam situs worldometers pada Jumat (27/3/2020), tercatat AS mempunyai kasus sebanyak 83.206 dan sebanyak 1.201 orang meninggal dunia.

II. Permasalahan

Berbagai negara mengambil kebijakan dalam menangani wabah yang telah ditetapkan WHO sebagai pandemi pada tanggal 12 Maret 2020. Namun penanganan yang dilakukan belum memberikan pengaruh yang signifikan meskipun di beberapa negara telah terjadi penurunan kasusnya.

Hal tersebut memunculkan berbagai permasalahan. Di antaranya ialah:

(1) Mengapa diperlukan karantina ketika terjadi pandemi?

(2) Bagaimana dampak kegagalan karantina terhadap penularan penyakit dan kesehatan umat manusia?

(3) Bagaimana strategi yang benar dalam melakukan karantina apabila terjadi pandemi, khususnya covid-19?

III. Pembahasan

A. Urgensi Karantina Ketika Terjadi Pandemi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan virus Corona (Covid-19) dapat dikategorikan sebagai pandemi. Alasannya, karena virus tersebut telah menyebar semakin luas di seluruh dunia pada Kamis (12/3/2020).

Pandemi adalah suatu wabah penyakit global. Menurut WHO, pandemi dinyatakan ketika penyakit baru menyebar di seluruh dunia melampaui batas. Istilah pandemi menurut KBBI dimaknai sebagai wabah yang berjangkit serempak dimana-mana meliputi daerah geografi yang luas.

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Aman B. Pulungan menyampaikan setidaknya empat hal yang harus dilakukan bersamaan, yaitu:
1. Testing screening
2. Tracing
3. Karantina
4. Social Distancing

Singapura mendapat pujian dari organisasi kesehatan dunia (WHO), karena dianggap telah berhasil mengurangi penyebaran. Di Singapura sejauh ini ada 243 kasus, belum ada laporan meninggal dan lebih dari 100 orang dinyatakan sembuh (17/3/2020). “Singapura berhasil mencegah penularan karena pendekatan yang dilakukan semua aspek pemerintahan,” kata Dirjen WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Seperti halnya di Singapura, pemerintah Hongkong dengan cepat berusaha menemukan kasus Corona yang ada di wilayah mereka. Salah satunya adalah melakukan pelacakan terhadap siapa saja yang sudah melakukan kontak dengan mereka yang dinyatakan positif tertular Covid-19. Isolasi dan karantina juga diberlakukan bagi mereka yang tertular. Di Hongkong hingga kini tercatat 157 kasus, enam diantaranya meninggal dan 88 dinyatakan sembuh.

Korea Selatan memiliki pendekatan yang berbeda, yakni dengan melakukan tes Covid-19 dengan cepat dan dalam jumlah besar. Mereka juga menggunakan teknik baru seperti menyediakan klinik bergerak dimana warga bisa datang tanpa harus datang ke rumah sakit atau klinik yang berisi pasien lain. Sempat menjadi negara dengan kasus terbanyak di luar China, Korea Selatan mencatat lebih dari 8.300 kasus positif dengan 75 kematian.

Jepang sejauh ini juga dinilai berhasil mencegah penyebaran, salah satunya setelah menutup sekolah sejak bulan Februari. Mereka tidak menerapkan _lockdown_, tapi berhasil membatasi pergerakan warga, termasuk menghentikan beberapa kegiatan. Di Jepang sejauh ini sudah terjadi 1.523 kasus, 696 kasus diantaranya tertular saat berada di kapal pesiar Diamond Princess. 34 warga di Jepang meninggal karena terjangkit Covid-19.

Sedangkan China sejauh ini sudah menunjukkan keberhasilan mengatasi virus SARS-Cov-2 dengan melakukan _lockdown_ sepenuhnya, meski tidak secara nasional. Dalam menghadapi wabah Corona terlihat mengambil tindakan tegas melakukan _lockdown_ kota Wuhan yang berdampak pada 11 juta warganya. Menyusul 16 kota lain di Provinsi Hubei mengikuti kebijakan lockdown kota yang berdampak pada 56 juta jiwa.

Pada 23 Januari lalu, otoritas menutup kota Wuhan dan mengeluarkan keputusan larangan perjalanan secara total. _Lockdown_ yang dilakukan pemerintah China adalah menutup semua akses transportasi massal dari, ke, dan di dalam kota Wuhan baik transportasi darat, sungai dan udara. Larangan keluar dari Wuhan adalah aturan yang harus dipatuhi semua warga. Semua perbatasan kota Wuhan diblokade dan dijaga ketat oleh petugas keamanan gabungan.

Karantina diperlukan ketika terjadi pandemi untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit. _Lockdown_ itu istilah populernya. _Lockdown_ lokal menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 disebut Karantina Wilayah. _Lockdown_ di daerah yang terkena Covid-19 dengan korban yang banyak adalah solusi terbaik untuk memutus mata rantai penyebaran.

Mengapa? Alasannya diantaranya kecepatan penyebaran virus lebih cepat dari kemampuan pemerintah mendeteksi mereka yang terpapar. UU No. 6 Tahun 2018 juga memerintahkan untuk _lockdown_ dalam situasi wabah yang meluas dan terus berjatuhan korban.

Bagaimana nasib rakyat yang berpenghasilan harian dan rendah? _Lockdown_ hanya dua sampai tiga pekan saja dan kebutuhan masyarakat dijamin sepenuhnya oleh pemerintah.

B. Dampak Kegagalan Karantina Terhadap Penularan Penyakit dan Kesehatan Umat Manusia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kasus Covid-19 secara global telah mencapai 413.467 hingga Rabu (26/3/2020). Jumlah kematian secara global dari Covid-19 ini telah meningkat menjadi 18.433 jiwa, dan menyerang lebih di 196 negara.

Data terbaru Minggu (29/3/2020) menyebutkan kasusnya telah bertambah menjadi 684.067 dan yang meninggal dunia 31.768 jiwa. Amerika Serikat dengan kasus positif terbanyak yaitu 124.123 kasus. Italia mengalami kasus kematian terbanyak dengan korban 10.023 jiwa. Sedangkan persentase kematian di Indonesia tergolong tinggi yaitu 8,9%.

Jika karantina gagal dilakukan maka akan berpengaruh terhadap penularan penyakit dan kesehatan umat manusia. Kamis (19/3/2020), tim kunjungan Palang Merah China mengecam kegagalan warga Italia melakukan karantina sepenuhnya dan penutupan wilayah secara nasional dengan serius.

Penanganan virus Corona (Covid-19) di Indonesia dinilai buruk oleh ilmuwan dunia. “Dari semua negara di Asia Tenggara, Indonesia yang paling mengkhawatirkan. Indonesia memiliki populasi yang sangat besar namun birokrasi yang tidak rapi. Penanganan krisis yang buruk di Indonesia akan membuat negara terpapar semakin buruk,” ujar Dosen Griffith University Lee Morgenbesser, seorang ahli dalam politik Asia Tenggara, dilansir laman smh, Selasa (24/3/2020).

Sementara itu, Profesor virologi Universitas Queensland, Ian Mackay menyoroti beberapa tanda peringatan yang datang dari Indonesia. Peringatan itu memberi sinyal bahwa situasi di Indonesia bisa jauh lebih buruk daripada jumlah kasus yang diekspos ke publik. “Ketika Anda melihat banyak kematian dalam waktu singkat, seperti yang terjadi, itu menunjukkan ada beberapa kasus selama beberapa waktu. Kami juga telah melihat banyak pelancong yang terinfeksi keluar dari Indonesia dan itu masalah lain karena mereka hanya belum cukup diuji,” ujarnya.

Media internasional juga menyoroti kondisi wabah Corona di Indonesia. The Guardian misalnya melaporkan perkiraan dari para ahli London School of Hygine & Tropical Medicine. Dalam laporan disebut kemungkinan saat ini Indonesia baru melaporkan sekitar 2% kasus infeksi virus Corona yang terjadi. “Indonesia, negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, lambat dalam melakukan tes Corona. Hanya melakukan beberapa ratus sampel di awal bulan ini. Sementara banyak kasus mulai terdeteksi pada bulan Februari di hampir seluruh negara Asia Tenggara, Indonesia baru melaporkan kasus pertama pada 2 Maret,” tulis Guardian pada Jumat (27/3/2020).

Uji/tes Corona di Indonesia sampai saat ini jumlahnya memang tidak memadai. Ranking tes Corona berbagai negara pernah disiarkan oleh media AS, The Wall Street Journal (WSJ) lewat akun Instagram-nya. Data yang dipakai oleh WSJ ini diambil dari situs ourworldindata.org, berdasarkan data tes pada 19-20 Maret 2020. Dalam unggahan tersebut, ada bagan grafik yang menunjukkan performa tes Corona pada 14 negara.

Cara penghitungan performa tes Corona ialah dengan membagi jumlah tes Corona yang dilakukan dengan jumlah penduduk di negara tersebut. Sebagai contoh untuk Indonesia, pada data 20 Maret pemerintah Indonesia melakukan 2.028 tes Corona. Dengan proyeksi untuk 272,22 juta penduduk Indonesia pada 2020, performa tes Indonesia yakni 7,4.

Korea Selatan menempati posisi teratas dengan nilai performa 6,148. Sedangkan Indonesia berada di posisi terakhir dengan nilai 7,4. Berikut ini daftarnya:

1. Korea Selatan: 6.148
2. Australia: 4.473,4
3. Italia: 3.498,7
4. Inggris: 959,7
5. Finlandia: 537,6
6. Amerika Serikat (AS): 313,6
7. Vietnam: 159
8. Jepang: 117,8
9. Afrika Selatan: 109,6
10. Kolombia: 81,7
11. Filipina: 11,6
12. India: 10,5
13. Pakistan: 9,5
14. Indonesia: 7,4

Tim ahli Indonesia juga memiliki penilaian yang hampir sama. Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) membuat prediksi yang merupakan salah satu bagian dari draf ‘Covid-19 Modelling Scenarios, Indonesia’, disusun tanggal 27 Maret 2020, ditujukan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Menurut tim tersebut orang yang terjangkit virus Corona tidak bisa dibiarkan sembuh sendiri. Pandemi ini perlu intervensi pemerintah secara serius. Bila tak ada peningkatan penanganan terhadap penularan virus itu, maka hampir 2,5 juta orang di negara ini berpotensi terjangkit Covid-19.

Di Indonesia hari ini Sabtu (28/3/2020), sudah ada 1.155 kasus positif Covid-19, 102 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Kasus-kasus itu bukan sekadar angka, tapi merupakan jumlah manusia. Angka itu bisa meningkat berlipat-lipat bila tak ada intervensi tingkat tinggi dari pemerintah untuk menanggulangi penyebaran Covid-19.

Berikut adalah jenis-jenis intervensi yang dilakukan terhadap penularan Covid-19 yang dimaksud Tim FKMUI:
1. Tanpa intervensi
2. Intervensi rendah: jaga jarak sosial secara sukarela, membatasi kerumunan massa
3. Intervensi moderat: tes massal cakupan rendah, mengharuskan jaga jarak sosial (penutupan sekolah/bisnis)
4. Intervensi tinggi: tes massal cakupan tinggi, mewajibkan jaga jarak sosial

Prediksi Tim FKM UI soal kasus Covid-19 menurut jenis intervensi, dalam ‘Covid-19 Modelling Scenarios, Indonesia’.
1. Tanpa intervensi: +/- 2.500.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
2. Intervensi rendah: +/- 1.750.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
3. Intervensi moderat: +/- 1.250.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
4. Intervensi tinggi: +/- 500.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19

Itu adalah prediksi total kumulatif kasus positif COVID-19. Berikut adalah prediksi efek terhadap kematian berdasarkan tingkat intervensi yang diterapkan pemerintah terhadap kondisi wabah ini.
1. Tanpa intervensi: 240.244
2. Intervensi redah: 144.266
3. Intervensi moderat: 47.984
4. Intervensi tinggi: 11.898

Prediksi tersebut diasumsikan terjadi pada hari ke-77. Tim menggunakan patokan hari ke-1 pada pekan pertama Februari 2020 alias lebih awal dari pengumuman kasus pertama oleh Pemerintah Indonesia (2 Maret). Soalnya, data yang diperoleh dari rumah sakit di Indonesia sudah menunjukkan adanya peningkatan kasus pneumonia dan gejala mirip Covid-19 sejak pekan pertama Februari.

Berdasarkan jenis-jenis intervensi di atas, termasuk jenis yang manakah penanganan pemerintah Indonesia terhadap Covid-19 saat ini?
“Yang sekarang hanya ada imbauan. Jadi, antara tanpa intervensi dan intervensi rendah,” kata Pandu Riono, Doktor epidemiologi lulusan University of California Los Angeles.

Penanganan berdasarkan tes ternyata begitu memprihatinkan. Bagaimana penanganan dari aspek isolasi, karantina (lockdown)?

Pemerintah Indonesia sejauh ini tidak membuka opsi _lockdown_ tersebut. Masyarakat hanya dihimbau untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah tanpa diikuti dengan turunan kebijakan yang konkret. Demikian juga dengan imbauan social distancing dan physical distancing hanya mengandalkan kesadaran masyarakat tanpa kontrol ketat dari petugas.

Padahal pergeseran dari pendekatan _social distancing ke lockdown terjadi di beberapa negara, dimana menurut pakar hal ini dilakukan ketika kasus sudah mencapai 1.000, maka negara sudah harus mempertimbangkan dengan serius untuk kemungkinan lockdown.

Namun opsi lockdown untuk mengatasi penyebaran virus Corona (Covid-19) di Indonesia tidak akan dilakukan. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan lockdown. Ia mengatakan, keputusan untuk tidak melakukan lockdown merupakan instruksi Presiden Joko Widodo.

Meskipun begitu beberapa kepala daerah mengambil langkah lockdown. Mulai dari pemerintah propinsi, bupati/walikota bahkan masyarakat kampung. Jadi terlihat lockdown ditolak pemerintah, meskipun diinginkan warga.

Gubernur Papua Lucas Enembe pada 25/3 mengumumkan mulai (26/3) akses masuk dan keluar orang melalui bandar udara maupun pelabuhan laut di seluruh kabupaten/kota di Papua ditutup sementara. Penutupan demi mencegah persebaran virus Corona itu berlaku hingga 14 hari ke depan.

Pemerintah kota Tegal memutuskan untuk melakukan karantina wilayah (lockdown) mulai 30 Maret-30 Juli 2020. Wali kota Tegal, Dedy Yon Supriyono memerintahkan blokade 49 titik akses jalan protokol dalam kota dan penghubung jalan antar kampung. Blokade dilakukan sejak pemkot memutuskan karantina local (local lockdown) mencegah penyebaran virus Corona, dimulai pada 30 Maret 2020. Blokade dilakukan untuk mencegah akses warga keluar masuk, baik dari maupun menuju kota Tegal.

Wali kota Tasikmalaya Budi Budiman akhirnya juga secara tegas mengambil langkah ekstrem memerangi wabah virus Corona di wilayahnya dengan menerapkan lockdown lokal atau karantina wilayah. Pemberlakuan status tersebut akan mulai dilaksanakan terhitung sejak hari Selasa (31/2/2020).

Bahkan di kampung-kampung di Kecamatan Pakem Sleman Yogyakarta mulai menerapkan penutupan wilayah atau _lockdown_ lokal. Meskipun di kampungnya belum ada kasus infeksi namun dengan alasan pencegahan jalan akses keluar masuk kampung ditutup.

C. Strategi yang Benar dalam Melakukan Karantina Apabila Terjadi Pandemi, Khususnya Menghadapi Covid-19

Sebagai seorang muslim tentu kita bisa memandang wabah ini dari dua aspek. Pertama, dari aspek akidah maka munculnya wabah ini adalah bagian dari Qadla dimana manusia tidak mempunyai pilihan dan wajib mengimani kejadian ini semata-mata berasal dari Allah. Kedua, dari aspek ikhtiar dalam wilayah yang manusia masih memiliki pilihan bagaimana menghadapi wabah seperti ini.

Dalam menghadapi wabah maka khilafah akan menjadikan akidah dan metode ideologi Islam dalam menghadapinya. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

1. Deteksi dini

Negara menelusuri penyakit tersebut sejak awalnya dan bekerja membatasi penyakit di tempat kemunculannya sejak awal dan orang-orang sehat di tempat-tempat lainnya tetap bekerja dan berproduksi. Uji/tes sebanyak mungkin dilakukan oleh negara sehingga bisa diketahui mana orang yang sakit dan mana yang sehat.

Jika dari hasil deteksi melalui tes yang dilakukan sedini mungkin telah diperoleh hasil positif adanya infeksi maka negara akan bisa melakukan pencegahan dan penanganan penularan. Imam al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Usamah bin Zaid dari Nabi saw, beliau bersabda:

«إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا«

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”

Jika tanpa deteksi dini maka orang akan masih banyak yang keluar masuk wilayah yang sebenarnya sudah ada wabah. Wabah yang merebak akan meningkatkan kegagalan ekonomi dan kegagalan lainnya.

Uji/tes perlu dilakukan sedini dan sebanyak mungkin. Jika terlambat dan banyak yang tidak terdeteksi maka akan melipatgandakan penyakit ini.

Sementara orang-orang yang sehat tetap melanjutkan kerja mereka. Kehidupan sosial dan ekonomi tetap berlanjut sebagaimana sebelumnya sebelum penyakit menular, tidak menghentikan kehidupan masyarakat secara umum dan mengisolasi mereka di rumah dan berikutnya melumpuhkan kehidupan ekonomi atau hampir lumpuh sehingga krisis justru meningkat eskalasinya dan memunculkan problem baru.

2. Isolasi

Bagi orang-orang yang hasil tes positif terinfeksi virus maka wajib diisolasi. Hal ini untuk mencegah penularannya kepada orang lain.

Isolasi dengan berdiam diri di rumah saat wabah melanda suatu negeri pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan, disebutkan mereka yang mau berdiam diri di kediaman masing-masing akan mendapatkan pahala setimpal dengan seorang yang mati syahid.

Hal ini terdapat dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari, an-Nasa’i dan Ahmad:

“Dari Aisyah Ummul Mukminin ra, Beliau berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang tha’un (wabah penyakit), lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadaku wabah itu adalah siksa yang dikirim Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman.

“Siapa yang menghadapi wabah lalu dia bersabar dengan tinggal di dalam rumahnya seraya bersabar dan ikhlas sedangkan dia mengetahui tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mati syahid.”

3. Karantina (lockdown)

Ketika Umar pergi ke Syam, setelah sampai di Saragh, pimpinan tentara datang menyambutnya. Antara lain terdapat Abu Ubaidah bin Jarrah dan para sahabat yang lain. Mereka mengabarkan kepada Umar bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Ibnu Abbas berkata; ‘Umar berkata; ‘Panggil ke sini para pendahulu dari orang-orang Muhajirin! ‘
Maka kupanggil mereka, lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Kata Umar; ‘Wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Bagaimana pendapat kalian? ‘ Mereka berbeda pendapat. Sebagian mengatakan kepada Umar; ‘Anda telah keluar untuk suatu urusan penting. Karena itu kami berpendapat, tidak selayaknya Anda akan pulang begitu saja.’

Sebagian lain mengatakan; ‘Anda datang membawa rombongan besar yang di sana terdapat para sahabat Rasulullah Saw. Kami tidak sependapat jika Anda menghadapkan mereka kepada wabah penyakit ini.’ Umar berkata: ‘Pergilah kalian dari sini! ‘ Kemudian ‘Umar berkata lagi: ‘Panggil ke sini orang-orang Anshar! ‘

Maka aku memanggil mereka, lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Ternyata kebijaksanaan mereka sama dengan orang-orang Muhajirin. Mereka berbeda pendapat seperti orang-orang Muhajirin. Maka kata Umar; ‘Pergilah kalian dari sini! ‘ Kata Umar selanjutnya; ‘Panggil ke sini pemimpin-pemimpin Quraisy yang hijrah sebelum penaklukan Makkah!’ Maka aku (Ibnu Abbas) memanggil mereka.

Ternyata mereka semuanya sependapat, tidak ada perbedaan. Kata mereka; ‘Kami berpendapat, sebaiknya Anda pulang saja kembali bersama rombongan Anda dan jangan menghadapkan mereka kepada wabah ini. Lalu Umar menyerukan kepada rombongannya “Besok pagi-pagi aku akan kembali pulang. Karena itu bersiap-siaplah kalian!”

Kemudian Abu ‘Ubaidah bin Jarrah bertanya; “Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?” Umar menjawab: ‘Mengapa kamu bertanya demikian hai Abu ‘Ubaidah?

Agaknya Umar tidak mau berdebat dengannya. Beliau menjawab: “Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah. Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau mempunyai seekor unta, lalu engkau turun ke lembah yang mempunyai dua sisi. Yang satu subur dan yang lain tandus. Bukanlah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala dengan takdir Allah juga, dan jika engkau menggembala di tempat tandus engkau menggembala dengan takdir Allah?”

Di tengah perbincangan Umar dengan Abu Ubaidah tiba-tiba datang sahabat Nabi bernama Abdurrahman bin ‘Auf yang belum hadir karena suatu urusan. Lalu dia berkata: “Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.”

Mendengar itu, akhirya Umar mengucapkan puji syukur kepada Allah, setelah itu beliau pergi. Di dalam Hadis Ma’mar ada tambahan Umar berkata: “Bukankah jika kamu menggembalakan unta di tempat yang tandus dengan meninggalkan tempat yang subur berarti kamu telah membuatnya lemah?”

Ketika itu Abu Ubaidah menjawab: “Ya.” Kemudian Umar berkata: maka berangkatlah! Maka Abu Ubaidah berangkat hingga sampai di Madinah, lalu dia berkata: “Insyaallah ini adalah tempat tinggal.” (HR Muslim).

Jadi karantina _(lockdown)_ berbasis kota yang mengalami wabah. Hal ini dicontohkan pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, khususnya ketika wabah penyakit tha’un sedang terjadi di Syam.

Amru bin Al-Ash ra., ketika menjadi pemimpin menggantikan pendahulunya berbeda pandangan dengan mereka, beliau berseru kepada khalayak umat dengan mengatakan:

أيها الناس! إن هذا الوجع إذا وقع فإنما يشتعل اشتعال النار فتحصّنوا منه في الجبال

“Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung.” (Diriwayatkan dari Imam Ibn Hajar Al-Asqalani)

Selama karantina _(lockdown)_ negara akan melakukan kewajiban syar’iynya karena khilafah merupakan negara yang melayani dan amanah. Negara juga menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan obat secara gratis untuk seluruh rakyat, mendirikan rumah sakit dan laboratorium pengobatan dan lainnya yang termasuk kebutuhan asasi rakyat daulah seperti halnya pendidikan dan keamanan.

Begitulah, langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh Khalifah. Menyelesaikan masalah wabah tanpa masalah. InsyaAllah.

IV. Penutup

Dari uraian di atas ada beberapa kesimpulan yang didapatkan:

1. Urgensi karantina ketika terjadi pandemi adalah mengurangi kecepatan penyebaran virus agar tidak lebih cepat dari kemampuan pemerintah mendeteksi dan menangani mereka yang terpapar.
Beberapa negara telah menunjukkan hasil nyata dalam melakukan penaganan terhadap Corona (Covid-19). Negara-negara yang dinilai berhasil tersebut melakukan tes Covid-19 dengan cepat dan dalam jumlah besar, pelacakan terhadap siapa saja yang sudah melakukan kontak dengan mereka yang dinyatakan positif tertular Covid-19, isolasi dan karantina juga diberlakukan bagi mereka yang tertular juga menggunakan teknik baru seperti menyediakan klinik bergerak. Negara dengan tingkat infeksi dan penularan yang tinggi juga ada yang berhasil mengendalikan penularan dengan melakukan karantina.

2. Dampak kegagalan karantina terhadap penularan penyakit dan kesehatan umat manusia adalah tingginya angka penularan penyakit dan angka kematian. Padahal penanganan virus Corona (Covid-19) di Indonesia dinilai buruk oleh berbagai kalangan di dunia. Mulai dari birokrasi yang tidak rapi, lambat dalam melakukan tes Corona dan
jumlah uji yang tidak memadai. Penanganan pemerintah Indonesia terhadap Covid-19 saat ini dinilai antara tanpa intervensi dan intervensi rendah sehingga dikhawatirkan jumlah kasusnya akan menjadi banyak. Apalagi opsi karantina sampai saat ini tidak diambil oleh pemerintah.

3. Strategi yang benar dalam melakukan karantina apabila terjadi pandemi, khususnya menghadapi Covid-19 maka beberapa langkah yang bisa diambil antara lain: deteksi dini, isolasi di rumah, dan karantina berbasis kota. Orang-orang yang sehat tetap melanjutkan kerja mereka. Kehidupan sosial dan ekonomi tetap berlanjut sebagaimana sebelumnya sebelum penyakit menular, tidak menghentikan kehidupan masyarakat secara umum dan mengisolasi mereka semuanya di rumah dan berikutnya melumpuhkan kehidupan ekonomi atau hampir lumpuh sehingga krisis justru meningkat eskalasinya dan memunculkan problem baru. Negara juga menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan obat secara gratis untuk seluruh rakyat, mendirikan rumah sakit dan laboratorium pengobatan dan lainnya yang termasuk kebutuhan asasi rakyat.

*) MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DI PONOROGO
Senin, 30 Maret 2020
Di bawah asuhan: Pierre Suteki

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.