Jumat, 26 April 24

Manuver Presiden Duterte di Hadapan AS

Manuver Presiden Duterte di Hadapan AS

Hanoi – Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan bahwa ia akan mengakhiri latihan militer bersama antara Filipina dan Amerika Serikat.

“Latihan bersama pasukan Filipina dan AS akan dilakukan pekan depan dan ini akan menjadi latihan terakhir bagi kedua negara,” kata Duterte dalam pertemuan dengan masyarakat Filipina di Hanoi pada Rabu (28/9/2016) malam.

Duterte menegaskan bahwa ia ingin membangun aliansi baru perdagangan dan komersial dengan Cina dan Rusia, dan latihan perang adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh Beijing. Dia juga sedang mempertimbangkan pembelian peralatan militer dari Rusia dan Cina.

Duterte sedang menjalani hubungan yang tidak nyaman dengan Washington dan ingin menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Filipina tidak bergantung pada AS.

Pandangan Duterte mungkin dapat disebut sebagai sebuah manuver dan perubahan haluan dalam kebijakan luar negeri Filipina, terutama dalam berinteraksi dengan AS dan upaya untuk mempertahankan kepuasan rakyat Filipina. Namun, sulit diterima jika hubungan militer yang sudah terjalin selama 50 tahun dengan AS akan berakhir dalam waktu singkat.

Dia sendiri juga mengakui pengalaman panjang kerjasama militer Filipina dengan pasukan AS dan juga menerima bahwa kedua negara terikat oleh sebuah perjanjian kerjasama pertahanan.

Realitasnya adalah bahwa di antara para Presiden Filipina, Corazon Aquino dan kemudian Gloria Macapagal-Arroyo telah mengambil langkah-langkah untuk meninjau kembali hubungan militer antara Filipina dan AS dengan beberapa alasan. Akan tetapi, kedua mantan Presiden Filipina itu juga tidak bersedia mengakhiri proses kerjasama militer dengan AS karena kondisi tertentu.

Alasannya juga kembali kepada pribadi dan keluarga Aquino dan Arroyo. Mereka ingin membangun sebuah hubungan konvensional dengan memperhatikan kepentingan AS di wilayah Asia Tenggara.

Sejauh ini pemerintah Filipina belum melanggar perjanjian pertahanan bersama, yang ditandatangani pada tahun 1952 dengan tujuan memperkuat perdamaian di Pasifik dengan sekutu terdekatnya yaitu AS. Jadi, sesumbar pemerintahan baru Manila masih sangat prematur.

Banyak pengamat politik percaya bahwa Filipina belum bertindak sebagai sebuah negara independen dan sampai sekarang masih berada di bawah dukungan AS. Negara itu juga dikenal dekat dengan sekutu-sekutu AS di kawasan seperti, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.

Para pejabat Manilai juga tidak menolak fakta tersebut, terlebih di tengah eskalasi ketegangan antara Filipina dan Cina terkait kepemilikan pulau-pulau di Laut Cina Selatan. Dalam kondisi seperti ini, Manila akan bangga untuk menerima segala bentuk bantuan dari sekutunya.

Meski demikian, keinginan Duterte untuk membangun aliansi perdagangan dengan Cina dan Rusia dapat dianggap sebagai sebuah perubahan positif, karena ia ingin memberi warna baru dalam kebijakan luar negerinya dan bisa memanfaatkan pengaruh Cina – sebagai kekuatan di Asia – di forum-forum internasional.

Sebagian pengamat percaya bahwa Duterte ingin mengejar perimbangan politik dan keamanan dengan tujuan mengajak warganya berdiri bersama pemerintah. (ParsToday)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.