Jumat, 26 April 24

Mahkamah Konsitusi Telah Membunuh Demokrasi

Mahkamah Konsitusi Telah Membunuh Demokrasi

Oleh: Muslim Arbi,  Pengamat politik dan kebijakan publik

Mahkamah konsitusi telah membunuh demokrasi. Setidak nya itu yang tertangkap dari putusan MK (mahkamah konsitusi) atas Parlemen Threshold (PT) 20 %, atas gugatan yang di layangkan penggugat. Mestinya MK kabulkan gugatan penggugat dan memutuskan PT 0%. Sebagaimana yang di suarakan ramai oleh aktifis dan publik. Agar kualitas demokrasi semakin baik. Dan tidak memilih pemimpin hasil konspirasi koalisi parpol dan pemodal.

Mengapa koalisi parpol dan pemodal yang di sorot? Karena pada pilpres 2014, kesan itu sangat terasa sekali. Bahkan Gubernur Ahok dengan,lantang berteriak, Presiden tanpa dukungan Pemodal (Pengembang) tidak akan jadi. Bisa jadi MK hanya sekedar sebagai tukang stempel atas PT 20 % yang di mau Istana dan koalisi Parpolnya di Parlemen. Padahal rakyat menghendaki PT 0%, agar banyak capres yang berpartisipasi dan pilpres semakin berkualitas.

Tetapi, jika di lihat dari putusan MK soal PT itu. Kita semakin mundur dalam berdemokrasi. Karena sejatinya pemilik suara dalam pilores 2019 nanti adalah Rakyat. Bukan parpol dan koalisi mereka. Padahal sudah 72 tahun kita merdeka. Rakyat bebas untuk suarakan pendapat nya semakin di belenggu dan di pasung. Dalam konteks ini, MK sebagai salah satu alat pasung selain, Istana dan Parlemen.

Mengapa MK bisa menjadi alat pembunuh atau sebagai pemasung demokrasi pada pilpres 2019? Padahal MK lahir dari rahim demokrasi setelah reformasi 1998. Mestinya MK sadari itu. Beberapa hal ini menjadi pertanyaan publik, mengapa MK hanya sebagai tukang stempel atas kemauan Istana dan Parlemen.

1. Setelah lahir nya UU Ormas Baru, bisa menjadi ancaman bagi demokrasi, termasuk, hakim-hakim di MK yang berpendapat beda dengan Istana dan Koalusi Parpol Pendukung Istana di DPR. Hakim-hakim bisa saja di buat bermasalah seperti Hakim MK sebelum nya. Sehingga untuk disentting pun tak sanggup di lakukan hakim. Sehingga Hakim-hakim MK terkesan sebagai pegawai Istana dan Parlemen.

2. Putusan MK 20 % yg digunakan dengan gunakan data basi pilpres 2014 tidak ber alasan. Karena Pemilihan Legislatif dan Pilpres disatukan. Mana mungkin mengantongi 20%, untuk mengajukan Capres dalam pemilihan serentak, hasil pemilu legislatif belum dihitung. Jadi, mestinya yang paling pas adalah PT 0%. Sehingga Capres bukan hasil koalisi sehingga para peminat sebagai Capres dengan bebas mengajukan diri nya. Di sinilah problem mendasar dari di putuskan PT 20%. Dan ini akan timbul masalah dan membingungkan. Mestinya Hakim-hakim MK dengan cermat mengkaji ini.

3. Bisa saja, publik anggap putusan PT 20 % oleh MK itu adalah putusan pesanan untuk amankan Capres tertentu.

Barangkali, tiga hal di atas, bisa menjadi kritikan bagi MK atas putusan nya soal PT 20%. Tapi bisa saja dengan putusan itu, MK turut andil, membuat kekalahan atas Capres yang sudah digadang-gadang Koalisi Parpol Penguasa untuk dua Periode yang lebih banyak bikin Rakyat menderita. Karena dosa MK yang telah membunuh dan memasuk Demokrasi yang sejatinya milik Rakyat. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.