Pak Nas dalam Kenangan

Berikut ini testimoni sejumlah tokoh tentang Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution atau yang akrab dipanggil Pak Nas. Baca juga:‘Legacy’ untuk Dunia dari Pak NasMenulis Hingga Akhir HayatAyah yang SempurnaSarung Kotak Sang Jenderal BesarSabar di Pukulan PertamaAH Nasution: Tuhan Maha Besar! Tuhan Masih Melindungi SayaJenderal Besar TNI DR AH Nasution “Sang Penyelamat NKRI”Mengenang 101 Tahun Jenderal Besar A.H. Nasution
Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono: Saya kagum dengan Pak Nas, terutama mengagumi pemikiran-pemikirannya yang brilian. Pak Nas juga memiliki kepedulian yang tinggi kepada pendidikan dan dunia pengetahuan. Buku karya Pak Nas yang berjudul Tentara Nasional Indonesia, Pokok-Pokok Perang Gerilya dan Sekitar Perang Kemerdekaan telah menjadi buku favorit dan telah saya baca berkali-kali. Masyarakat harus menghormati pahlawan dan memetik pelajaran dari sejarah. Indonesia berdiri dan dapat dipertahankan melalui pertautan langkah-langkah diplomasi dan militer. Langkah-langkah tersebut dilaksanakan para pejuang di bidang diplomasi, juga pejuang di bidang militer. Misalnya, Bung Karno, Bung Hatta, Ruslan Abdul Gani, Jenderal Besar Soedirman, dan Jenderal Besar A.H. Nasution. Marilah, berikan penghormatan yang layak bagi yang berjuang di bidang diplomasi dan militer. Bakal calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, mengaku mengagumi sosok Pahlawan Nasional, Jenderal (purnawirawan) Abdul Haris Nasution. Ia mengaku banyak belajar mengenal sosok yang lebih dikenal sebagai AH Nasution itu. (Dilansir dari jpnn.com) Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid: Warisan Jenderal Besar A.H. Nasution bagi TNI dan Indonesia Bukan sembarang orang bisa dianugerahi penghargaaan sebagai Jenderal Besar TNI, hanya 3 nama yaitu Sudirman, Suharto, dan Abdul Haris Nasution (Pak Nas) yang berhak. Nama A.H. Nasution, tentunya diingat dari kejadian yang dialami bersama keluarga saat malam 1 Oktober 1965, berhasil lolos dari pembunuhan tetapi harus merelakan kepergian anak tercinta, Ade Irma Suryani. Banyak warisan Pak Nas untuk TNI, kalau bisa disebut tidak ada TNI seperti saat ini jika tidak ada Abdul Haris Nasution. Prinsip Sistem Pertahanan Rakyat Semesta masih diterapkan oleh TNI. Prinsip pertahanan tersebut menarik karena kondisi alam dan kepemilikan alutsista yang ada membuat Indonesia menggunakan gerilya sebagai strategi pertahanan. Namun, revolusi teknologi informasi dan jenis perang yang mengalami perubahan, perlu revitalisasi agar dapat beradaptasi terhadap perkembangan ancaman negara. Warisan selanjutnya Dwi Fungsi ABRI. Konsep yang memiliki nama lain “Jalan Tengah” berasal dari pemikiran Pak Nas. Dwifungsi ABRI tidak lagi berlanjut di Indonesia, tetapi TNI sesuai dengan UU melaksanakan operasi militer selain perang, di antaranya menangani terorisme, mengamankan perbatasan, membantu bencana alam dan pemberian bantuan kemanusiaan, serta pencarian dan pertolongan kecelakaan. Harus diakui saat terjadi bencana alam, TNI mempunyai pasukan yang mampu digerakkan saat itu juga ketika terjadi bencana alam maupun kecelakaan. Peringatan 101 tahun Jenderal Besar Abdul Haris Nasution merupakan kesempatan bagi TNI, akademisi, maupun politisi untuk merevitalisasi warisan Pak Nas. Pak Nas jelas luar biasa berjasa bagi TNI maupun bangsa Indonesia, dengan kepemimpinan dan pemikiran di TNI/ABRI selama masa dinas maupun pasca-berdinas. Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat Saya mengenal nama beliau sebetulnya sejak saya masih kecil, awalnya dari pelajaran sekolah dan juga dari lagu Ade Irma Suryani, di situlah pertama kali saya memahami dan mengetahui sosok beliau. Beranjak dewasa, tentu banyak buku yang saya baca juga mengenai ketokohan beliau, kita tahu sejarah kelam Indonesia tahun 1965 yang kemudian Ade Irma Suryani, putri beliau menjadi sala satu korban-nya. Pemikiran-pemikran besarnya dan bagaimana kemudian beliau menyampaikan kepada kita untuk harus menjaga ideologi bangsa, saya kira adalah hal yang sangat relevan dan masih sampai saat ini harus kita cermati dan pahami. Apa yang beliau sampaikan dalam banyak pemikiran di buku-bukunya dan apa yang beliau prediksikan pada waktu yang lalu terjadi saat ini, kita berhadapan dengan masalah intoleransi utamanya, bukan sekadar disintegrasi, tapi intoleransi dan ancaman terhadap Pancasila. Beliau meninggalkan banyak catatan dan pemikiran yang saya rasa sangat relevean dan waktunya kembali untuk kita membuka kembali catatan apa yang beliau tinggalkan untuk bisa kita laksanakan dalam menjaga Pancasila. Akbar Linggaprana, Marsma (Pur) Jenderal Besar A.H. Nasution, tokoh militer Indonesia yang mendunia. Beliau tidak saja matang di medan tempur dan kepangkatan, tetapi dikenal sebagai tokoh pemikir militer. Hal itu dibuktikan dengan 77 buku, jurnal, dan makalah yang pernah beliau tulis. Dari puluhan Buku yang ditulis, Buku Pokok-Pokok Perang Gerilya membuat nama A.H. Nasution mendunia dan diakui sebagai penggagas. Perang gerilya yang kemudian diterapkan dalam strategi militer negara lain. Pendiri dan Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat)Henry Yosodiningrat Nilai-nilai kepahlawanan sebagai seorang Jenderal TNI-AD, dilihat dari prestasi, perjalanan karier, mungkin kalau ditulis tidak cukup satu buku, apalagi kalau mau diucapkan. Beliau adalah sosok yang berjiwa besar dan penyabar yang amat sangat luar biasa, misalnya dalam saat menghadapi peristiwa G30S/PKI yang mengkabitkan anaknya menjadi korban kebiadaban PKI. korban kebiadaban PKI. Di akhir masa hidupnya kalau saya baca bisa menangis, melihat bagaimana penderitaan di akhir hayatnya. Komisaris Utama PT Batamec Shipyard Andreas Reza Nazaruddin Jendral Besar Abdul Haris Nasution banyak memberikan sumbangsih bagi negara ini. Kita sebagai putra bangsa menghargai jasa-jasa besar beliau yang dapat menginspirasi anak-anak bangsa Indonesia ke depannya. CEO PT Whitesky Aviation/Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja Beliau adalah salah satu tokoh yang bersama-sama merebut kemerdekaan dan merupakan jenderal yang tidak terbunuh dalam peristiwa G30S/PKI. Sebagai generasi penerus, nilai-nilai yang perlu kita bangun adalah harus meneruskan perjuangan para pahlawan, termasuk Pak A.H. Nasution. Kita para pemuda, salah satunya kalangan pengusaha yang berjibaku demi kemajuan bangsa, yang tidak perlu perang lagi seperti dahulu, justru harus mempunyai kompetensi yang bagus, sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain. Dan tak kalah penting, meningkatkan kompetensi dengan penuh kesadaran, jangan sampai persaingan yang ada malah memecah belah bangsa. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily A.H. Nasution menurut saya merupakan salah satu legenda tentara di Indonesia. Beliau pemikir sekaligus seorang tentara yang punya kontribusi besar terhadap sejarah tentara Indonesia. Kita tahu beliau adalah peletak dasar Dwifungsi ABRI saat itu karena memang ABRI lahir dari rakyat. Nasution juga jenderal yang piawai, cerdas, dan patut disebut sebagai Sang Legenda. Rektor Universitas Lambung Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. Kalau orang berbicara tentang Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, orang langsung teringat dengan peristiwa G30S/PKI, tetapi beliau di antara para jenderal, salah satu orang yang selamat dari usaha pembunuhan yang dilakukan oleh G30S/PKI, tetapi anaknya menjadi korban, Ade Suryani Nasution. Namun, sebenarnya kalau kita ingin melihat bagaimana perjuangan beliau tidak hanya pada peristiwa itu, kita juga harus melihat peran Pak Nas dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah tokoh yang banyak berjasa, terutama dalam menggagas strategi perang gerilya yang memberikan pengaruh besar dalam militer Indonesia, apalagi kala itu Indonesia adalah negara yang baru merdeka, tidak memiliki angkatan perang yang kuat dan persenjataan yang lengkap dibandingkan negara-negara yang menjajah Indonesia, katakanlah sekutu, tentara Jepang, atau pun tentara Belanda. Nah, konsep perang gerilya itulah yang dikembangkan oleh beliau. Di sana, gagasan mengenai integerasi atau bersatunya tentara dengan rakyat itu menjadi kekuatan yang penting. Jadi, sebuah angkatan perang tidak akan berhasil tanpa didukung oleh kekuatan masyarakat/penduduk, jadi ke manapun kita berjuang di daerah terpencil, rakyat memberikan sumbangan atau supply kepada tentara, sehingga bisa bertahan lama pada perang jangka panjang, bahkan kita memenangkan pertempuran dengan penjajah. Itulah kiprah besar beliau, bahkan konsep perang Gerilya yang digagasnya menjadi kajian di sekolah-sekolah komando di seluruh dunia. Kemudian, kiprah Pak Nas setelah Indonesia merdeka, bagaimana menjaga NKRI ini, beliau bukan orang yang ambisius, sebagai seorang Jenderal Besar, beliau memiliki peluang yang besar memimpin bangsa ini, tetapi beliau tetap bergerak di angkatan bersenjata untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI karena di situlah kiprah sesungguhnya dari Jenderal Besar A.H. Nasution. Kiprah dan kecintaan beliau kepada NKRI harus ditularkan kepada generasi muda. Saya melihat salah satu keresahan bangsa Indonesia saat ini adalah jiwa nasionalisme semakin luntur, makanya kita perlu sekali menampilkan tokoh-tokoh, seperti Jenderal Besar A.H. Nasution agar anak-anak, pemuda-pemuda yang hidup di zaman sekarang bisa lebih mengenal dan yang paling penting adalah kecintaan terhadap bangsa dan negara ini nomor satu kalau kita ingin melihat bangsa ini terus bertahan pada dekade-dekade yang akan datang, apalagi kita akan menyongsong kemerdekaan Indonesia yang ke-100 tahun pada 2045. Dan untuk menyongsong itu agar kita bisa menjadi bangsa yang besar, maju, makmur, disegani bangsa-bangsa lain, kita harus bersatu. Setiap anak bangsa, apapun profesi mereka, apapun pekerjaan mereka, dia harus menunjukkan kecintaannya kepada bangsa ini, bukan malah sebaliknya, saling menghujat dan memecah belah. Ketua Komisi VIII DPR/Ketua DPP PAN Yandri Susanto Jenderal A.H. Nasution adalah jenderal panutan kita, beliau jenderal yang baik, punya karakter, cerdas. Pak nas juga jenderal yang sabar dengan cobaan yang begitu besar, beliau jenderal yang tangguh. Beliau patut dijadikan contoh salah sebagai satu putra terbaik bangsa ini. Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Periode 2015 - 2020 Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA Jenderal Besar Abdul Haris Nasution adalah pembangun fondasi dasar sistem gerilya pada masa revolusi mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda. Beliau dikenal karena kedudukannya yang penting dalam bidang militer (Angkatan Darat). Ketika saya mulai meniti karir pada berbagai level organisasi, kebutuhan mencari referensi kepemimpinan mengingatkan saya kepada beliau. Membaca referensi yang ada, kekaguman saya tumbuh. Betapa sepanjang usianya, wafat pada 6 September 2000, menjelang 82 tahun, beliau sangat mencintai negeri ini dan telah berkontribusi sangat banyak pada sistem pertahanan dan tata negara Republik Indonesia. Ketika usia saya juga bertambah dan makin panjang jejak dalam karir, saya bisa lebih memahami cara pandang beliau dan menaruh hormat yang sangat tinggi dengan integritas beliau dan keteguhan hati untuk terus menyuarakan keyakinannya atas kebenaran langkah-langkah kepemimpinan dan mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Model kepemimpinan beliau yang tegas terbentuk dalam lingkungan militer. Jika kita lihat perjalanan hidup beliau, kita melihat kemampuan dan kemauan untuk terus belajar dan beradaptasi dalam lingkungan yang baru. Setelah lulus sekolah pada zaman itu (1939) beliau menjadi guru, lalu masuk ke militer, menjadi pemimpin di usia muda dan pada kondisi negara baru merdeka. Beliau memiliki kemampuan beradaptasi dalam berbagai perubahan lingkungan. Ini sikap yang tetap atau justru sangat diperlukan di era digital sekarang, kemampuan beradaptasi dengan cepat, kemampuan menyampaikan pemikiran dengan jelas dan cerdas. Buku beliau tentang perang gerilya merupakan salah satu buku yang dirujuk di dunia militer untuk topik ini. Jadi untuk generasi muda, membaca dan terus belajar. Kemudahan akses informasi tidak berarti apa-apa jika Anda tidak memanfaatkan dan membacanya dengan baik hingga memahaminya. Luaskan pergaulan Anda hingga Anda mudah berkomunikasi dan beradaptasi dalam lingkungan baru. Terakhir tetapi terpenting, teruslah mencintai negeri ini, negeri yang menjadi rumah kita semua. (MO)
