Kamis, 25 April 24

Masa Tunggu Haji Indonesia 43 Tahun, Malaysia 141 Tahun

Masa Tunggu Haji Indonesia 43 Tahun, Malaysia 141 Tahun
* Pertemuan Misi Haji Indonesia dan Malaysia di Daerah Kerja (Daker) Makkah. (Foto: Humas Kemenag RI)

Obsessionnews.com – Berbicara tentang masa tunggu haji, warga negara Indonesia lebih beruntung daripada Malaysia. Masa tunggu haji Indonesia paling lama 43 tahun untuk kuota 100 persen atau 86 tahun untuk kuota 50 persen.

 

Baca juga:

Wamenag Zainut Sampaikan Terima Kasih kepada Petugas Haji yang Telah Bekerja Sepenuh Hati

Jemaah Haji Indonesia Kehilangan 3.500 Riyal di Kamar Hotel, Ini Penjelasan Kadaker Makkah

 

 

“Di Malaysia 141 tahun masa tunggu. Kalau kuota 50 persen (seperti tahun ini) masa tunggu bisa hampir 300 tahun,” ujar DatHajio’ Sri Syed Saleh Syed Abdul Rahman, Ketua Rombongan Haji (Tabung Haji) Malaysia, Kamis (21/7/2022).

Hal ini disampaikannya ketika memimpin rombongan tim haji Malaysia berdialog dengan tim Haji Indonesia di Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Makkah.

Dikutip dari keterangan tertulis Humas Kementerian Agama (Kemenag) RI, Jumat (22/7), tahun ini Malaysia memberangkatkan 14.600 jemaah, sedangkan Indonesia 100.051 jemaah. Jika kuota normal, jemaah yang diberangkat dari Malaysia sebanyak 31 ribu, Indonesia lebih dari 200 ribu.

Selain karena kuota terbatas, lamanya waktu tunggu di Malaysia juga karena aturan ketat yang diterapkan di negara itu. Malaysia misalnya melarang penderita penyakit tertentu berangkat haji. Bahkan obesitas atau kegemukan juga menjadi salah satu syarat yang pantang dilanggar.

“Ada aturan Body Mass Index (BMI) dihitung 40 ke atas tidak boleh berangkat. 35-40. Kalau punya penyakit bawaan juga tidak dibenarkan berangkat,” ujarnya.

BMI adalah cara menghitung berat badan ideal berdasarkan tinggi dan berat badan dengan menggunakan rumus tertentu.

Selain obesitas, calon jemaah yang memiliki penyakit bawaan, seperti kencing manis dan darah tinggi, yang tidak terkontrol juga dilarang berangkat.

Proses pemeriksaan kesehatan juga dilakukan hingga dua kali . Selain juga pemeriksaan PCR terkait Covid-19.

“Ini yang membuat kita tidak ada jemaah yang sakit. Alhamdulillah jemaah datang sehat. Urusan ibadah juga mudah, tidak ada yang tertinggal tidak ada yang jalan lambat,” ujarnya.

Untuk tahun ini jumlah jemaah haji asal Malaysia yang meninggal di Arab Saudi juga hanya 1 jemaah. Itu pun meninggal sebelum puncak haji.

Tiap tahun, kata dia, Pemerintah Malaysia mengumpulkan pada ahli kesehatan untuk merumuskan penyakit bawaan apa saja yang dilarang bagi jemaah haji.

“Sebelum bulan puasa, kita sudah kumpulkan pakar kesehatan. Mereka merumuskan dan kita tinggal jalankan untuk kriteria jemaah seperti apa,” kata dia.

Sama dengan Indonesia, Malaysia tahun ini juga menerapkan batasan usia jemaah haji adalah 65 tahun. Protokol kesehatan antisipasi Covid-19 juga diterapkan dengan melalukan PCR bagi seluruh jemaah sebelum berangkat ke Arab Saudi.

Sama dengan Indonesia, para jemaah juga diberangkatkan sebagian menggunakan Saudi Arabia Airlines dan sebagian menggunakan Malaysia Airlines. Sebagian jemaah Malaysia saat ini juga telah dipulangkan ke tanah air mereka.

Ada sedikit perbedaan antara Malaysia dan Indonesia. Jemaah Indonesia mendapatkan program Arbain, yakni salat 40 waktu berjemaah di Masjid Nabawi Madinah. Kalau Malaysia, program ini sudah dihapuskan dengan alasan sunnah dan untuk efisiensi waktu.

“Sudah 10 tahun arbain kita hilangkan dari buku-buku panduan haji di Malaysia,” ujarnya.

Menurut Syed Saleh Syed Abdul Rahman, aturan ketat ini sebenarnya juga banyak ditentang di Malaysia. Namun untuk tahun ini mereka menekankan aturan kesehatan karena masih massa pandemi.

Dalam kesempatan ini pihak Tabung Haji Malaysia memuji tim haji Indonesia. Dengan jumlah jemaah lebih tiga kali lipat, petugas haji Indonesia bisa melayani dengan baik.

Selain itu tim haji Malaysia juga memuji kesiagaan tim kesehatan haji Indonesia yang menyiagakan beberapa ambulan khusus jemaah, utamanya saat Safari Wukuf. Hal itu belum bisa dilakukan Malaysia.

Sementara itu Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI Hilman Latief mengatakan secara umum pelaksanaan haji di Indonesia dan Malaysia sama.

Untuk waktu tunggu, Indonesia lebih beruntung karena mendapatkan kuota lebih besar. Hanya di Indonesia aturan untuk jemaah tidak bisa seketat Malaysia. “Kami di Indonesia tidak bisa menuangkan kalau berat badan pun ditentukan,” tutur Hilman.

Dalam kesempatan ini kedua pihak sepakat untuk terus menjalin kerja sama dan saling tukar pendapat demi pelaksanaan haji yang lebih baik.

Kedua pihak juga sepakat untuk minta kepada Kerajaan Arab Saudi menambah jumlah kuota haji dan disertai penambahan fasilitas, khususnya selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina.

Baik Indonesia maupun Malaysia juga akan minta Arab Saudi mengurangi biaya Masyair yang dinilai memberatkan jemaah.

“Kami (Indonesia dan Malaysia) memperbincangkan prosesi tahun ini. Bertukar pikiran dan saling mendapatkan informasi terkait layanan umum dan layanan kesehatan. Ini bukan pertemuan terakhir, kami akan terus menjalin kerjasama,” kata Hilman. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.