‘Legacy’ untuk Dunia dari Pak Nas

NAMA besar Pak Nas tak hanya diakui di Indonesia. Dunia pun menempatkan sang jenderal besar ini dalam jajaran tokoh terhormat yang telah memberikan legacy atau warisan berharga. Melalui buku karyanya yang berjudul "Pokok-pokok Gerilya” (Fundamentals of Guerrilla Warfare) itulah namanya melegenda di pentas internasional. Buku yang ditulis tahun 1953 dan didasarkan pengalaman Pak Nas saat berperang dengan taktik gerilya melawan Belanda ternyata berdampak amat luas dalam taktik militer pada negara-negara lainnya. Baca juga:Menulis Hingga Akhir HayatAyah yang SempurnaSarung Kotak Sang Jenderal BesarSabar di Pukulan PertamaAH Nasution: Tuhan Maha Besar! Tuhan Masih Melindungi SayaJenderal Besar TNI DR AH Nasution “Sang Penyelamat NKRI”Mengenang 101 Tahun Jenderal Besar A.H. Nasution
Konon, seorang jenderal kenamaan Vietnam, Vo Nguyen Giap, menggunakan buku ini sebagai acuan untuk mengalahkan Prancis dan Amerika Serikat yang pernah bercokol di negaranya. Sejak saat itu buku ini menjadi terkenal dan banyak negara di dunia mencontek taktik perang gerilya karangan Nasution. Bahkan di West Point, Akademi Militer Amerika Serikat yang cukup terkenal, buku “Pokok-Pokok Gerilya” ini menjadi pegangan wajib bagi para taruna-taruninya dalam mempelajari peperangan intensitas rendah. Seorang dosen Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi, pada tahun 2012 mengaku bangga ketika berkunjung ke West Point dan mendapati fakta bahwa buku karya Pak Nas menjadi pegangan para taruna di sana. Seperti dikutip okezone.com, Muradi yang ketika itu juga Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad mengatakan,"Buku Pak Nasution itu menjadi buku wajib di banyak sekolah akademi militer. Misalnya pada 2012, saya ke Amerika Serikat, saya mengunjungi akademi militer mereka, di sana mereka menggunakan buku itu," kata Muradi kepada Okezone, Kamis (5/10/2017). Ia mengatakan, tak hanya di Amerika Serikat. Turki dan sebagian negara Eropa juga menjadikan buku A.H. Nasution ini ke dalam kurikulum pendidikan militer mereka. Halaman selanjutnya "Nah, itu jadi materi di sana. Kemudian, akademi militer Turki juga pakai. Di banyak negara di Eropa misalnya, menggunakan buku Nasution sebagai materi pembelajaran perang gerilya. Dan itu menjadi kebanggaan," katanya. Muradi yang telah membaca buku tersebut mengungkap sejumlah keistimewaan dari buku yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1953 itu. Menurut Muradi, A.H. Nasution memadukan pengalamannya dalam perang gerilya dengan sejumlah teori yang ia dapatkan semasa menjalani pendidikan militer dengan cara yang sangat apik. "Banyak ya (keistimewaan). Karena ia mencampurkan antara pengalaman dengan teori yang ia dapatkan selama ia bersekolah militer Belanda waktu itu kan. Dan ia meramu itu," tutur Muradi. Selain itu, Muradi mengagumi bagaimana A.H. Nasution menerjemahkan dan menceritakan kembali sudut pandang Jenderal Sudirman dalam buku itu. "Kemudian dia mendengar apa yang dilakukan oleh Sudirman. Sebenarnya praktiknya perang gerilya banyak dipraktikkan oleh Sudirman kan. Karena Pak Sudirman tidak keburu nulis, maka Pak Nasution meramu dalam bentuk tulisan. Dan itu menjadi buku 'babon' untuk pendidikan kontra perang gerilya. Jadi perang gerilya dan perang kontra gerilya," paparnya. Halaman selanjutnya Kemampuan Pak Nas yang luar biasa dalam bidang militer dan politik diapresiasi berbagai negara dunia dengan beragam penghargaan. Seperti dikutip sejarah-tni.mil.idgelar dan penghargaan yang didapat Pak Nas di antaranya dari Philipina ia mendapat gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Politik Ketatanegaraan dan kemudian bintang penghargaan lainnya dari berbagai negara semisal Bintang Gajah Putih dari Kerajaan Muangthai, Bintang Bendera Yugoslavia Klas I, Bintang Republik tertinggi dari Republik Persatuan Arab (RPA) (Grand Gordon of the Order of the U.A.R), Bintang Militer Klas I Yugolasvia, Bintang Kehormatan dari Presiden Philipina, Bintang Jasa dari Republik Federasi Jerman, Bintang Datu Sikatema dari Philipina, Bintang Tertinggi Trimurti dari Ethiopia, dan Grootkruis Oranye Nassau dari Negeri Belanda. Laluada juga lencana kehormatan Korps Kapal Selam Amerika Serikat, Korps Kapal Selam Uni Soviet, Sekolah Artileri dan Missile di Amerika, Frunze Akademi Uni Soviet, Divisi I Jerman, Korps Berlapis Baja Jerman, Akademi Angkatan Udara Republik Persatuan Arab (Mesir-Suriah), Korps Kavaleri TNI-Angkatan Darat, dan lain-lain. Nama harum Pak Nas diluar negeri sampai saat ini masih terjaga. Relasi personal antara Pak Nas dengan sejumlah tokoh di manca negara hingga sekarang terus berlanjut. Seperti diakui putri sulung Pak Nas, Hendrianti Sahara, masih ada kelompok atau komunitas di beberapa negara yang menjalin hubungan dengan keluarga Paik Nas. “Dulu ayah punya komunitas di Belanda, jenderal jenderal Belanda dan dari Amerika. Sampai sekarang, setelah orang tua saya nggak ada, dari mereka sering kontak saya,” ujar Hendrianti saat diwawancarai Obsession Media Group. Bahkan, sampai sekarang, lanjut perempuan yang akrab disapa bu Yanti ini, keluarga besarnya kerap menerima kunjungan pertukaran dari luar negeri. “Mereka melihat museum A.H Nasution dan saya juga masih ada yang saya bantu kerjasama dengan mereka,” tambahnya. Bahkan di Belanda, kata bu Yanti lagi, pernah dibuat film khusus tentang Pak Nas. “Ada filmnya juga, kan waktu itu saya diundang sama orang Belanda, dia cerita tentang bapak panjang sekali dan mereka sangat paham. Ada filmnya. Sampai duta besar Belanda tahu sekali tentang bapak saya,” ucapnya. Tentu saja masih banyak lagi cerita Pak Nas dan relasinya dari berbagai negara yang tercipta karena ketokohannya. (Sahrudi)
